👑 TKoTI Δύο 👑

800 148 16
                                    

Sejuk, cerah, bersinar, dan damai. Empat kata yang dapat disimpulkan dari salah satu kerajaan besar yang ada di atas awan sana.

Mereka semua yang menghuni di situ mempunyai ciri khas yang sama. Berkulit putih bersih, dengan rambut berwarna putih bersinar, dan pakaian mereka terlihat dominan putih selain warna emas yang mencampuri.

Lambang neró, simbol air berwarna keemasan. Itu adalah salah satu ciri khas mereka, lambang sebesar lima sentimeter yang terdapat di tubuh mereka. Ada yang di telapak tangan, punggung tangan, punggung badan, lengan, paha, dan bagian-bagian tubuh lainnya yang menjadi simbol dari penghuni suci di sana.

Kerajaan langit dari dewa dan dewi kehidupan.

Kastil yang dipenuhi dengan buah anggur yang berada di tiap pohon yang terlilit di palang dan dinding yang terbuat dari emas putih, daun-daun hijau bermekaran di kerajaan besar dan megah yang berdiri di atas awan.

Seorang paras yang terlihat cantik dengan rambut yang berwarna silver ditutup bagian belakangnya dengan veil putih, yang bagian ujungnya terdapat kain dengan benang emas kecoklatan.

Bajunya seputih dan selicin sutra dengan kain sambung yang melilit di leher sampai bawah kakinya, dengan bagian yang terbuka di lengannya juga bagian dada.

Ia terlihat duduk di atas batu di pinggir salah satu air mancur yang berada di sisi kerajaan. Lambang neró berada di belakang lehernya yang mempunyai kulit seputih kertas dan sejernih air.

Ia menyelupkan kedua kakinya di air yang bersih dan terlihat sangat bening membuat suara cipakkan air terdengar.

“Erestha, kau sudah sepanjang hari berada di sini. Candance pasti sebentar lagi akan kembali dengan sisir itu, ayo masuk,” ucap salah satu dari dua pelayan yang berdiri di belakang anak dewi itu.

Erestha Afreedit, putri terakhir dari pasangan dewa Zóey dan dewi Synnefo. Dewa dan dewi yang mengatur awal atau tanggal kelahiran seseorang, juga menyusun dan memegang kendali kehidupan di alam semesta.

“Tidak bisa, Candance sudah terlalu lama di bawah, ia harus kembali sekarang dengan sisir emasnya, itu pemberian ayah.” Erestha mendongak setelah melihat pantulan dirinya yang amat cantik itu di air ke arah Aira, pelayan setianya yang baru saja bicara.

Matanya yang berwarna cokelat muda di iris kiri, dan berwarna biru laut di iris kanan. Terlihat sangat sempurna sebagai dewi tercantik dari ketiga saudarinya yang lain.

Bibirnya tipis berwarna merah ranum, bulu mata lentik dan sebuah titik merah tercoret di dahinya di antara kedua alisnya yang rapi.

“Sebentar lagi, ia pasti kembali, Erestha. Ayo masuk, kau dicari Dewi Synnefo.” Uzuri, satu pelayan setianya yang lain kini angkat bicara juga saat merasa Erestha sudah terlalu lama meredam kakinya di air.

Erestha mengeluarkan kakinya yang terdapat gelang kaki emas di pergelangan kaki kanan, ia berjalan menyeret bajunya yang sedikit basah di bagian bawah.

Semua melihatnya yang sangat rupawan tengah menaiki tangga dengan mengambil persembahan yang tadi dipegang oleh Aira.

Erestha masuk ke dalam kerajaan besar dan sejuk itu kemudian menuju ke salah satu pintu dan membukanya.

“Dewi Synnefo,” Erestha membungkuk sedikit dengan tersenyum ke arah ibunya yang sedang berbaring menyamping di kursi dengan menopang kepala dengan sebelah tangannya.

Dilukis oleh beberapa ahli seni kerajaan yang mengelilingi dewi Synnefo, melukis di tiap sisinya.

“Erestha, dari mana saja kau seharian tak terlihat?” Synnefo berucap dengan beralih mata menatap pada anak bungsunya yang tengah meletakkan sajian yang ia pegang di tepi tanaman dan menyiramnya.

The King of Tenebris InferniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang