Extra Part - Pelangi di matamu -💐

2.9K 309 151
                                    

***

"Kenapa Lisa jarang main sih sekarang?"

Deg!
Jennie serentak menurunkan wadah cemilan nya. Kunyahan nya melambat, seraya kepalanya menoleh pada sang Ibu. Begitupun Ibunya yang menoleh lalu mengangkat sebelah alis.

"Kenapa? Masih berantem?"

Jennie menelan dahulu sisa makanan. Setelah itu menatap mata sang Ibu. Lagi dan lagi, mendengar nama Lisa menggetarkan seluruh tubuh.

Selubung luka, rindu, dan cinta terkemas rapi dengan rasa bersalah. Jadi, bisakah kita simpulkan jika Jennie melegakan rasanya ia akan tenang melepas Lisa? Tidak. Barangkali, Jennie yang keras kepala mempertahankan cinta yang sudah tak ada. Hanya satu, Jennie pun mau menerima keputusan dan berdamai.

Barulah, keduanya akan sama-sama pergi.

"Jennie?"

"Ah, iya Ma?" Jennie mengerjap. Sejurus itu Ibunya mengusap kepala. Senyumnya, bagai tahu apa yang tengah Jennie alami.

Namun catat, Ibunya masih belum tahu. Barangkali kemarin tak mendengar atau tak percaya saat Jennie meracau di kamarnya. Yang Ibunya tahu, Jennie hanya merindukan si Akang.

"Kenapa sama Lisa?"

"Ma ..."

"Cerita aja, sini sayang."

Mendengar itu, lolos helaan nafas Jennie dengan kasar. Gemuruh mulai berdatangan. Bagai puing-puing yang disedot magnet, semuanya kembali bersatu, barangkali menjadi segunung luka.

Mata Jennie praktis memanas saat Ibunya merangkul. Menatap kosong ke depan bersama khayalan Lisa. Lisa yang sudah jauh melangkah dan Jennie masih di sini, masih berharap. Lisa yang bukan miliknya, haha lucu.

"Jennie ..."

"Jennie?" Ulang Ibunya.

"Jennie ..."

"Jennie kenapa sayang?" Mengusap lagi kepala sang anak dengan sabar. Jennie menunduk, menggigit dalam bawah bibirnya.

Panas lagi. Padahal, Jennie mati-matian meredakan nya. Berhasil beberapa menit adem, lupa sejenak tentang semua rasa kalut, dan sekarang kambuh lagi. Sepertinya, jujur kepada Ibu adalah kewajiban. Apalagi si Mama nanya-nanya terus.

Malam ini, Jennie harus lagi melewatinya dengan tangis. Berharap ia akan tidur tenang tanpa bayang-bayang Lisa. Nampaknya, itu mustahil.

"Jennie putus sama Lisa,"

"HAH?!"

"Jennie putus ..."

Jennie kini memejamkan matanya. Pundaknya mulai bergetar. Semua sikap dan rasa yang Lisa sudah selesaikan memborbardir. Betapa bodohnya Jennie kemarin.

"Hei, lihat Mama sini!"

Jennie terpaksa mendongak, Ibunya menarik dagu, dan memalukan sekali wajahnya sedang ada pemandangan air terjun. Jadi, meski sakit, ia harus memaksa senyum kini.

Sial, tidak bisa.

"Kenapa bisa sampe putus? Yaampun, kalo ada masalah tuh beresin baik-baik sayang. Ih nangis, jelek ..." sentuhan Ibu bak kapas, sangat lembut. Menghapus jejak demi jejak air matanya.

"Ini salah Jennie, ini salah Jennie. Jennie bodoh!"

"Jennie yang kekanak-kanakan, Jennie bodo, Jennie nyesel Ma, Jennie nyesel!"

Melihat Jennie menangis sembari memukul-mukul bantal sofa yang berada di pangkuannya, antara gemas sekaligus ingin tertawa. Tetapi, Ibunya memilih memeluk.

About Us [Jk.Lm]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang