6. Rahasia

317 51 0
                                    

"Saran gue sih mending kasih tahu aja sih, lo nggak bisa selamanya nyembunyiin hal ini dari mereka!" —Raditya.

"Gue setuju sama Radit, kalo nggak kita semua bisa bantuin lo buat cerita ke mereka kok!" —Banyu.

"Gue ngga tahu harus milih apa, Nyu! Emang kalian berani apa, ngomong ke bang Theo?"

"Masalah itu bisa diusahain kali, ya kali sih lo udah capek-capek bantuin kita selama ini dan kita nggak mau bantuin lo balik. Hendra, lo nggak ada niat buat nggak dateng kan?!" —Raska.

"Hehehe, awalnya sih ada. Tapi nggak jadi deh, kasian gue sama Keenan! Btw, makasih juga lo udah bantuin keuangan gue, gue jadi lebih mandiri sekarang!" —Hendra.

"Sama, gue juga!" —Raden.

"Ar? Lo gimana?"

"Ah, sorry gaes. Sedikit masalah, pena sama buku agenda ramadhan gue hilang woi, gue bisuin panggilan nya karena gue nyari sambil ngomel-ngomel, hehehe!" —Arya.

"Ya udah gini aja deh, sekalian bukber aja gimana, habis bukber kalian ke rumah gue, tarawih bareng, habis ntu cerita!"

"Lo ngode nginep nih, Nan? Itu kita pulangnya kemalaman woi, tahu lah sekarang lagi banyak begal!" —Raska.

"Gue mah, gas aja!" —Hendra.

"Ikooot!" —Arya, Raden, Banyu.

"Dit, kita komunikasi lewat sambungan telepon aja ya, sekalian lo nimbrung gitu jelasin, hehehe!"

"Sip! Aman itu bosque! Kali aja lebaran gue balik kali ke sana hehehe, Nan! Gue nginep ya kalo jadi!" —Raditya.

"Beres! Ya udah gue tutup ya, assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam!" —Raditya, Raska, Hendra, Arya, Raden, Banyu.

Setelah sambungan panggilan terputus, Keenan meletakkan ponselnya di meja nakas samping tempat tidurnya lalu kembali merebahkan diri dan memejamkan matanya.

Hari ini benar-benar berat bagi nya dan juga melelahkan, namun memiliki teman seperjuangan seperti Squad Nak OSIS 8.A membuat harinya terasa lebih ringan, mungkin.

Pertemuan mereka dimulai benar-benar tidak elit sekali untuk diingat, bahkan itu bisa membuat kalian tertawa, mungkin.

..

"Aarav udah tidur?" Tanya si sulung, mereka baru saja sampai di rumah karena ceramah yang diberikan oleh ustadz dari luar lingkungan masjid kompleks itu benar-benar panjang, tapi tetap menyenangkan bagi mereka.

"Cek aja bang, kali aja udah!" Saran Tony, Theo mengangguk mengiyakan lalu berlari kecil menuju tangga pergi ke kamar Keenan.

Ckelek...

"Rav?!" Theo membuka pelan pintu kamar Keenan takut-takut jika adiknya sudah tidur malah mengganggu nya.

Tersenyum kecil ketika mendengar dengkuran halus serta gundukan selimut dari adiknya.

Perlahan mendekat, mengecek dahi adiknya kembali dan perasaan lega menghampirinya.

"Jangan sampai sakit ya, adeknya abang! Maaf buat semuanya!" Mengelus pelan puncak kepala Keenan sayang lalu keluar dari kamar secara perlahan-lahan.

🐾🐾🐾

"Bang Theo!" Selesai sholat subuh, Keenan langsung menghampiri si sulung ke kamarnya.

"Kenapa, Rav?"

"Eum, gini! Ada yang mau Aarav omongin sama Abang!" Theo meletakkan buku tentang keagamaan miliknya lalu menghadap sepenuhnya ke arah Keenan.

Rumah Kita✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang