░⃟⃜💚 36 [END] ░⃟⃜💚

4.5K 285 85
                                    

Mon maap, aku liat komen kalian di chapt sebelumnya kok malah ngakak ya:') padahal sebelumnya kalian hujat Rara, sekarang malah minta dihidupin😭🤲

*❀---❀---❀---❀---❀*
  ┃   ┃    ┃    ┃    ┃
  ┋   ┋    ┋    ┋    ┋
  │   │    │    │    ★
  ┆   ┆    ┆    ┆
  ┆   ┆    ┆    ┆
  ┆   ┆    ★   ✰
  ┆   ✰
  ┆
  ★



Pemakaman Hyera berlangsung pada siang hari. Langit berubah menjadi mendung, seolah-olah ikut bersedih atas kepergian seseorang yang mereka sayangi. Teman-teman Hyera, Renjun, Mark, dan guru-guru dari sekolah Hyera datang memberikan salam perpisahan untuk terakhir kalinya.

Selama pemakaman Hyera, Jihan, Yuna, Lami, dan Wonyoung tidak bisa berhenti menangis. Mereka masih tidak menyangka Hyera pergi untuk selama-selamanya. Apalagi Wonyoung, ia merasa terpukul sekaligus menyesal. Kalau saja saat itu Wonyoung menahan Hyera pergi, mungkin temannya tidak akan meninggalkannya secepat ini. Wonyoung hampir saja terjatuh kalau saja Jihan dan Yuna tidak memeganginya.

Renjun tidak menangis, namun hatinya hancur melihat tubuh Hyera secara perlahan terkubur dalam tanah. Renjun memaksakan dirinya agar tetap tegar, walaupun setengah raganya terasa telah hilang.

Mark sedih sekaligus menyesal. Sedih karena orang yang ia suka telah tiada, menyesal karena belum sempat mengungkapkan perasaannya. Mark menghela nafas pasrah, mau sebanyak apapun ia menyesal tidak akan membuat Hyera hidup kembali.

Diantara yang lain, Jaemin lah yang paling terpuruk. Ia memang tidak menangis seperti yang lain, namun lelaki itu terlalu banyak melamun. Air matanya tidak bisa keluar karena kemarin ia sudah terlalu lama menangis.

Satu persatu pelayat mulai pergi meninggalkan area pemakaman. Nenek Hyera sempat datang dan melayat ke pemakaman, namun ia pingsan karena tidak kuasa melihat cucu perempuannya pergi. Nenek Hyera langsung dibawa oleh Jeno ke rumah.

"Rara, sekarang Rara udah bahagia disana. Maafin bunda kalau selama ini belum bisa menjadi orang tua yang baik. Bunda sayang Rara, sayang banget. Istirahat dengan tenang ya, nak." Suara bunda bergetar karena menahan tangis.

"Rara, anak kesayangan ayah. Maafin ayah karena selama ini sibuk dan jarang ada waktu buat Rara. Kalau ayah kangen Rara, tolong datang ke mimpi ayah ya, nak. Ayah sayang banget sama Rara. Rasa sayang ayah gak akan pernah berubah buat Rara, malah akan bertambah setiap waktunya."

"Jaemin gak mau ngasih salam perpisahan buat Rara?" Tanya bunda pada Jaemin yang masih termenung menatap gundukan tanah di hadapannya.

"Kita tunggu diluar pemakaman, ya? Ayah kasih waktu 10 menit buat Jaemin disini." Ayah merangkul bunda lalu berjalan keluar pemakaman menyisakan Jaemin seorang diri.

"Ra." Hening, hanya ada suara desiran angin.

"Kalau kakak bilang sekarang kakak kangen sama Rara gimana?"

"Kayaknya Rara bakal ketawa. Padahal baru ditinggal sebentar udah kangen, gimana kalau besok? Sebulan? Setahun? Mungkin kakak bakal gila karena terlalu kangen sama Rara." Jaemin tertawa miris.

"Dulu kalau kangen, kakak masih bisa lihat wajah Rara. Tapi sekarang, kakak gak bisa lihat Rara lagi." Air mata Jaemin kembali keluar membasahi pipi mulusnya.

"Kakak kangen Rara, kakak kangen pelukan Rara, kakak kangen suara Rara." Dadanya terasa sesak.

"Tapi kalau ternyata Rara lebih bahagia disana, kakak bisa apa?"

"Kalau Rara bahagia, kakak bakal ikut bahagia. Tapi maafin kakak kalau bakal nangis lagi karena kangen Rara."

"Kakak pergi dulu ya, Ra? Semoga kita bisa ketemu lagi suatu saat nanti." Dengan berat hati, Jaemin menggerakkan kursi rodanya keluar area pemakaman.

[✓] My Brother | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang