17. Selidik mata kucing -🌼

1.3K 291 55
                                    

"Hari ini, jadikan?" Taeyong terus membuntuti langkahnya sampai parkiran.

Cukup sudah kesabaran Jennie sedaritadi. Membiarkan pria itu terus mengoceh, ia fikir Taeyong akan berhenti mengajaknya membahas proposal di cafe. Jelas tidak mau, Jennie sudah mempunyai seseorang. Dan sekarang pun, sebenarnya Jennie takut, takut Lisa hadir, dan ia belum menyiapkan kata agar tidak terjadi kesalahfahaman.

"Yong," Jennie menarik nafasnya dalam-dalam. "Urus yang gitutuh bisa besok, di sekolah aja!"

"Tapi------"

"Maksa dih,"

Praktis mulut Jennie melebar saat mendengar dentuman suara tersebut. Nampaknya, Jennie tak sadar jika Lisa sedaritadi memandanginya dari kap mobil. Perlahan-lahan Jennie menoleh, mendapati kekasihnya sedang mengemut permen.

"Pulang gak?"

Seperti maling yang terciduk, tetapi seperti anak kecil yang ketahuan jajan eskrim saat flu, Jennie mengangguk kaku. Mungkin awalnya terkejut dan takut. Namun tatapan angkuh dan auranya itu seolah memberitahu bahwa Lisa yang terbaik, Jennie tergelak sendiri. Jantungnya memompa dengan cepat, hari ini, Lisa begitu mempesona. Meski hari-hari di belakang Lisa tetap Lisa, yang menakjubkan.

"Atau mau pulang sama dia?"

"ENGGAK!" Layaknya Marquez yang menyalip rivalnya, begitu cepat.

Lisa tersenyum menang, lalu turun dari kap mobil dengan lirikan tajam pada Taeyong. Setelah Hanbin, inilah cobaan Lisa untuk menjaga Jennie agar tetap dalam peluknya. Ia takkan jengah.

Lisa tak mau menyalahkan siapa-siapa, karena memang jalan remaja seperti ini. Akhir-akhir inipun, Jennie susah sekali diajak keluar, itu akibat kesibukannya di Osis, dan mendengar bahwa Jennie ingin naik di pimpinan tahun ini.

Menolak? Apa-apaan, tentu saja Lisa mendukung. Dan tantangan nya adalah, harus tabah melihat Jennie banyak bercengkrama dengan rekan pria nya.

"Sibuk ngurus osis, atau sibuk ngurusin Taeyong?"

"Ihh!" Jennie mencubit sisi perut Lisa. "Apaan sih ah!"

Tentu saja itu bercanda. Lisa sedang tak dalam mode kebakaran. Keduanya sedang baik-baik saja. Tak ada marah berkepanjangan. Meski Jennie sibuk, tapi Lisa tahu gadis itu tetap menjaga hatinya. Lisa percaya.

"J ..."

"Hm?" Deham Jennie yang sedang memasang sabuk pengaman.

"Cinta kamu luntur gak sih buat aku?"

Praktis Jennie menoleh. Boro-boro luntur, yang ada setiap harinya terkejut dengan pesona Lisa yang makin-makin, Jennie sendiri tak mengerti. Mungkin di masa beranjak umur mengakibatkan gadis itu berubah secara kasat, membuat auranya semakin pekat, dan semakin yakin untuk Jennie bawa ke masa depan, eh.

"Dikata cucian!" Jennie memelototinya. "Makin gila yang ada aku sama kamu!" Setelah itu Jennie membuang pandang, malu sendiri.

"Hahahaha," Lisa meraih sebelah tangannya. "Yaudah deh, gak gagal inimah,"

"Gagal apaansih?!" Masih bersungut, namun Jennie tak menatapnya. Malu, yang ada Lisa tertawa melihat pipinya yang menyeruak merah.

"Buat aku nikahin nanti, hahahaha!"

"TERSERAH!" Teriak Jennie, lalu menarik lengannya yang sedang digenggam oleh Lisa. "MALU!"

Lisa makin meledakan tawanya. Satu sifat yang Lisa sukai dari Jennie, adalah kepolosan dari tingkahnya. Apalagi jika sudah bermanja padanya. Lihat sekarang, lagi-lagi membuat Lisa merasa gemas di ambang batas, Jennie yang kini menutup wajahnya menggunakan tas.

About Us [Jk.Lm]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang