Beautiful Tomorrow

329 52 2
                                    

[reupload from my Twitter acc]

WARNING!

» mention of mental illness

⊱ ────── {⋅. ✯ .⋅} ────── ⊰

"Lo tuh beruntung banget deh, Non. Iri gue sama lo."

Hidup Nanon itu perfect. Itu kata orang-orang yang mengenalnya.

⊱ ────── {⋅. ✯ .⋅} ────── ⊰







"Lo tuh beruntung banget deh, Non. Iri gue sama lo."

"Ah, Nanon mah enak lah. Dia ga harus mikirin soal uang."

"Lo pernah jadi apa sih Non, di kehidupan sebelumnya? Bisa dapet pacar kayak Ohm, huhu ..."

"Oohh ortu lo tuh yang pengusaha itu? Seriusan? Kok ... lo ga keliatan kayak gitu, Non?"

"Kayak gitu gimana?"

"Gue kira gaya hidup lo juga kelas atas. Secara, perusahaan ayah lo dimana-mana."





Hidup Nanon itu perfect.



Itu kata orang-orang yang mengenalnya.





Orangtua lengkap, harta benda yang tak akan habis meski sudah tujuh turunan, ia juga punya saudara dan kekasih yang sangat menyayangi dan menjaganya.

Belum lagi prestasinya, baik dalam bidang akademis maupun non akademis. Menjadi ketua UKM Seni selama 2 tahun berturut-turut, aktif sebagai model dan influencer, dan IP nya meski bukan yang terbaik, namun tidak pernah di bawah rata-rata.

Kurang apalagi?

Kurang. Nanon yang selalu merasa dirinya kurang.

"Non, kamu itu hebat. Kamu udah sejauh ini. Kamu udah bertahan sejauh ini. Semangat, ya?"

Bohong.

Nanon tidak pernah merasa hebat. Kalau ada yang harus diberi penghargaan, itu bukan dirinya. Itu orang-orang yang memaksanya sampai bisa ke tahap ini.

Oke, ralat. Mungkin bukan memaksa. Tapi tetap saja, kalau bukan karena mereka, Nanon sudah lama menyerah.

"Non, kamu lagi ada masalah? Mau cerita sama aku, gak?"

Ada, Ohm. Ada. Nanon ingin sekali berteriak di hadapan kekasihnya. Tapi tentu saja tidak mungkin. Ini cuma hal konyol.

Masalahnya di aku, kenapa aku tidak pandai bersyukur?

Kenapa ada orang seberuntung aku? Di saat orang-orang di luar sana melarat? Kesusahan? Bagaimana caranya agar mereka tidak lagi merasa kesulitan?

Padahal Nanon sudah berderma hampir tiap minggu, padahal ia selalu berdoa tiap malam agar setiap orang mendapat kebahagiaan mereka, padahal tiap kali ia mengulurkan tangan, Nanon selalu berharap itu bisa meringankan beban-beban mereka.

Nyatanya tidak. Nyatanya hatinya tidak pernah tenang, tidak pernah puas.



















"Orang kayak lo mana pernah ngerasain sih? Semuanya udah punya!"

"Gausah sombong, lo begini juga karena orang-orang di sekitar lo."

"Bangga buat apa? Kan dia begitu juga karena punya koneksi."

"Jangan lupa, kamu harus bisa jaga sikap ya Nanon, jangan sampai malu-maluin ayah."

Tale of Spring and WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang