00.08
"Sekarang bukalah lembaran baru. Mulailah dari esok awal kebahagiaan akan muncul. Ingat, jangan jadi orang pendendam ya."
-Sakha.
***
Insiden salah paham masih berlanjut di grup kelas. Semua teman sekelas mereka saling memanasi dan mengompori. Aresha yang memang memiliki hati lemah hanya bisa berdiam dan menangis. Sedangkan Sakha sudah seberusaha mungkin menahan teman sekelasnya agar tidak ada lagi yang membahas hal ini. Quila yang memang tak sangat dekat dengan Aresha mengerti situasinya karena Quila tau apa yang sebenarnya terjadi. Tanpa basa-basi Quila langsung menelpon Aresha.
"Halo? Sha? Lu baik-baik aja kan?"
Setelah insiden dipanggil guru kesiswaan lusa kemarin, Sakha dan Aresha menjaga jarak jika bertemu guru sebisa mungkin. Di kelas pun hanya sekedar.
Insiden tersebut berlanjut sampai hampir seminggu lamanya. Kini Aresha sudah tak seperti biasanya lagi kumpul Bersama teman semasa orientasinya. Bahkan kini Quila yang sering menawari Resha untuk ke kantin Bersama. Setidaknya bagi Resha saat itu yakni masih ada yang berhati baik mengerti dirinya.
Sakha dan Resha dikabarkan putus di media line. Semua status bahkan profil bio line mereka kosong semua. Sebenarnya hal itu diusulkan oleh Sakha agar semua mereda. Agar tak ada kecanggungan lagi di kelas mereka. Hingga pada akhirnya semua kembali pada tempatnya. Resha yang terkadang duduk di depan Bersama Sakha kini sudah duduk kembali di tempatnya. Walau teman sebangkunya sering memanas-manasi dirinya, tetapi dirinya selalu diam karena teringat kata Sakha, "Sesungguhnya hanya mereka yang bodohlah yang sedang berniat buruk." Karena itu Resha lebih memilih diam karena logikanya Sakha menyampaikan agar jangan menjadi seperti orang bodoh yang terpancing niat buruk mereka.
***
"Sha, besok kita jadi jalan kan?" tanya Sakha saat keduanya kini tengah berada disebuah toko buku.
"Jadi, Kha. Aku yang jemput kamu atau kamu yang jemput aku?" tanya Resha dengan mata tetap berada pada deretan novel-novel yang berada di rak buku.
"Aku aja deh, sekalian izin sama mama dan papa mertua. Hehe."
"Sa ae lu bocah," ucap Resha dengan tangan kanannya yang menyentil jidat milik Sakha.
"Sakit egee! Lama bener sih milih bukunya? Sebenarnya mau beli apa engga?"
"Engga, kan Cuma mau habisin waktu doang."
"Shaaaaa ...," gemas Sakha.
"Iya-iya. Laper? Ya, udah ayo cari makan." Resha lantas menarik tangan Sakha keluar menuju parkiran untuk mencari makan.
Mereka menyusuri kota Bersama, apa ini definisi dunia milik berdua? Tertawa tak menghiraukan tatapan pengendara lain, berbicara dengan lepas, bahkan terlihat sangat bahagia. Sakha berkata, "jika suatu saat kita putus atau pisah, sudah dipastikan semua tempat, semua sudut penuh kenangan kita." Aresha yang mendengar hal itu langsung mengeratkan pelukannya di pinggang Sakha, seakan-akan memberi kode bahwa Aresha tak ingin Sakha pergi dari hidupnya. Sakha yang melihat tingkah gemas Aresha dengan spontan mencubit pipi tembam milik perempuan itu. 'Akan aku pastikan kamu menjadi yang terakhir untukku, Aresha.' Begitu ucap janji Sakha pada dirinya sendiri.
***
"SAKHA!!!!!" panggil bundanya. Sakha yang kini tengah berada di dalam kamarnya dan tengah berbincang dengan Aresha di telepon harus terpaksa terjeda sesaat karena panggilan dari bundanya.
"Sayang, tunggu sebentar ya, aku dipanggil bunda," beritahu Sakha. Terdengar deheman saja diseberang sana, tanda Aresha tak apa ditinggal sebentar. Sakha keluar kamarnya menuju suara di mana Bundanya berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakha Resha
Teen FictionNb: Slow Update sementara waktu. "Namamu memiliki arti lain. Tapi bagiku kau bagaikan Pyxis, kecil tapi berarti." -Sakha Sakha, laki-laki tempramen yang tetapi sangat diidamkan oleh banyak perempuan. Ini bukan kisah bad boy atau cool boy. Laki-laki...