21. Gudang rindu -🌻

1.2K 269 118
                                    

***

Alih-alih dari luka yang semakin menggunung, dikemas rapi oleh rasa bersalah. Lisa berfikir, darimana datangnya seruak rindu yang tiba-tiba melangit? Melihat jalanan kota yang padat, lalu melihat jok motor di belakangnya kosong ... sungguh pedih menusuk-nusuk.

Apakah, kesalahan nya begitu fatal? Sampai, Jennie susah sekali memberikan maaf. Haruskah, Lisa bersujud dahulu? Akankah setelah itu Jennie memaafkannya?

Sesaat Lisa datang di sekolah. Rasanya tidak berbeda. Sepi dan menjadi kurang bersemangat. Jennie selalu saja pergi, memberi jarak. Barangkali senyumnya kian hari kian menepis. Akankah lama-lama, hilang?

Yang berjaga gerbang kini adik kelas--Lisa bertanya-tanya--kemana angkatan maupun kakak kelasnya itu? Lagi tak ada guru-guru yang membantu. Lihatlah, para pelanggar menjadi enak karena bisa memakai embel-embel atasan. Kan kasihan.

"Lisa--Aw .."

Lisa sedikit memekik di dalam hati. Pemandangan apa pagi ini? Prim berhadapan lagi dengan Jennie? Jangan sampai jangan sampai -- buru-buru Lisa berlari menghampirinya.

"Lisa, Lisa, jalan dulu yang bener!" Bentaknya.

"Eh apasih ini? Udah udah," lerai Lisa, mendorong kedua dada wanita tersebut.

Lalu, Jennie menepisnya. Tak lupa, matanya menajam seperti kucing pemangsa. Lisa lagi-lagi terlonjat. Apa, ini? Akankah Jennie menjadi musuh dan pembencinya?

"Iya, maaf Jennie ..." Prim menunduk, tak berani menatap. Amarah Lisa serasa dipancing melihat itu. Dan Jennie, kini berdecak.

"Urusin tuh kesayangan kamu, cih!" Jennie melengang begitu saja, menabrak kasar pundak Prim.

Lisa menarik nafasnya dalam-dalam. Ia padahal berharap pagi ini akan damai. Bisa mengatasi rindu dengan Jennie, lalu mulai merayunya agar memperbaiki yang ada. Tetapi, lihatlah Jennie? Jennie ini, kenapa?

"Kamu gapapa?" Lisa menunduk, melihat Prim yang menunduk.

Di belakang, yang melihat itu Jisoo seorang. Bersilang dada. Tak percaya barusan melihat Jennie jelas-jelas yang menabraknya, padahal jalan Prim sudah benar.

"Ayo ikut aku kelas dulu, upacara belum mulai kok," Lisa kini menuntun Prim perlahan.

Prim mengangguk lemah. Masih menunduk sepanjang perjalanan. Tahu Jennie calon pemegang jabatan tinggi, lalu pasti banyak pengikutnya, kalah telak lah Prim yang tidak punya siapa-siapa di sini.

"Eh, Prim kan itu?"

"Lisa woy, Prim itu?" Lisa mengangguk saat ditanyai beberapa lelaki di area koridor.

"Salamin dong, kiw!"

"Cantik banget anjir,"

"Anak Thai kagak gagal ye Lis, hahaha!"

"Iyelah, gue aja gimana!" Lisa ikut-ikutan pamer.

"LAH? THAI JUGA?!"

"LOH, LISA PUNYA DARAH THAI?"

"TAI UCING!" Balas Lisa. Setelah itu tertawa. Menang membuat banyak orang terperangah.

"Prim?" Lisa mengangkat dagunya kini. Khawatir Prim kena serangan mental.

"Iya?" Prim kini mendongak. Tak lupa senyum polosnya terbit. Ia kini memeluk tubuhnya sendiri--yang--sudah memakai Jas Almamater.

Seketika Lisa terkekeh lucu, lalu menepuk pelan kepalanya. Dari tempat duduk, Mina menyoraki sembari memukul-mukul meja. Dasar.

"Cie Jas baru, cie udah seragam sama kita," kata Lisa seraya memasuki tempat duduknya.

"Cie cie ..." Mina ikut-ikutan.

About Us [Jk.Lm]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang