8

296 50 1
                                    

"Sekarang terserah kamu mau marah terus sama Ayah sampai kapan, tapi tolong bersikap baik ke Janu." kata June. "Jadi kakak yang baik buat Janu."

Alis Jauhar terangkat. "Kenapa? supaya aku tetep dianggap anak sama ayah?"

June menghela napas panjang sebagai reslon. "Jauhar, Ayah tahu kamu marah tapi jangan tunjukkan kemarahan kamu pada Janu," pria itu memegang pundak anaknya. "Tolong kamu pikirin perasaan Janu," lanjutnya.

Ia menatap Ayahnya lurus-lurus. "Apa Ayah pernah pikirin perasaanku juga?"

"Ayah minta maaf," kata June seraya memeluk tubuh Jauhar namun ditepis olehnya.

"It's too late to say sorry, Jauhar udah gak percaya ucapan Ayah." ucapnya sembari berjalan menuju kamarnya kemudian disusul oleh Janu.

"Bang..." Janu berdeham terlebih dahulu. "Aku bakal pergi sesuai keinginan abang, tapi gak sekarang."

Jauhar menolehkan kepalanya. Ia tersenyum sinis seraya memandang ke arah Janu, lalu mendesah berat. "Terserah, gue gak peduli."

Keesokan harinya, Janu sepertinya belum terbiasa dengan kehidupan di sekolah barunya. Seperti biasa saat jam istirahat ia hanya duduk di dalam kelas saat yang lain melakukan aktifitas lain setelah suntuk belajar.

"Lo semalem begadang, ya? Keliatannya suntuk gitu," komentar Jihan pada Janu. Lelaki itu hanya melirik Jihan yang sudah duduk di bangku sebelahnya.

Jihan mendesah panjang karena merasa diabaikan. "Lo mau tahu rahasia gak? hari ini gue ambil jatah bekal makan siang adik gue, ayo makan bareng."

Gadis memberikan kotak makan siang pada Janu. Tadinya Janu ingin menolak, namun ia pikir hal itu akan sangat tidak sopan dan membuat hubungan dengan teman barunya itu canggung.

"Jihan," panggil Janu, gadis itu menoleh ke samping dan tersenyum sebagai respons.

Janu menundukkan kepalanya setelah melihat tatapan bertanya gadis itu. "Uh, lo mau tahu rahasia gue?"

"Gue bukan adik kandung bang Jauhar, singkatnya gue itu anak yang gak diinginkan.." sambung Janu.

Meskipun ia merasa bingung, anak perempuan itu mencoba untuk bersikap biasa saja dan menyembunyikan keterkejutannya dengan fakta yang diucapkan Janu.

Respon Jihan tidak sesuai dugaan Janu, ia pikir gadis akan membelalakan mata dan menatapnya aneh bahkan jijik. Namun, Jihan malah memberikan senyuman sembari memegang bahu Janu dan berkata,

"Gue temenan sama lo gak mandang siapa ortu lo, siapa kakak lo. Dan kalau lo pikir, lo anak yang gak diinginkan.. lo salah. Gak mungkin lo ada disini kalau emang lo gak diinginkan."

Janu mendengarkan omongan Jihan baik-baik dan berupaya meyakinkan dirinya bahwa tak perlu ada penyesalan dalam hidupnya. Toh, bukan dia sendiri yang menginginkan kehidupan seperti ini.

By NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang