Garis Luka💔

1.2K 117 4
                                    

"Kayaknya kita harus putus, Sis."

Siska melotot saat Altair mengajaknya bicara di tempat sepi begini hanya untuk membicarakan hal konyol begini.

"Jangan ngeprank deh, Sayang."

"Gue serius, Siska. Akhir-akhir ini hubungan kita udah nggak ada semangatnya," ujar Altair.

"Lo udah pikir berkali-kali? Atau mungkin itu hanya perasaan lo aja. Al, gue itu gapapa lo gak ada kabar. Meski gue khawatir dan marah, tapi bukan ke lo. Jangan putus, gue masih cinta."

Altair memegang pundak Siska. "Lo cantik, Sis. Lo baik. Dan lo pantes dapet yang terbaik."

"Memang dengan lo, gue belum mendapatkan yang terbaik, Al?"

"Gue udah nggak cinta sama lo. Mungkin ini menyakitkan didengar, tapi, lo harus tau Sis. Kalau gue maksain untuk pertahanin hubungan ini. Jatuhnya, gue cuma kasian sama lo. Apa itu nggak lebih nyakitin diri lo?"

"Terus beneran putus? Atau jangan-jangan ada perempuan yang udah buat lo jatuh cinta? Gue kurang apa?"

"Bukan lo yang kurang. Gue yang nggak pernah bersyukur. Maaf ya? Terima kasih untuk satu bulan hubungan kita. Semoga setelah dengan gue, lo tetep jadi Siska yang gue kenal."

Altair memeluk Siska. "Sorry." Tanpa Altair sadari, pelukannya membuat pertahanan Siska untuk tidak menangis pun akhirnya runtuh. Dia memukul punggung Altair. Sangat kesal, padahal akhir-akhir ini  Siska setia menunggu Altair yang tanpa kabar itu.

"Gue kecewa sama lo." Siska mendorong Altair, lalu pergi sambil menghapus air matanya. Altair hanya diam, bahkan dia tidak berniat mengejar Siska. Altair pikir, Siska memang bukan untuknya. Apalagi, bersama Altair yang tidak pernah mencintainya.

"Sekarang lo bisa dapetin Siska, Tio." Altair membentuk  bulan sabit di bibirnya. Kemudian, kembali ke kantin, menemui tiga serangkai.

Lucunya, baru sampai kantin. Kabar putusnya Altair dengan Siska sudah tersebar luas. Bahkan, Dero ketika Altair sampai, memberikan tepuk tangan.

"Ini lah didikannya Lucas. Buaya kita yang kedua. Gila lo ya? Lo mutusin Siska alasannya apa bego?" Dero memukul Altair dengan botol Aqua yang isinya masih banyak.

"Gila lo. Sakit tolol, coba lo yang gue giniin. Gue jujur sama dia. Jujur itu indah."

"Lah anak setan. Lu bilang sebenernya? Astaga, otak lo di mana si? Ketinggalan di warung mbak Jum?"

"Gue mana ada otak si Der? Orang tolol begini."

Lucas yang belum menyudahi minuman es jeruknya seketika tersedak karena ucapan Altair. Yang lain, ketika melihat, air turun dari kedua hidung Lucas, menatapnya jijik.

"Jorok, sialan!" Revian, memukul punggung Lucas keras. Sedangkan Lucas merasakan panas di lubang hidungnya.

"Altair bangsat. Lo kalau ngomong dibenerin dikit lah. Saking benernya gue sampe keselek bodoh."

"Kok nggak mati ya? Gue denger desa tetangga keselek salak mati."

"Asu!"

"Astaga, Tuhan lo denger lo ngomong begitu," kata Altair.

"Lo yang ngajarin. Gue mah anaknya polos, ketemu lo jadi asal ceplos," tukas Lucas.

"Gimana Al? Sukses?" Revian merubah obrolan. Dia melempar permen karet pada Altair.

Altair menangkapnya. "Gengsi digedein. Sekarang aja, keliatan banget bucinnya. Gapapa Rev. Gue cariin cewek yang bodinya kek gitar spanyol. Atau lo mau yang alimnya kaya perempuan Mesir? Gue juga punya. Tenang aja," ujar Lucas.

Mari Kita Berdamai dengan Luka  (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang