"Kamu buat salah? Setiap datang tempat Bunda pasti nangis. Sini cerita."
Altair tersenyum. Ternyata rona merah akibat dirinya emosi habis-habisan di jalan, masih nampak saat dia sudah ke tempat tujuannya. Altair menidurkan kepalanya. "Bunda ... boleh Al nangis lagi di sini?"
Tina—ibu penjaga panti asuhan itu memang akrab dengan Altair. Terlebih Altair sering memberikannya uang, bahkan sembako untuk mereka di sana. Altair juga sering menghibur anak-anak dengan lukisannya. Mengajarkan futsal dan basket. Juga bernyanyi bersama. Altair merasa, hanya di sini. Di sini setelah semuanya hancur, Altair tetap diterima sebagai manusia baik hati.
"Papa kamu mukul lagi?" Bunda bertanya saat bekas darah Altair biarkan begitu saja di pelipisnya. Anak itu hanya mengangguk. Membuat Tina berdiri dan mengambil kotak obat sebentar lalu menghampirinya kembali.
"Altair anak kuat, dan anak hebat. Jadi, perceraian orang tua harusnya nggak buat Al begini. Kasian papa sama mama lho. Lagi pula Mama tiri Al baik kan?"
"Bunda yang paling baik," jawabnya. Anak itu begitu manja. "Al, nginep di sini ya, Bunda?"
Tina mengangguk."Kristal cariin kamu dari kemarin. Anaknya udah bobo tapi. Kemarin dia mau pamer bisa gambar gunung."
"Iya? Maaf ya, Bunda. Al selalu datang saat butuh aja."
"Kalau begitu, Bunda akan senang. Bunda bukan orang yang dilupakan sama anak Bunda. Kalau di sini, Al bebas. Al nggak perlu menjadi orang lain lagi. Sini, sudah selesai. Bunda mau peluk anak Bunda."
Altair memeluk bundanya. Pelukan memang membuat siapa saja menjadi lemah. Bundanya mengusap punggung Altair dengan lembut penuh sayang. "Jangan suka nyakitin diri sendiri. Gimana kalau akibatnya fatal dan nggak ada yang tahu kamu begitu? Semua di dunia ini memang harus terluka, Sayang. Semua ini Tuhan buat agar kamu tahu bahagia ada karena perjuangan. Bunda nggak mau anak bunda lemah karena ini."
"Papa jahat, Bunda. Papa selalu bandingin Al sama Gema. Selalu belain wanita itu daripada Gema. Ceraiin mama karena wanita itu."
"Bukan papa yang jahat. Hanya keadaan yang buat setiap orang salah jalan. Bunda percaya anak bunda itu nggak bisa dibandingin sama orang lain. Anak bunda pinter lukis, pinter main bola, pinter nyanyi. Kurang apalagi coba?"
"Kurang bahagia Bunda."
***
Chat WhatsApp
A
ltair : Jangan lupa kerjain pr gue.
Alana : Iya. Kamu nggak ngabarin aku. Kamu baik-baik aja?
Altair : Siapa lo gue harus lapor dua puluh empat jam? Oh ya, lo dianter Revian kemaren? Kenapa lo mau-mau aja?
Alana : Aku dipaksa. Aku udah nolak, cuma Revian maksa.
Altair : Bilang aja caper. Kesenangan. Lo haus apa gimana? Benerin dulu penampilan lo kalau mau melet orang ganteng.
Altair : Angkat. Gue mau liat muka lo.
***
"Inget, Na. Jangan caper ke siapapun. Lo statusnya pacar gue. Ya walaupun gue nggak cinta sama lo."
Alana mengangguk. Sebelum pergi, Altair menahannya. Kemudian, memberikan permen Kopiko. "Makasih udah ngerjain tugas, sama pr gue. Semangat belajar buat olimpiade nya. Jangan caper ke Gema. Atau lo tau akibatnya."
Alana menatap permen Kopiko pemberian Altair. Gadis itu mengangkat wajah, lalu tersenyum. Manis, harusnya. Namun, Altair itu nampak tidak peduli. "Makas—"
"Udah sana. Kalau orang liat bisa berabe urusannya."
Up lagi!
Jaga kesehatan ya kalian. Makasih udah tetep baca🌛❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Mari Kita Berdamai dengan Luka (TAMAT)
Ficção AdolescenteStart : 15 April 2021 Selesai : 11 Juli 2021 Cerita ini hanya tentang luka. Tentang laki-laki, perempuan dan semesta yang saling mendapat luka. Ketiganya berjuang untuk hidup bahagia. Meski pada akhirnya salah satu mereka tetap terluka di jalur baha...