👑 TKoTI Επτά 👑

750 162 90
                                    

Erestha terdiam memaku, kakinya seolah tak bisa hanya bergerak setelah mendengar suara iblis itu yang terngiang menembus pendengarannya membuat seluruh bulu kuduk dewa dan dewi di sana merinding saking mengerikannya. Bahkan ketika mendengar itu Erestha merasa darah kehidupan tak lagi mengalir di dalam nadinya, ia benar-benar dibuat mati hanya karena satu kalimat Egnise.

Wilayah itu benar-benar seperti neraka, terbakar oleh api dan mereka tak bisa memadamkannya. Bahkan ketika api mengobar nyala dan panas di kaki masing-masing, mereka sepenuhnya berusaha memadamkan api yang sangat panas dan membakar ujung pakaian mereka.

Erestha terpaku pada Egnise seorang, matanya sama sekali tak berkedip menatap pada iblis itu yang juga hanya menatap ke arahnya. Erestha bergetar melihat iblis itu, seluruh tubuhnya terguncang sampai darahnya sekali pun saking mengerikannya hawa makhluk satu itu.

Egnise dengan perlahan menaikkan sebelah sudut bibirnya dengan mata merah disertai pupil yang menghitam tak menoleh ke arah mana pun selain Erestha yang makin membuat dia sangat lemas ketika melihat seringaian iblis itu.

Membuat Erestha kehilangan keseimbangannya hanya karena hal kecil tersebut, tapi terlihat bahwa Egnise yang tak menghilangkan seringaian itu sedikit mengangkat dagunya sekitar satu senti membuat Erestha yang hendak terjatuh itu tetap berdiri.

Erestha makin tercengang, ia merasa tubuhnya dapat dikendalikan bahkan tanpa gerak dari rajanya raja iblis itu. Membuat Erestha makin tak percaya apa saja hal yang ada pada iblis sepertinya. Ia merasa lututnya sudah sangat lemas, tapi ia tetap berdiri dan ia benar-benar merasa sesuatu yang transparan menopang tulang belakangnya.

Egnise yang melihat keterkejutan dari Erestha itu makin menaikkan garis senyuman di salah satu sudut bibirnya makin lebar, dan tepat setelah itu, perlahan api di neraka yang membakar seluruh kerajaan itu dari pondasi sampai atap sekali pun mulai padam dengan hilangnya api dari sayap Egnise.

Perlahan, kedua sayap hitam yang sangat besar yang terlihat terbakar oleh api itu kini menghilang dari bawah, bersamaan dengan hilangnya api yang ia buat terbakar di sana. Saat percikan api terakhir di sayapnya menghilang menunjukkan sayap dengan bulu hitam kokoh itu membuat sepercik api terakhir menghilang dari kerajaaan.

Itu, kah iblis? Makhluk kuat dan mengerikan itu, kah yang memimpin ribuan iblis yang hadir di sana?

Erestha masih tercengang seolah tak percaya dengan apa yang ia lihat. Mata berwarna merah menyala dengan pupil hitam pekat di kedua bola matanya seperti memancarkan sesuatu yang buruk. Hanya kegelapan dan keburukan.

Berbagai serangan terlempar padanya, tapi langsung hangus terlebih dahulu bahkan belum sampai di pandangannya.

Egnise menatap sekeliling dengan perlahan, dari ujung matanya ia memerhatikan tiap sudut kerajaan Dewa Zóey. Tatapannya bergerak dari sudut mata ke sudut mata yang lain dengan sangat perlahan, seolah mendeteksi tempat itu dengan matanya.

Erestha menatap pada ayah dan ibunya yang terlihat tak kalah terkejutnya karena kehadiran iblis itu.

Bagaimana bisa seluruh api yang tak bisa dipadamkan oleh dewa dan dewi sekali pun langsung lenyap bersamaan dengan padamnya api yang mengibar di sayapnya yang kokoh dan besar itu. Iblis yang disebut-sebut dalam sejarah yang selalu membawa kutukan.

Egnise mengangkat satu tangannya ketika satu serangan panah dengan cahaya biru mengitari anak panah yang melesat bak kilat ke arahnya, seketika langsung terhenti di udara saat tangan Egnise yang terbalut oleh sarung tangan hitam itu terangkat ke udara.

Egnise menurunkan tangannya yang sempat terangkat untuk menghentikan serangan kilat yang bahkan tak Erestha lihat ketika diserang padanya.

“Sangat tak sopan penyambutan berupa serangan bertubi-tubi padaku yang padahal sudah memberitahu niatan baikku datang ke sini,” ucap Egnise yang tak memberhentikan matanya melihat pada sekeliling.

The King of Tenebris InferniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang