00.03
“Hal apa yang aku rasakan ini? Mengapa saat disisinya aku selalu bisa tertawa lepas?”
-Aresha Rava Arbella
***
Sudah selama beberapa hari ini Sakha selalu dekat dengan Aresha. Entah itu hanya modus atau memang benar-benar ada yang harus dibicarakan. Baik Sakha maupun Aresha benar-benar keduanya merasakan kenyamanan yang benar-benar nyaman. Bahkan saat sedang makan siang dengan teman-teman perangkat kelas lainnya, Sakha sedang memberi lelucon yang sebenarnya sangat garing a.k.a jayus. Tapi tidak bagi Aresha. Aresha sukses tertawa hingga terpingkal olehnya.
“Apaan dah lu, Kha. Lu juga Sha, apa yang lucu sih?” ujar Siska merasa kurang nyaman karena Sakha dan Aresha terus-terusan tertawa. Padahal bagi Siska tak ada yang perlu ditertawakan karena tidak mengandung unsur lucu sama sekali.
“Hanya kita berdua yang tau. Hahaha,” kata Sakha dengan melanjutkan tawanya. Diikuti juga dengan Aresha yang tertawa juga. Mungkin ini makanan tidak akan membuat perut seorang Aresha merasa kenyang akibat tertawa terus-menerus.
Seusai makan mereka kembali ke rumah masing-masing yang tentunya Aresha diantar oleh Sakha. Justru itu tanpa sepengetahuan Kenzo. Jika Kenzo tau mungkin ia akan mengamuk atau mungkin merajuk a.k.a ngambek? Tapi sejauh ini Kenzo juga tau bahwa Aresha dan Sakha sudah sangat dekat.
Sakha sampai rumah pada pukul dua siang. Baru saja dia sampai garasi, disana sudah terparkir dua motor matic yang ia kenali adalah milik kedua sohibnya. Siapa lagi kalau bukan milik Kenzo dan Ray? Sakha masuk ke dalam rumahnya, disana terlihat mamanya sedang sibuk di dapur. Mungkin sedang menyiapkan makan siang?
“Ma? Dari kapan si Kenzo sama Ray di rumah?” tanya Sakha.
“Baru beberapa menit lalu. Mereka ada di kamar kamu, tadi udah mama kasih minum sama camilan. Kamu jangan langsung main. Mandi dulu sana,” ucap Mamanya.
“Yang mau main juga siapa, Ma. Paling juga mereka mau curhat-curhat enggak jelas terus endingnya minta buat tugas bareng.” Mamanya hanya berdeham.
Sakha berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Sedikit cerita, dulu rumah keluarga milik Sakha tidaklah memiliki dua lantai. Hanya rumah sederhana yang bisa ditempati oleh keluarga kecil tersebut. Tapi semakin tahun ke tahun, ayahnya mulai menyisihkan uang gajinya untuk membangun rumah. Awalnya beringin untuk membangun rumah di tempat yang beda. Tetapi Sakha memberi saran lebih baik rumah ini dijadikan tingkat. Dan alhasil rumahnya menjadi sepertu sekarang.
“Ngapain lu berdua ke rumah gue tanpa info-info dulu?” tanya Sakha langsung saat baru saja membuka pintu kamarnya.
“Ya tuhan, Kha. Biasain masuk yang benar kenapa sih. Untung teman lu ini nggak punya riwayat jantungan tapi yang punya riwayat jantungan kan lu. Kalau lu dikagetin kayak tadi asli lu udah mau pingsan pasti,” ujar Ray ditemani dengan ledekannya.
“Ngedoain lu?” Kenzo dan Ray sontak tertawa mendengar pertanyaan dari Sakha itu.
“Pengennya iya. Tapi kasian sahabat gue. Nanti gue malah kekurangan anak buah nantinya,” tambah ledek Kenzo.
“Kurang ajar lu.”
“Besok gue rencana mau nembak si Aresha, Kha!” ucap Kenzo blak-blakan. Sakha yang sedang membuka seragamnya, sontak memberhentikan kegiatannya. Sepertinya dia harus lebih cepat tanggap lagi untuk mendekati Aresha.
“Wiss, good luck ma bro!” ujar Ray dengan menatap Sakha meremehkan. Ray tau bahwa keduanya menyukai perempuan yang sama dan tugasnya sebagai sahabat hanyalah mendukung mereka berdua. Entah akhirnya siapa yang dipilih Aresha itukan pilihan hati orang lain. Bahkan Ray tidak mengompor-ngomporkan temannya tentang siapa yang akan cocok atau yang tidak cocok.***
Pagi-pagi sekali semuanya sudah berada di sekolah. Begitupun Sakha yang masih setia mengajak Aresha untuk berangkat ke sekolah Bersama. Selama berhari-hari berangkat sekolah Bersama Aresha, ia menjadi mengetahui bahwa keluarga Aresha hanya terdapat dua motor dan itupun satunya dibawa ayahnya bekerja dan satunya lagi dibawa oleh ibunya untuk mengantar jemput adiknya. Tak masalah bagi Sakha bila dirinya menjemput dan mengantar Aresha tiap hari. Dengan senang hati Sakha menjalaninya.
“Udah siap semuanya, Sha? Ada yang ketinggalan nggak? Biar bisa mungkin kita ambil sebelum lomba mulai?” tanya Sakha. Perlu kalian ketahui, penanggung jawab lomba semester ini dari kelas mereka adalah Sakha dan Aresha. Apa bisa mungkin mereka sampai menjadi couple goals di SMA Kumara ini.
“Udah, Kha. Gue udah siapin dari kemari sore.” Begitu Aresha menjawab. Sakha menangguk.
“Udah sarapan kan lu? Nanti malah pingsan lagi, ini sampai sore jam tiga lo, Sha. Sarapan bareng yuk, nih tadi gue sempet masak nasi goreng di rumah, ya mungkin rasanya nggak bakal seenak masakan cewek,” tawar Sakha. Sebenarnya bukan kebetulan Sakha memasak hari ini. Sakha sengaja bangun pagi mempersiapkan semuanya dan itu hanya untuk Aresha seorang. Sudahkah ini dinamakan bucin akut padahal belum jadian?
“Serius lu yang masak? Ibu lu pasti ya?” ragu Aresha.
“Yeee dikasih tau malah engga percaya, ibu gue mah tiap pagi pergi ke pasar, Sha.” Aresha menganggukan kepalanya, lantas ia memakan sesendok nasi goreng itu dengan telur gorengnya. Kebetulan juga dirinya belum sarapan hari ini.
“Em, Kha. Ini lu pakai bumbu instan apa bikin bumbu sendiri?” tanya Aresha. Karena bagi Aresha mungkin ini lebih enak daripada nasi goreng yang biasanya dia buat. Jujur dalam hati yang paling dalam ini Aresha mah.
“Bikin sendiri. Kenapa? Nggak pas ya rasanya?”
“Sumpah ya, bahkan ini lebih enak daripada yang gue buat. Nggak nyangka gue kalau lu bisa masak seenak ini.” Dipuji oleh Aresha seperti ini sungguh membuat hatinya berdebar. Sakha teringat hal kemarin yang belum diberi respon oleh Aresha.
“Gimana hal yang kemarin gue tanya? Udah ketemu jawabannya.” Hal yang ditanya oleh Sakha adalah sebuah kode sebenarnya, yaitu: Kalau gue lebih dari teman kan?
Pertanyaan itu berawal dari Sakha yang hanya berbasa-basi oleh Aresha via chat. Sejak mendengar bahwa Kenzo akan menembak Aresha, sepulang kedua temannya itu, Sakha langsung mendekati Aresha kembali.
“Uhuk, uhuk,” batuk Aresha mungkin tersedak akibat Sakha yang bertanya demikian. Pasalnya sejak kemarin Aresha dibuat salah tingkah sendiri dengan kalimat itu.
“Em, anu. Kha,…” ucap Aresha terpotong karena teman-temannya mulai berdatangan. Aresha bernafas lega sedangkan Sakha malah terlihat menahan kesal.
Selalu aja ada yang ganggu momen. Dikit lagi ini mah. Begitu batinnya berkata. Aresha melanjutkan makannya yang tertunda. Tadi inginnya dia juga menyuapi Sakha makan. Tetapi karena Sakha bertanya hal itu lagi membuat dirinya mengurungkan niatnya itu.
“Rajin banget lu berdua udah di sekolah aja,” begitu kata Ray.
“Perangkat kelas diwajibkan datang pukul setengah enam bantuin persiapan untuk lomba,” jelas Sakha.
“Tapi kenapa Cuma kalian berdua aja yang ada?”
“Yak arena kita perwakilan kelas. Cuma dua orang jadi gue sama Aresha karena waktu itu kita juga yang ikutan rapat gladi.” Ray mendengar penjelasan tersebut hanya ber-oh ria.
Awas aja, entar sepulang sekolah gue menjalankan aksi gue. Duh Aresha sayang I love you deh ya. Ucap batin Sakha.
***cuap-cuap author
Thank you yang udah baca cerita ini semoga bisa menghilangkan kegabutan kalian ya. Tetep #stayhome dan #stayhealthy yakAuthor manis,
Suci Pramesty
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakha Resha
Teen FictionNb: Slow Update sementara waktu. "Namamu memiliki arti lain. Tapi bagiku kau bagaikan Pyxis, kecil tapi berarti." -Sakha Sakha, laki-laki tempramen yang tetapi sangat diidamkan oleh banyak perempuan. Ini bukan kisah bad boy atau cool boy. Laki-laki...