Characters : Red Velvet Yeri
Author : CloudySummer_Semilir bayu meniup sang mega hingga menciptakan celah bagi sang indurasmi untuk memancarkan rucita sinarnya yang kemudian berhasil menembus jendela kamar yang terbuka lebar.
Di pojok ruangan, sang pemilik kamar terduduk lemas dengan tirta yang mengalir deras dari netra kelamnya yang tampak sendu.
Surai hitam legamnya tampak rancu, kusut. Kedua lengannya mendekap lutut. Angannya kembali pada momen beberapa jam yang lalu. Kilas balik di saat di mana sang Ayah tiba-tiba memasuki rumah dengan keadaan kusat-mesat.
Pria itu berjalan dengan langkah lebar menuju lantai dua; sama sekali tidak memedulikan gadis kecilnya yang menyambut kepulangannya dengan menggebu.
"Ayah! Aku kangen!" Gadis kecil berparas elok dengan gaun selututnya terus berjalan mengekori sang Ayah yang tampak melangkah begitu gesit melewati belasan anak tangga marmer yang menghubungkan lantai dasar dengan lantai kedua.
Meski belum mendapat respon dari sang Ayah, tak embuh membuat Kim Yerim menghentikan aksinya merebut atensi pria kesayangannya itu. Gadis mungil itu lantas berpugak meraih ujung kemeja sang Ayah.
Yerim bersorak dalam hati saat langkah sang Ayah tungkap dan daksa kekar itu perlahan berbalik menatapnya.
Senyuman terbaik yang tadi disiapkan Yerim untuk sang Ayah memudar, digantikan ekspresi takut bercampur bingung saat netra sang Ayah tampak sangat tajam menatapnya.
Apa Yerim berbuat salah?
Memikirkan segala kemungkinan yang mungkin akan terjadi jika sang Ayah marah membuat Yerim tanpa pikir panjang langsung menerjang sang Ayah dengan dekapan hangatnya.
Seluruh afeksi dicurahkannya dalam bentuk dekapan erat. "Ayah jangan marah, ya? Yerim gak suka Ayah liat Yerim begitu, serem."
Netra si gadis kecil terpejam. Bibirnya melengkung saat merasakan sentuhan tangan sang Ayah di bahunya. Lama ... beberapa detik ia mendamba dekapan balasan dari sang Ayah.
Namun yang terjadi justru hal yang tidak pernah barang sekalipun melintas dalam angan seorang Kim Yerim.
Sang Ayah menjauhkan tubuh Yerim dengan kasar. Menyentak lengan sang putri yang mendekap erat lengan kekarnya.
Netra si gadis kecil membola; shock.
"Mulai detik ini, kamu tidak punya hak lagi untuk dekat-dekat apalagi menyentuh saya."
Netra hangat Yerim yang selalu bersinar kini tampak temeram. Gadis itu tertegun menatap lantai marmer sampai tidak menyadari daksa sang Ayah yang telah hirap entah kemana.
Empat belas kata yang terlontar dari bibir sang Ayah bagai candrasa yang menusuk dan mengoyak relung hati Yerim.
Tidak boleh dekat-dekat Ayah lagi?
Tidak boleh menyentuh Ayah lagi?
Dua kalimat sederhana nan menyakitkan yang mampu menciptakan retisalya yang terasa perih dan menyesakkan dada.
Lututnya melemas; tak mampu menopang tubuh ringkihnya yang kini dura menghantam dinginnya lantai.
BRAK
Atensinya teralih; menatap penuh harap kearah pintu utama yang dibanting kuat. Pelakunya seorang wanita berparas menawan dan awet muda; Ibu dari Yerim.
"Bunda!" Gadis itu bangkit berdiri dan berlari menuruni tangga. Merentangkan tangan, hendak memeluk sang Ibunda.
Namun naas, Yerim malah tersungkur ke lantai. Pelukannya ditolak. Ditolak oleh sang Ibunda yang tampak cuek dan memilih untuk berlari menaiki anak tangga.
Ya Tuhan, ada apa ini?
Ayah dan Bunda yang selama ini dikenal Yerim tidak pernah sekalipun berlaku kasar padanya. Bahkan sebesar apapun kesalahan yang Yerim perbuat atau separah apapun kekacauan yang disebabkannya, mereka hanya akan melontarkan teguran ringan dengan tutur kata yang halus; seolah tak ingin sama sekali melukai hati Yerim yang rapuh.
Namun sekarang, Yerim ditolak. Pelukannya ditolak. Bahkan Ayah tampak sangat membencinya. Belum lagi tatapan sang Ibunda tadi; sangat dingin hingga membuat Yerim merinding ketakutan.
Belum usai semua gelabah yang meraupnya, kini hal buruk lain menghampiri.
Ayahnya berjalan tergesa seraya menyeret koper sedangkan sang Ibu berusaha mencegah dari belakang. Wajah jelitanya yang tidak pernah menua penuh dengan tirta.
"Kamu gak boleh pergi gitu aja, sialan!" Meski airmata tampak deras membasahi pipi, tak embuh membuat wanita itu lemah. Ditariknya lengan sang suami hingga pria itu berbalik, menatapnya dengan tatapan setajam belati.
"Jangan egois! Selama ini kamu membohongi dan membodohi saya! Dan sekarang kamu mau larang saya untuk pergi? Jangan harap!"
Pria itu berbalik kemudian melempar tatapan super tajam kearah Yerim yang meringkuk takut di lantai yang dingin.
Mendapat tatapan seperti itu dari sang Ayah membuat Yerim sedikit terguncang. Belum lagi tatapan penuh kebencian yang berasal dari kedua netra sang Ibu.
Tuhan, Yerim salah apa?
"B-bunda ...." Yerim bergumam lirih, menatap Ibunya dengan pandangan terluka.
Namun apa? Yang didapatnya malah perlakuan yang lagi-lagi menyakiti fisik sekaligus mentalnya.
Lengannya ditarik kasar.
"INI SEMUA GARA-GARA KAMU! KALO KAMU GAK LAHIR, SUAMI SAYA GAK AKAN PERGI!"
Raut ketakutan tergambar jelas di wajah polos Yerim. Lengannya dicengkram kuat hingga menimbulkan bekas kemerahan.
"Saya gak sudi lagi punya anak kayak kamu!"
Seusai mendorong tubuh Yerim dengan kasar, wanita itu berlalu pergi meninggalkan sang putri dengan hati hancur dan tirta yang tak hentinya mengalir membentuk sungai kecil di pipi putihnya.
Kenapa kedua orangtuanya memperlakukannya dengan begitu rodra? Apa semua afeksi mereka untuk Yerim sudah tumpas?
Gadis kecil nan malang itu melengung dengan perasaan rancu. Ia merangkap wajahnya guna meredakan isakan memilukan yang menggema di seluruh penjuru ruangan.
Yerim menjerit tertahan.
Mengingat semua hal itu membuat dadanya sesak; seolah semua oksigen di sekitarnya diserap habis.
Dersik bayu menderu. Udara malam ini sungguh menusuk tulang. Namun tak embuh membuat sang empunya kamar menutup jendela yang terbuka lebar dengan tirai melambai.
Perlahan, Yerim bangkit kemudian melangkah pelan menuju jendela. Dengan netra mengkilap oleh tirta, dia melempar pandangan pada sang bumantara yang jauh di atas sana.
Rembulan yang bersinar terang serta ribuan bintang yang bertabur tampak begitu rancak.
Surai hitam legam Yerim yang tampak semrawut dibuat melambai oleh sang bayu.
Lama menaruh pandang pada angkasa, Yerim mulai melamun. Suara tawa riang yang familiar tampak memasuki indra pendengarannya.
Hingga tak lama, di atas sana tampak wajah nan jelita yang tersenyum lebar memperlihatkan gigi-giginya yang tersusun rapi.
"Kakak?"
Di alam bawah sadarnya, Yerim bergumam. Terus memandangi wajah jelita yang amat dirindukannya itu.
"Yerim mau main lagi sama kakak?" Dengan antusiasme tinggi, Yerim mengangguk. Semua gelabah yang tadi mendekapnya entah bagaimana kini lenyap seketika entah kemana.
Wajah di atas sana masih saja tersenyum lebar. Tangannya terulur, seolah meminta Yerim untuk menggapai uluran tangannya.
Bersamaan dengan tangan mereka yang saling menggenggam erat, tubuh mungil seseorang jatuh tergeletak di pekarangan rumah. Gaun putihnya dipenuhi noda merah yang menggenang.
Indurasmi menjadi saksi bisu tentang harsa yang kini lengkara hingga mampu menusuk hati manusia dan membunuhnya perlahan.
Dari batin hingga ke fisik.
-FIN-
KAMU SEDANG MEMBACA
Kananta Constellation
FanficA collection of short stories SNSD 8 + 1, Red Velvet, & Blackpink from Redmare House author's.