CHAPTER 01

851 86 3
                                    

WELCOME TO SWEET'S
not edited.

"Oh, nak Dihyan?" Suara lembut ibu panti terdengar antusias untuk menyambut kedatangan putra sulung Adhikari. Tampaknya pria itu berpenampilan manis dengan kemeja abu-abu gelap yang melekat di tubuhnya sempurna, sama seperti penampilan biasanya. "Saya datang untuk mencari Mara." Suaranya yang serak dan rendah memanggil beberapa anak lain untuk mengintip dari celah-celah pintu kamar mereka.

Aku menatap sepasang mata yang menatapku begitu dalam, Dihyan tersenyum tipis dan mendekati tubuhku. Pria itu tersenyum lebar, dan tak lupa menyisir rambutnya ke belakang secara acak. Penampilan pria itu sangat memukau, sudah dua kali aku memujinya hari ini, ini tidak bagus.

"Hai," ucapnya pelan. Nafas hangatnya menerpa wajahku yang dingin karena sedang hujan badai di luar. "Hai?" Jawabku dengan nada bingung, rasa malu dan bahagia masuk ke dalam relung hatiku. Membuyarkan kalimat-kalimat yang sudah kupikirkan sebelumnya.

"Ayo pergi." Ajaknya, pria itu menarik tanganku lembut. Tapi aku tetap berdiri pada tempatku, sedikit membuatnya tersentak. Dihyan berhenti, pria itu lantas membalikkan tubuhnya dengan ekspresi yang tak bisa kubaca, "ayo pergi, Mara." Tekannya, aku menggeleng. Masih ada hal yang harus kulakukan di sini, aku tidak mau meninggalkannya tanpa menyelesaikannya.

"Maafkan aku, tapi aku harus mengerjakan tugas kuliah." Pria itu menatapku dari atas hingga bawah, tatapannya sedikit membuat aku merasa rendah. "Ayo, itu bisa kau lanjutkan setelah kita pulang." Dihyan, pria manis seperti gula itu menarikku dengan paksa. Memasukan tubuhku ke dalam mobil maserati abu-abu gelapnya dan duduk di bangku kemudi.

"Kau suka es krim mint?" Tanyanya membelah kesunyian jalan, hujan masih turun dengan lebat, lampu merah menyala dan membuat kami harus menunggu. "Suka." Balasku dengan suara bergetar, aku malu, aku tidak pernah sedekat ini dengan pria dewasa. "Bagus, karena aku akan mengajakmu ke tempat yang paling enak dalam menghidangkan es krim mint." Dihyan menarik tanganku dan mengenggamnya.

Tangannya menghangatkan tanganku yang dingin. Aku tidak tahu apa alasan pria itu membawaku untuk makan makanan sedingin itu di cuaca sedingin ini, tapi aku tidak mau membuatnya marah untuk sekedar menolaknya. Lagi pula, aku memang penggila suka es krim mint.

Hujan sedikit mereda ketika kami sampai, ada sebuah toko dengan kaca mengelilingi sisi-sisinya. Lampu yang menyala terang berbentuk nama Sweet's. Kami masuk dan duduk di dekat jendela, Dihyan merubah wajahnya ketika satu panggilan masuk. Rahangnya mengeras bahkan aku yakin ia akan membanting handphone itu jika tidak ada aku. Dia berdiri dan meninggalkanku sendirian.

"Tunggu sebentar." ucapnya tanpa suara.

Aku tidak mengerti sama sekali dengan pemikirannya ketika ia berlari menjauh dari meja. Tidak ada pengunjung lain selain aku yang duduk seperti orang bodoh, lalu lonceng di atas pintu kembali berbunyi ketika seorang pria masuk dengan tergesa-gesa.

Hoodie yang ia pakai terlihat basah, membuat warna biru muda yang membalutnya itu menjadi tua. Pandangan matanya bergerak ke sana kemari lalu berhenti ketika bertemu dengan tatapanku. Ia tersenyum dan dua lesung pipi terlihat, pria tu melambai ke arahku. Aku menatap kanan dan kiriku memastikan bukan aku yang ia sapa. Tapi tidak ada orang lain di sini.

"Hai! Kamu sendirian?" Tanyanya, aku mengernyit bingung. "Apa aku kenal kamu?" Tanyaku. Pria itu terkekeh dan matanya menatap kursi depanku yang kosong, "aku duduk ya." Sebelum aku menjawab tidak, pria itu sudah lebih dulu duduk dan mengangkat tangannya. Aku mendengus kesal.

"Aku Brenn Djaja Tan. Kita satu kelas seni." Ucapnya dengan nada bangga, pelayan datang dan membawa note kecil. Pria itu tersenyum pada pelayan perempuan yang wajahnya sekarang memerah, "saya mau green tea milkshake. Juga satu red velvet cake untuk perempuan cantik di depan saya." Pelayan itu mengangguk dan pergi ketika Brenn mengusirnya halus.

"Aku melihat karyamu kemarin, bahkan aku ingin membawanya pulang. Aku sangat suka dengan goresan-goresan terselubung yang kamu buat di lukisanmu." Brenn mengetuk-ngetukan jari panjangnya ke meja dan menatapku masih dengan senyuman bodohnya.

"Terimakasih." Ucapku kaku, lalu membuang pandanganku. "Apa yang membuatmu datang ke toko es krim di cuaca dingin ini?" Tanyanya, okay, aku mulai tidak menyukainya. Karena mulutnya selalu mengeluarkan pertanyaan dan pernyataan yang menurutku sangat tidak penting. "Karena aku mau, dan itu bukan urusanmu." Ucapku ketus membalasnya, pria itu lagi-lagi terkekeh.

"Aku mau kamu jadi temanku." Brenn tersenyum. Aku hendak menjawabnya kembali tapi seorang pria sudah menarik bajunya ke atas dan menghempaskannya ke lantai toko. Rasa panik menyerangku ketika Dihyan tiba-tiba datang dan menijak wajah Brenn yang masih tidak menyangka akan terkena serangan dadak dari chairman universitas kami. Dihyan Adhikari.

"Bocah!" Marahnya, aku berdiri dari kursi. Lalu menarik lengan Dihyan untuk menjauh. Brenn bangkit dan menendang wajah Dihyan, membuat pria itu dengan marah membalas tendangan itu dengan sikutnya. Aku terhempas ketika Dihyan melakukannya, dan ya, pinggangku menumbur ujung meja makan.

Kue yang baru kumakan tiga potong sudah berhamburan karena itu. Dihyan menghajar Brenn dengan amarah. Aku tidak mengerti, aku tidak bisa menghentikannya walau aku mencoba. "Berhenti Dihyan!" Teriakku sekali lagi, Dihyan menggerakan kepalanya sedikit untuk menatapku lalu terdiam sebentar.

Dadanya naik turun karena emosi, pria itu tersenyum miring lalu kembali menijak dada Brenn dengan cepat dan berbalik ke arahku. "Kau jalang kecil." Bisiknya serak, "aku menyuruhmu menungguku dan kau malah menggoda pria bocah." Ucapnya sambil menggertakkan gigi.

Kepalaku berputar ketika pria itu menampar wajahku, bibirku terasa perih ketika luka sobekan berhasil ia torehkan kepadaku. Aku tidak mengerti, aku ketakutan, aku mulai membenci seorang Dihyan Adhikari. "Mati kau." Ucapnya dengan desisan, disusul dengan jatuhnya tubuhku ke lantai toko.

Man, Over LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang