Pikiran Sehun kalut.
Ia berjalan ke mana pun kakinya membawanya—ke tempat yang sering ia kunjungi dengan si kecil. Seluruh tubuhnya luruh ke bawah tanah saat ia telah mengelilingi seluruh blok itu dan kembali ke taman tempat mereka sering menghabiskan waktu makan siang bersama.
Di mana kamu, Baekkie?
"… Papa?"
Sehun mendongak kala mendengar suara khas anak kecil itu. Matanya mencari-cari keberadaan anak kecil itu yang berada tak jauh dari dirinya.
"Paman, itu Papa!"
Anak itu menggoyangkan tangan yang menggenggam dirinya dengan cepat. Senyuman lebarnya tercetak jelas pada wajah kecilnya, sangat kontras dengan ekspresi dingin pria di sebelahnya.
Karena merasa pria di sebelahnya tidak bergerak sedikit pun dari tempatnya, Baekho melepaskan tautan tangannya dan berlari cepat menghampiri Sehun.
"Papa!" panggilnya riang.
Sehun yang awalnya ingin menumpahkan segala emosinya itu langsung membawa Baekho ke dalam dekapannya. Baekho yang didekap tiba-tiba itu hanya bisa menelengkan kepalanya, tidak tahu apa yang sedang terjadi.
"Ke mana saja kamu, Baekkie?" Sehun bertanya pada akhirnya.
"Bersama paman itu, Papa. Katanya dia keluarga Baekkie?" Baekho menjawab dengan bingung.
Sehun sontak menengadah setelah mengingat kalau anaknya tidak sendirian.
Pria itu menghentikan langkahnya sekitar satu meter dari mereka berdua, hanya mengamati dalam diam dengan sebuah senyum miring. Tatapan mereka bertemu. Keduanya terdiam, tidak ada yang memulai pembicaraan.
Pria itu mendengus sebelum berjalan melalui Sehun dan berkata pelan, "Sampai jumpa. Jaga dia baik-baik."
Mata Sehun terus mengikuti langkahnya hingga sosok itu menghilang.
Tidak mungkin ia mengingatnya, kan?
Sehun menggeleng pelan untuk mengusir pemikirannya itu. Mana mungkin atasannya itu mengingat dirinya, apalagi kalau dia suka bergonta-ganti pasangan.
"Papa? Papa kenapa?"
Suara si kecil menarik Sehun kembali ke kenyataan. Ia memaksakan sebuah senyuman pada wajahnya dan meyakinkan dirinya.
Yang penting Baekkie tidak apa-apa, pikirnya.
Sehun lalu berdiri lebih dulu dan menggandeng tangan Baekho. Mereka berjalan dalam diam selama perjalanan singkat itu. Baekho yang seolah mengerti keadaannya pun tidak mengatakan apa-apa.
Setibanya mereka di tempat penitipan anak, Sehun menyejajarkan tingginya dengan Baekho. Ia menatap cemas pada anak semata wayangnya itu. Kedua tangannya menangkup wajah Baekho, ibu jarinya mengusap pelan pipi si kecil.
"Kamu benar-benar membuat Papa khawatir, Baekkie," lirihnya masih sambil menggerakkan ibu jarinya.
Baekkie meletakkan kedua tangannya di atas tangan Sehun. Dengan polosnya ia berkata, "Paman itu baik kok pada Baekkie. Paman itu juga memberikan makanan dan menemani Baekkie."
Sehun menghela napas. "Baekkie, ingat tidak? Papa pernah bilang, jangan mengikuti orang asing," ujarnya sabar.
Baekho mengangguk cepat. Ia lalu menyahut, "Tapi dia kan teman Papa?"
Sehun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Pria itu bukan temannya, tapi dia jelas tahu kalau pria itu juga bukan orang jahat—terhadap anak kecil.
"Berarti Baekkie boleh, kan, dijemput Paman itu kalau Papa sibuk?"
Kali ini Baekho menatapnya dengan binar-binar dalam matanya. Sehun menatapnya bingung, kenapa anaknya sesuka itu menghabiskan waktu dengan mantan atasannya?
"Apakah bersama Paman itu sangat menyenangkan?" Sehun kembali mengajukan pertanyaan.
Baekho langsung mengangguk antusias. "Walaupun tidak seseru saat bersama Papa, tapi bermain dengan Paman itu seru!"
Sehun hanya menggeleng pelan lalu mengacak rambut anaknya itu. "Lain kali, jangan ikuti siapa pun yang mengaku sebagai teman Papa, mengerti?"
Baekho hanya mengangguk kecil. Sehun lalu berdiri dan meminta Baekho untuk masuk, sementara dirinya akan kembali bekerja—seperti hari-hari biasanya.
Walaupun kondisi anaknya baik-baik saja, seharian itu kepala Sehun dipenuhi berbagai macam spekulasi. Ia tidak bisa berhenti memikirkan kemungkinan kalau mantan atasannya itu tahu kalau Baekho adalah anaknya. Hal itu membuat Sehun tidak terlihat seperti dirinya sepanjang hari.
Perlahan-lahan, ia mulai melupakan pertemuannya dengan pria itu. Hari-harinya sudah kembali normal saat sebuah panggilan dari pemilik mall itu datang kepadanya.
Sehun kira ia melakukan kesalahan selama ia bekerja. Atau mungkin kinerjanya tidak begitu bagus. Namun saat ia menginjakkan kakinya ke dalam ruang kerja pemilik mall yang berada di lantai tujuh, waktu seolah berhenti berputar.
Kegelisahan yang ia rasakan sebelum memasuki ruangan itu semakin kuat. Langkahnya yang turut memberat perlahan berjalan mundur.
Sosok pria di dalam ruang kerja yang menyadari kehadirannya pun mendongak. Kacamata bulat yang bertengger manis pada batang hidungnya diletakkan di atas meja kerjanya. Seulas seringai perlahan terlukis pada wajah tampannya.
"Lama tidak berjumpa, Host?"
"Atau aku harus memanggilmu … Sehun?"
❷Evenfall❷
Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan~
Oke jadi— panjang chapternya bakal bervariasi banget dan … alurnya agak cepet yak~
18.04.21
★
KAMU SEDANG MEMBACA
EVENFALL
Fanfiction(n.) the onset of evening; dusk ... senja ★ Sehun, yang dulunya bekerja sebagai seorang host, memutuskan untuk berhenti dan mencari pekerjaan baru karena suatu alasan. Karena alasan itu pula, ia bertemu kembali dengannya. Dia, yang menjadi alasan ut...