Bab 19

3K 524 16
                                    

Raguan

Cuaca yang sangat panas membuat keringatku bercucuran hingga membasahi baju serta sweater yang kugunakan, kadar serta Kusya membantuku menemukan penanggung jawab pengungsian di tengah tenda-tenda sederhana yang dibangun ala kadarnya oleh penyintas. Tak ada keadaan yang benar-benar baik-baik saja. Hampir semua dari mereka melihat kami dengan tatapan kebingungan. Mereka terlihat kebingungan dengan apa yang menimpa mereka. Gempa dengan kekuatan 7,2 SR ternyata meninggalkan banyak sisa kepedihan, tak sedikit yang trauma karena kehilangan keluarga. Tak sedikit yang hampir gila karena kehilangan tempat berteduh satu-satunya.

“Gu, koordinator sementara pengungsian ini, bisa kita temui di tenda warna biru paling ujung. Sebelahnya ada tenda kesehatan juga. Kita bisa tanya Muaz andai mau tinggal di sini jaga-jaga kali aja butuh tenaga dokter,” cecar Kadar padaku. Aku cukup mengangguk sebagai jawaban dan mengikuti langkah Kadar yang Panjang-panjang .

Aku melihat tumpukan obat-obatan saat menyibak tirai transparan berbahan plastick tebal. Cukup banyak persediaan yang mereka miliki, aku sudah tahu jika beberapa TIM medis dari kampus negri sudah lebih dahulu menyisir sudut sudut pengungsian demi memberikan pertolongan medis maupun non medis. Aku meminta beberapa orang dari kami untuk segera mencari tahu kebutuhan dari para pengungsi.

“Gu, disini ada sekitar 389 kepala keluarga, ada 32 balita serta 12 ibu hamil. Empat diantaranya sementara menunggu persalinan, apa kamu mau ninggalin beberapa tim kita?,” kata Kusya padaku. 

“Sepertinya di sini masih tertangani, Sya, tim kita belum begitu dibutuhkan.  Kita lebih baik menyisir lokasi lain lagi.”

“Sebelah gunung di depan kita ada wilayah yang belum dijangkau Gu, jika ada link yang bisa membantu kita bisa menyebrang ke sebelah, tentu akan lebih bagus.” Ujar Kadar memandangiku seolah telah mengirim sebuah informasi yang berharga karena tahu aku punya solusinya.

Aku memilih tidak peduli pernyataan Kadar. Akan lebih baik jika dia mengemukakan sesuatu disertai dengan solusi dari kepalanya, bukan mengharapkan aku menebak apa yang dipikirkannya.

Sekilas aku melihat Kusya dengan naluri pengobatannya yang terkadang muncul saat benar-benar dibutuhkan. Jika aku dan beberapa teman tak tahu Kusya, mungkin kami mengira dia memang seorang Dokter. 

Setelah melakukan sedikit riset dan menanyakan kepada petugas medis yang tinggal, aku akhirnya tahu list kebutuhan pengungsi ditempat ini lalu mengajak anggota tim yang lainnya segera berpindah tempat berhubung langit yang sebentar lagi akan gelap.

Kami akhirnya tiba di tempat basecamp Malikindo satu setengah jam kemudian. Aku berharap bisa beristirahat selama beberapa jam. Saat memasuki tempat peristiratan dan tenda yang didirikan Kadar kemarin aku melirik ke tanah sebelah lalu menemukan Bary dengan tatapannya. 

Lalu kemudian dia terus berjalan dan melompati pagar setinggii pinggang dan kini berada tepat di hadapanku.

Bara di mata BaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang