"Kamu suka sama Siska, Al?" Alana memberanikan diri untuk bertanya dengan Altair. Semua orang sudah pulang sekolah. Tersisa Altair dan Alana. Alana pulang terlambat, karena ada bincang-bincang dengan kepala sekolah mengenai olimpiade. Sedangkan Altair, laki-laki itu memang sering menghabiskan waktunya di sekolah. Bermain game, main basket sendirian, bahkan tidur di kelas hingga sore menjelang magrib.
Altair yang tengah mendribble basketnya, langsung terhenti setelah mendengar pertanyaan dari Alana. Laki-laki itu melempar basketnya hingga mengenai dahi Alana. Alana meringis pelan, sambil memegangi dahinya.
"Lemah amat si. Gitu aja sakit. Jadi cewek gue tu harus kuat, Na. Udah cupu, lemah lagi. Modal pinter doang ya dimanfaatin yang ada."
Bukannya menjawab, Altair justru bicara hal lain dan mengungkit soal kepribadian Alana. Alana hanya diam. Melihat kediaman Alana, Altair menjentikkan jarinya.
"Lo tadi nanya soal apa? Gue kagak denger. Bisa diulang?"
"Kamu suka sama Siska?" Alana dengan cepat bertanya hal sama. Altair tersenyum mendengarnya. Laki-laki itu menaikkan alisnya, lalu mengangkat dagu Alana hingga menatapnya.
"Tanya lagi sambil natap gue!" tekannya. Alana justru takut menatap mata Altair yang begitu menelisik tajam. Gadis itu membuang napas berat, lalu berujar, "Tidak. Lupakan saja, Al."
"Bagus. Memang itu yang pengen gue denger. Lo itu bukan siapa-siapa gue. Jadi, nggak berhak lo nanya soal perasaan gue. Ngerti?!"
"Tapi aku pacarmu, Al."
"Pacar modal buat nilai gue bagus aja. Lo udahan gih mimpi gue bakal beneran cinta sama lo. Lagi pula siapa juga yang nyuruh lo buat cinta beneran sama gue?"
"Dulu kamu nyatain perasaan yakinin aku banget," kata Alana.
"Lo tahu akting kagak si? Ya gue lagi akting bodoh! Ya kalik si, buta kali gue cinta beneran sama lo."
"Jahat."
"Emang. Di dunia ini jarang ada orang baik, dan lo tololnya mau jadi orang baik."
Altair pergi. Alana hanya diam menatap punggungnya. Gadis itu menatap langit yang semakin berubah orange. Kemudian, dia bergegas menuju parkiran untuk mengambil sepedanya.
Alana masuk rumah dengan lesu. Kenapa dia harus menerima ajakan Altair untuk berpacaran? Bahkan seharusnya dia tahu, Altair saja tidak ingin mempublikasikan hubungan mereka berdua.
Di sisi lain, Altair pulang dengan keadaan yang rapi. Padahal sebelum meninggalkan Alana sendirian, laki-laki itu nampak kacau dengan baju dan rambut berantakan.
"Kamu pulang lebih sore dari kemarin. Ada ekstrakulikuler lagi?"
"Hari ini nggak ada, Ma. Al cuma latihan basket aja. Mama masak apa? Al laper."
"Masak cumi asin kesukaan kamu. Kebetulan Mama dapet oleh-oleh dari tetangga cumi sama udang. Udangnya Mama taruh di kulkas. Masak besok aja."
"Pasti enak deh. Ya udah, masuk yuk. Kita makan bareng-bareng."
"Mandi dulu. Baru Mama izinin makan. Kamu bau keringet."
"Iya, Mamaku Sayang."
***
"Habis ini kamu pulang ya. Papa pasti nyariin kamu di rumah."
Vera—Mamanya bersuara. Saat itu juga, Altair meletakkan sendok dan tersenyum ke arahnya.
"Al, nggak nyaman di rumah sana. Lagi pula, sejak Dia ngelakuin kesalahan yang menurut Al fatal. Al belum bisa maafin. Benci itu masih ada, Ma," jawabnya.
"Al, hak asuh anak itu sama Papa kamu. Kalau Papa tuntut Mama karena kamu tinggal di sini gimana? Pulang ya. Dan satu lagi, Mama udah maafin Papa kok. Kamu juga harus bisa maafin ya."
"Susah, Ma."
"Ya udah, Mama nggak maksa."
***
Altair [Pr gue udah selesai blm?]
Altair [Lo besok berangkat lebih pagi dari biasanya. Taro di laci, jangan lupa. Gue mau nyontekin temen kelas]Alana [Kok dicontekin, Al?]
Altair [Kenapa, nggak suka lo? Lagi pula nggk ada hak lo larang-larang gue.]
Alana [Hm, iya, deh.]
Altair [Angkat vc nya!]
Altair [Woy cupu! Online kagak bales. Berani lo?]Alana [Lagi kerjain pr kamu, Al. Biar cepet selesai]
Altair [Kerjain pr apa chatan sama Gema? Emang gue nggak tau lo berdua udah tukeran nomor? Akal-akalan aja buat olimpiade.]
Alana [Ya ampun, Al. Kenapa si kamu terus buruk sangka sama aku? Emang segitu buruknya aku di mata kamu?]
Altair [Bukan buruk. Lo kan burik. Angkat vc-nya bodoh!]
***
Alana menatap Gema yang sudah berdiri di depannya sambil memberikan uang kertas sepuluh ribu rupiah. Sesuai janji, Alana sudah membekali khusus untuk Gema. Nasib baik, saat Alana menaruh buku Altair, Gema belum datang. Kalau tidak, Alana mungkin sudah diberikan banyak pertanyaan.
"Boleh request nggak?" tawar Gema.
"Request apa, Kak?"
"Kalau lo jualan beginian aja, tentu orang-orang bakal bosen. Jadi, menurut gue. Lo variasi lagi. Bisa cek di google banyak."
"Kakak emang bosen? Padahal Kakak baru beli dua kali ini."
"Siapa yang bilang gue bosen? Alana, kan gue cuma nawarin solusi. Siapa tahu, ada yang bosen kan?"
"Em, oke deh, Kak. Terima kasih usulannya."
Gema mengangguk. Saat yang bersamaan dia berteriak dan melambaikan tangannya. "Al!" Alana ikut menoleh ke belakang. Altair tidak jauh di belakangnya sedang berjalan dengan wajah datar.
"Gue mau bilang sesuatu sama lo," kata Gema. Kemudian Gema pamit meninggalkan Alana.
Altair tiba-tiba saja sudah di samping Alana. Laki-laki itu membisikkan padanya, "Murahan banget si. Udah dibilang jangan deketin Gema masih aja! Jangan pulang dulu. Gue mau kasih hukuman buat si cupu ini."
Up lagi.
Semangat ya puasanya!
Oh ya, mungkin aku akan sering nulis ini. Lagi mood aja. Semoga bisa tiap hari up.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mari Kita Berdamai dengan Luka (TAMAT)
Teen FictionStart : 15 April 2021 Selesai : 11 Juli 2021 Cerita ini hanya tentang luka. Tentang laki-laki, perempuan dan semesta yang saling mendapat luka. Ketiganya berjuang untuk hidup bahagia. Meski pada akhirnya salah satu mereka tetap terluka di jalur baha...