9. Agenda Ramadhan

212 38 4
                                    

Kali ini mari beralih ke si kembar Lima yang lagi ada di kamar Sean-Haezal, hari Minggu, ini hari Minggu.

Haezal, Sean, sama Aziel dari tadi misuh-misuh sendiri karena kesal dengan guru mereka yang baru saja memberi tugas pelajaran agama Islam, mencatat agenda ramadhan.

"Hah, kenapa baru sekarang sih ngasih nya? Udah hari ke berapa ini coba!" Keluh Haezal.

"Udah sih, buat aja. Gue sama Jauzan juga sama aja kemaren di hari ketiga, bodo amat sama tanda tangan ustadz nya. Kan guru cuman bilang catet bukan lengkap sama tanda tangan nya!" Timpal Keenan.

"Udah beli bukunya lo bedua?" Tanya Sean.

Keenan mengangguk lalu keluar menuju kamarnya lalu kembali lagi dengan tiga buku tipis berwarna kuning dan melemparkannya ke atas kasur Sean.

"Nggak usah ambil pusing, tuh udah gue beliin. Zan, lo udah nulis kan?" Jauzan menghentikan aktivitas meminum kaleng minuman cincaunya.

"Udah! Yang gue inget, yang gue catet. Gue kan nggak bawa bukunya ke masjid buat nyatet sambil dengerin ceramah, malas banget!"

"Ngarang boleh nggak sih? Males banget woi!" Ujar Haezal.

"Dan gue yakin kalo lo ngarang, para abang nggak akan mau ngasih tanda tangan!" Sahut Keenan.

Ketiga kembaran itu menghela nafas pasrah, terkadang guru itu memang seenak jidatnya memberi tugas.

Tapi mau bagaimana lagi, mereka tak ingin tak ada nilai apalagi sampai tinggal kelas, oh tidak. Itu seperti mimpi buruk di siang bolong.

..

Sekarang Keenan dan Theo sedang ada di dapur dan kini sudah pukul dua siang saja.

Keduanya saling terdiam sampai suara Theo terdengar seperti pertanyaan yang dilontarkan untuk si sulung kembar.

"Dek!"

"Apaan?"

"Tanda tangan Abang udah Abang kasih apa belum buat agenda ramadhan kamu?"

Keenan berpikir, ia juga lupa sebenarnya. Mengingat-ingat sebentar, sampai dia pamit ke Theo untuk ke kamar dulu.

Dan sampai disana, ia kira saudaranya yang lain dan menyebalkan itu akan menyalin miliknya.

Ah, Keenan ternyata sudah bisa menebak apa yang akan dilakukan Haezal dan Sean nantinya, sedangkan Aziel dia lebih memilih bermain game online dari pada ikut dalam rencana busuk dua saudara nya itu.

Keenan membawa turun ke bawah, tentunya dengan satu pena ditangan satunya. Menghampiri Theo yang masih berkutat dengan peralatan dapur yang agak kotor itu.

"Nih bang, bukunya! Belum Abang kasih ternyata!"

Theo mengambil alih buku itu dan membukanya, dua halaman depan kosong karena Keenan baru mendapatkan tugasnya di hari ketiga berpuasa.

Dibalik tembok dapur, Haezal dan Sean menyembulkan kepala mereka dari sana dan memperhatikan gerak-gerik dua sulung di keluarga itu.

Benar-benar nekat rupanya, malas menulis tapi memilih menyalin milik saudara sendiri, yang benar saja.

Bisa dipastikan jika Keenan tahu, maka mereka akan habis didiamkan oleh sang saudara juga omelan nya yang lebih dari ibu-ibu julid di kompleks perumahan.

"Zal, lo siap kan?" Tanya Sean.

Berlagak seperti detektif, dirinya bertanya pada sang kembaran dengan cara berbisik seolah tahu akan ada yang bisa mendengar nya jika ia berbicara seperti biasa.

Rumah Kita✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang