Love, Unexpectedly

360 62 1
                                    

THIS IS JUST FICTION!

[reupload from my Twitter acc]

«────── « ⋅ʚ♡ɞ⋅ » ──────»

"Wah, Ohm tuh ya bucin banget sama Nanon!" 

 Nanon meng-scroll twitternya seraya tersenyum tipis. 

 Ohm bucin Nanon? Lucu. 

 Karena kenyataannya, yang terjadi adalah sebaliknya.

«────── « ⋅ʚ♡ɞ⋅ » ──────»








"Wah, Ohm tuh ya, bucin banget sama Nanon!"

"OhmNanon lucu banget ,sih? Kapan punya series bareng?"

"Gemes liat OhmNanon, ya ampun!"

"Plis layarkan OhmNanon!"





Nanon meng-scroll twitternya seraya tersenyum tipis.





Ohm bucin Nanon? Lucu.





Karena kenyataannya, yang terjadi adalah sebaliknya.



Nanon tidak tahu sejak kapan. Yang ia ingat, ia memang sudah tertarik pada Ohm sejak lama.

Sebetulnya sebelum Ohm masuk ke agensi, mereka memang sudah saling mengenal. Tapi dulu itu ya sebatas tahu saja, tidak sedekat sekarang. Bisa dibilang intensitas komunikasi hanya sekali setahun. Yang menyatukan mereka adalah murni ambisi dalam dunia pekerjaan.

Nanon mengagumi Ohm yang sangat profesional dalam menjalankan perannya. Ohm pernah bilang padanya, ia berterima kasih pada Nanon yang menjaganya sejak masuk agensi baru. Tapi sesungguhnya, justru Ohm lah yang mengajarkannya banyak hal. Melalui Ohm, Nanon belajar bahwa selalu ada cahaya setelah kegelapan. Skandal Ohm di dunia akting memberinya kesadaran bahwa dunia tidak sebaik kelihatannya, dan jika ia ingin serius meniti karir itu, dirinya harus terlebih dahulu siap menanggung resikonya. Persis seperti yang ayahnya katakan.

Tapi siapa sangka, yang menggoyahkan Nanon dari prinsipnya justru adalah sosok inspirasinya itu sendiri.

Bukan cinta. Nanon tahu betul itu bukan cinta. Cinta tidak seperti ini, setidaknya begitu yang ia ketahui dari pengalaman teman-temannya.

Cinta itu realistis dan idealis secara bersamaan. Tidak menuntut, tapi berjalan bersama-sama. Nanon melihat kedua orangtuanya, adiknya, teman-temannya beserta pasangan mereka, yang begitu itu cinta. Bukan seperti ini. Bukan seperti perasaannya pada Ohm Pawat.

Anak-anak. Itu pikiran pertama yang melintas di otak Nanon saat akhirnya bisa mengetahui Ohm lebih jauh. Ohm itu persis seperti anak-anak. Manja, random, suka gelendotan ke siapa saja, tapi anehnya ia sangat profesional. Nanon merasa beruntung ia diterima oleh Ohm dengan tangan terbuka. Kini Chimon, Ohm dan dirinya menjadi trio yang tak terpisahkan.

Nanon tidak tahu harus merasa bahagia dengan kenyataan itu atau tidak. Takdir mendekatkan mereka, tapi takdir juga yang menahan mereka untuk bersatu.

Seiring berjalannya waktu, perasaan kagum yang lemah itu tumbuh semakin kuat. Bagaikan bunga yang disirami air tiap hari agar subur, ia berkembang dengan indahnya bersama waktu. Tapi Nanon tahu itu tidak bertahan lama. Tidak ada bunga indah yang sanggup hidup bertahun-tahun tanpa henti.

Jadi Nanon cukup puas hanya dengan melihat dari jauh. Biarlah hanya dirinya saja yang merasakan.

Tapi tentu saja rahasia tidak bisa ditutup serapat mungkin. Terutama kalau kau berada di lingkungan orang-orang yang peka dengan keadaan, di agensi contohnya. Nanon berusaha untuk tidak memikirkan Ohm, berusaha untuk tidak menunjukkan afeksinya terlalu banyak. Namun entah kenapa, jatuhnya tetap saja terlihat spesial. Mereka bilang ia selalu berbeda saat berada di dekat Ohm, bersama Ohm. Mereka tidak salah, tapi Nanon berharap mereka tidak membahasnya secara terang-terangan.

Ia tidak ingin kedekatannya dengan Ohm berkurang. Ia merasa nyaman seperti ini dan hanya seperti ini. Benar kalau hatinya kadang serasa tercubit saat melihat Ohm beradu akting dengan yang lain. Tapi ia bisa melewatinya. Ingat, dirinya itu Nanon Korapat Kirdpan. Aktor muda berbakat. Panggung drama sudah menjadi asupannya sehari-hari. Sakit bukan hal yang asing.

Air matanya berkhianat, omong-omong.

Sering Nanon mengutuk dirinya. Kenapa ia tertarik pada Ohm. Kenapa bukan—misalnya dengan Chimon, atau gadis-gadis lawan mainnya di drama, atau kak Puimek. But his goddamn heart choose Ohm Pawat and what can he do? He can't do anything.

Nanon merasa orang-orang di agensi sudah mengetahuinya (bahkan mungkin Ohm pun sudah tahu), kalau ia punya bias pribadi terhadap Ohm. But they keep it lowkey. Bagaimana tidak kalau setiap kali berada di tempat yang sama mereka saling menempel satu sama lain? Nanon ingin tertawa histeris jika mengingat kebodohannya, tapi tidak jadi. Sebab ia juga melakukannya secara sadar dengan mata yang terbuka. Memang dirinya kelewat bucin, begitu saja tidak bisa ia tahan.

Padahal awalnya itu hanya tentang akting. Hanya tentang senyum Ohm yang manis dan mata Ohm yang indah seperti anak anjing kecil. Hanya tentang rasa hangatnya melihat Ohm yang menyapanya dengan ceria. Sejak kapan jadi sebesar ini?

Nanon tertawa mengingat momen dirinya dan Ohm, di mana mereka mengendarai mobil berdua hingga larut malam, berkunjung ke minimarket yang sama dan tidak sengaja bertemu (bohong, itu sengaja), berlatih adegan bersama-sama, sibuk mengambil selfie berdua untuk menjahili fans bersama, mengusili Chimon bersama. Semua itu bagai air, yang membuat perasaannya pada Ohm berkembang sejauh ini. Benar, karena itu.

Ia melirik sosok yang kini tengah terlelap di sampingnya. Besok waktunya mereka berangkat ke Jepang dan tim Blacklist memutuskan untuk menginap bersama. Tidak ada yang lebih membuat Nanon bahagia selain akhirnya bisa bertemu kembali dengan sosok di sebelahnya. Akhir-akhir ini mereka berdua sangat sibuk sampai tak sempat untuk sekadar bertemu. Ohm langsung memintanya untuk berbagi kamar begitu pengumuman menginap bersama dibagikan.

Nanon tersenyum, mengamati ketampanan lelaki itu yang semakin bertambah setiap harinya. Visual Ohm Pawat Chittsawangdee memang yang terbaik.





Ia melirik jam di ponselnya. Pukul tiga pagi.





Ah, biarkan saja seperti ini. Nanon bisa mencuri waktu tidurnya di pesawat nanti.



Tale of Spring and WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang