[Phase 2-2] Pahlawan dalam Ramalan

176 59 1
                                    

"Selamat datang di Dragon Bulwark."
Orang-orang berwujud manusia, tetapi punya tanduk di kepalanya itu menatap empat orang baru yang datang bersama Zephyr.

Aktivitas mereka terhenti sejenak. Benar-benar mengamati orang asing yang aromanya saja tidak dikenali, untuk kemudian kembali seperti semula.
Mereka mulai sibuk lagi seperti tidak terjadi apa-apa.

"Orang-orang aneh." Komentar Aurora.

Zephyr tersenyum tanggung. Dia mengajak empat kawan barunya itu masuk ke gerbang. Mereka baru tiba di perbatasan tanah Dragonoid dengan kaum lainnya--ada pasar di sana. Di dalam gerbang adalah tempat para Dragonoid bermukim.

Begitu masuk ke gerbang, Dirga, Tara,  Aurora, dan Luke dibuat kagum oleh penampakan benteng besar dan kokoh yang mengelilingi rumah penduduk di sekitarnya.

Bagunannya terbuat dari bata paling keras yang dipadu dengan beton. Ada empat sudut di benteng, yang tiap sudutnya adalah bangunan untuk penjaga. Memantau sekitar wilayah Dragonoid agar aman.

Tara yang paling takjub di antara yang lain. Benteng di depannya mengingatkan pada hal serupa di dunia asalnya. Hanya saja yang ini memang lebih megah dan kokoh.

"Siapa yang membangun ini?"

Zephyr menoleh ke belakang ketika suara Tara mengusik telinganya. Dia tersenyum, kembali menghadap ke depan.

"Para tetua kami. Aku tidak tau pasti siapa, tapi dari cerita ke cerita ... benteng ini ada saat peperangan besar pernah akan pecah di wilayah kami." Zephyr membayang.

"Benteng ini dibangun tidak hanya dari material biasa. Namun, yang jelas salah satunya ada bahan dari kulit naga."

"Kulit naga gimana? Mereka nyabut kulit sendiri, gitu?"

Pertanyaan Aurora yang tiba-tiba, disambut tawa yang lain. Luke yang tepat di belakangnya adalah orang dengan tawa paling keras.

"Imajinasimu terlalu ambisius, Gadis Pemarah."

Aurora mendelik marah. "Diem lo!" Perasaannya bercampur aduk antara malu dan ingin tahu.

"Itu mungkin agak berlebihan, tapi kau sedikit ada benarnya," kata Zephyr mengakhiri tawanya. Wajahnya tiba-tiba serius.

"Ha! Bener 'kan apa yang gue bilang." Aurora mengangkat dagu, menyombong. Harga dirinya sedikit terangkat.

Dirga geleng-geleng kepala. "Tapi mungkin caranya gak seharfiah yang lo bilang. Mana ada orang yang mau kulitnya dicabut cuma buat dijadiin bahan bangunan?"

Tiga temannya mengangguk-ngangguk.

Zephyr masih diam. Dia terus saja memimpin rombongan menuju sebuah rumah yang paling berbeda di antara yang lain.

Sesekali dia disapa oleh beberapa orang. Sesekali juga rombongan mereka dihadiahi tatapan heran, lalu kembali tidak peduli. Sama seperti pertama kali mereka tiba.

Orang-orang Hysteria sangat aneh.

Begitu tiba di depan rumah yang paling mencolok tadi, Zephyr mengetuk menggunakan irama. Ketukan di pintu meliputi tiga ketukan lembut dan dua ketukan keras. Lima ketukan itu dilakukan dengat ritme seperti  memanggil sesuatu yang berisi pesan apa kepentingan si tamu.

Dilakukan secara cepat dan terus menerus.

Dirga dan yang lain hanya diam. Mereka sudah lebih dari cukup untuk paham akan sekitarnya yang selalu aneh. Tidak perlu bertanya kenapa, ada apa lagi.

Mereka mulai bersosialisasi dengan baik.

Usai mengetuk, bukannya dibukakan pintu, tetapi sebuah lubang berbentuk persegi panjang muncul dan menampakkan dua bongkah mata yang mulai menginterogasi Zephyr dengan berbagai pertanyaan.

Hysteria : Escape From Another WorldWhere stories live. Discover now