[Phase 3-3] Ancient Ruins

172 45 1
                                    

Folrina telah menguasai lautan Wrenthazy selama hampir seumur hidupnya. Ia lahir di atas kapal dan tumbuh bersama ombak. Bajak laut adalah identitas yang telah ia genggam sejak dirinya masih berupa sebentuk ide.

Namun, kendati kedigdayaannya dalam menguasai lautan telah terdengar dari utara hingga selatan Hysteria, sesuatu yang bersemayam di dalam kelamnya laut Wrenthazy adalah lain cerita.

Monster laut berupa naga air telah menjadi legenda yang membuahkan ketakutan bagi setiap pelaut di negeri kekacauan itu, termasuk Folrina.

Pengalaman seumur hidup tidak cukup untuk menghadirkan terang atas problematika naga air yang selama bertahun-tahun ia coba taklukan. Demikian sebabnyalah dirinya benar-benar tak habis pikir saat seorang bocah dari empat calon tumbal yang ia angkut dari pesisir pantai dapat dengan mudah menjinakkan sang monster laut.

Bahkan menamainya dengan nama yang sangat aneh. 

Mereka pasti bukan orang-orang biasa! batin Folrina. Menatap lekat-lekat ke arah Dirga yang tengah mengayuh sekoci yang mereka tumpangi menuju daratan.

Kapal besar miliknya diparkirkan di perairan seratus meter dari garis pantai.

Apa ramalan itu sungguhan soal orang-orang yang bisa menyelamat Hysteria? Atau ini hanya kebetulan saja?

"Napa lu liatin gua dari tadi?"

Forlina mengerjap. "Ya ... yang mana pun, aku tidak boleh kehilangan kalian sekarang."

Dirga yang disahuti demikian mengerutkan alisnya. "Hah?"

"Mau kutawari sebuah negosiasi?" tanya Folrina bersemangat.

"Hah? Negosiasi paan? Nggaklah! Males nego ma orang yang mau jadiin gua tumbal."

Sekoci yang membawa mereka berlabuh di pesisir. Luke dan Aurora turun dengan heboh, berlomba-lomba sampai di ujung pantai.

Rupanya, sejak mengarungi laut Wrenthazy, keduanya menjadi lebih dekat, lebih berisik dan lebih banyak bercanda. Itu semua karena gombalan garing Luke yang membuat Aurora tak henti-hentinya mengejek lelaki itu.

Sementara Tara terlalu sibuk untuk menguasai dirinya sendiri. Diam-diam tubuhnya sedikit bergetar, ia takut terjatuh ke air. Wanita itu benar-benar tak bisa berenang. Maka walaupun kebisingan yang ditimbulkan seorang bocah dan seorang bocah gadungan benar-benar memekakkan telinganya, Tara tidak punya waktu untuk marah-marah karena ia sendiri terbirit-birit menjauhi air.

"Gila! Lebih baik aku terbang dengan Zephyr dari pada naik kapal yang sudah compang-camping begini,” kata Tara getir sekaligus gusar.

Beberapa anak buah Folrina yang juga ikut ke darat dengan sekoci lain mulai ikut berlabuh.

Satu orang yang sudah memperhatikan tingkah polah Tara dari tadi mendatangi wanita itu seraya menenteng sebuah senjata besar berupa pemukul berduri di bahunya, ia berdecih dan memandang remeh Tara yang sudah megap-megap hanya karena air.

Dipandang demikian, rasa takut Tara dengan cepat berganti berang, dengan penuh emosi ia mengeluarkan senjata yang lebih besar dari kantung ajaibnya. Mereka pun beradu ukuran senjata.

“Ayolah! Kau bahkan belum dengar apa yang akan kutawarkan,” di sisi lain, Folrina masih berusaha meluluhkan hati Dirga.

“Kau tahu, Aku menawarkan beberapa hal yang akan sangat menguntungkan kalian, para pahlawan Hysteria, tapi ... kalau kau ingin aku bisa menawarkan sesuatu yang lebih. Kali ini yang hanya akan menguntungkan dirimu seorang. Hanya dirimu.”

Langkah Dirga seketika tersendat ditempatnya bak pasir pantai menahannya untuk bergerak. Di sampingnya, jemari berkulit merah milik Folrina mengetuk-ngetuk lengan atasnya lembut. Buntut sang wanita membawa tubuh mereka menjadi tak bersekat.

Hysteria : Escape From Another WorldWhere stories live. Discover now