Chapter II

1.5K 140 21
                                    





Levi benar-benar terpukul dengan kepergian kedua sahabatnya Isabel dan Farlan didalam misi beberapa hari lalu.
Ketika Korps Survey melakukan misi diluar dinding, Levi dan kedua sahabatnya mendapat regu yang berbeda.
Isabel dan Farlan berada di regu sayap kiri sedangkan Levi berada di Regu terdepan bersama dengan Erwin dan petinggi Korps Survey lainya.

Mendapati keadaan semakin aneh dengan tidak adanya tembakan asap sinyal dari sayap kiri, Levi dan Erwin memutuskan untuk mengeudikan kudanya dan menuju sayap kiri.

Ketika tiba dibagian sayap Kiri Levi memicingkan matanya, mencoba untuk melihat ditegah guyuran hujan dan kabut.
Erwin dan Levi tak menemukan seorang pun di bagian sayap kiri pasukan, jantung Levi bergemuruh tak menentu memikirkan segala kemungkian yang terjadi kepada Isabel dan Farlan.

Levi melompat dari atas kuda dan mendarat diatas tanah berlumpur yag bercampur dengan darah.
Ia berjalan membelah kabut selama beberapa saat, dan tiba-tiba kakinya berhenti karena ia merasakan menendang sesuatu.
Ia pun menunduk dan mendapati kepala Isabel yang telah terpenggal dan tergelatak di dekat kakinya.
Levi bagaikan dihantam oleh palu, jantungnya seketika seperti jatuh kedalam kesedihan tak berdasar.

Tubuhnya gemetar, amarah dan kesedihan bercampur didalam benaknya.
Seketika kabut mulai sedikit memudar dan menampakkan pemandangan yang begitu mengerikan.
Potongan-potongan tubuh prajurit Korps Survey yang bertugas di bagian sayap kanan berserakan, darah bercapur dengan air hujan diatas tanah, bau anyir meguar diudara.

Seketika suara gemuruh pun datang dari titan abnormal yang bergerak dengan sangat cepat dari belakang Levi.
Amarah Levi kembali menguasai kepalanya, matanya dipeuhi oleh kilatan aura membunuh.
Ia mengambil dua pedang dan segera meluncur menyerang Titan tersebut dengan 3D manuvernya.
Ia benar-benar mengamuk dan membabi-buta menyerang Titan yang telah membunuh kedua sahabatnya tersebut.
Levi berteriak dan memekik seperti orang gila saat meghancurnkanya.
Hingga Titan tersebut hancur berkeping-keping, tak bersisa.

Wajah Levi berlumuran darah, tubuh ya genetar setelah mengamuk menghancurkan Titan tersebut.
Ia memekik dan menangis ditengah guyuran Hujan yag sangat deras.

Erwin mendekat kearah Levi, ini adalah kali pertamanya melihat Levi terlihat sangat hancur.
Hati Erwin begitu sakit melihat Levi dalam kondisi seperti itu.
Levi yang biasanya sangat tangguh dan hebat dalam pertarugan, kini menangis sejadinya.

Erwin tak tahu harus berkata apa untuk menenangkan Levi, ia hanya bisa mendekat dan memeluk ya dalam diam.
Levi pun tak menolak dekapan Erwin, ia semakin membenamkan wajahnya di dada Erwin.
Ia tak tahu harus bagaimana, yang ia tahu pelukan Erwin saat ini memberinya sedikit ketenangan.

Levi masih mengurung diri di kamar selama 3 hari, dan enggan sama sekali meninggalkan kamarnya.
Ia masih sangat terpukul dengan kepergian Isabel dan Farlan.
Beberapa prajurit selalu mengetuk pintu kamarnya untuk mengantarkan makanan, namun Levi tak pernah menyentuhnya.
Sudah 3 hari pula Levi tak memakan setiap makanan yang dikirimkan ke kamarnya.

Mengetahui hal tersebut, Erwin pun mengantar sendiri makanan ke kamar Levi.
Erwin membawa satu nampan berisi Bubur dan Sup kacang, disertai teh hitam kesukaan Levi.
Begitu membuka kamarnya, nampak Levi yang yang sedang duduk di kursi menatap jendela luar dengan tatapan kosong.

Erwin merasakan hatinya begitu sakit melihat kondisi Levi saat ini.
Ia tak dapat menerka kata-kata apa yang tepat untuk menenangkan hati Levi.
Erwin meletakkan makanan Levi diatas akas samping ranjang, lalu berjalan mendekati Lwvi yang duduk disaping jendela.

Erwin bisa melihat tubuh Levi yag sedikit lebih kuus dari biasanya, ia mengulurkan tanganya untuk memegang pundak Levi.

Merasakan ada sebuah tangan kekar menyentuh kedua pundaknya, Levi pun sedikit berjengit dan segera berdiap akan melakukan sikap defensif
Namun ketika ia mengetahui bahwa itu Erwin, maka ia pun beringsut. Ia kembali duduk dengan tenang menatap keluar jendela.

"Levi, apakah kau sudah merasa lebih baik?" Ucap Erwin memecah keheningan

Mendengarnya Levi pun menghela nafasnya lalu mengeleng  dan tersenyum getir
"Aku tidak tahu. Sepertinya memang sejak lahir aku sudah ditakdirkan bernasib malang. Aku....Aku akan terbiasa seiring berjalanya waktu setelah kepergian Isabel dan Farlan. Sama seperti aku yang terbiasa dengan hidupku yang sangat mengenaskan sebelumnya"

Erwin merasakan sengatan rasa sakit mendalam ketika mendengar Levi mengatakan hal tersebut.
Mengatakan hal kelam mengenai kehidupanya di bawah tanah.

Erwin mengusap bahu Levi dengan lembut "Levi...jangan berkata seperti itu"

Levi terkekeh getir mendengarnya "Hah...kau pikir se sederahan itu hidupku Erwin? Aku telah ditinggalkan semua orang yang kupunya. Aku tak memiliki siapapun sekarang."

"Kau memiliki aku!" Sergah Erwin

Mendengarnya Levi pun memutar tubuhnya dan menatap Erwin dengan tatapan aneh
"Berengsek apa maksudmu? Kau pikir kau siapa?"

Erwin terlihat sedikit gemetar, ia menghela nafas. Ia telah memantapkan hatinya untuk menyampaikan semuanya kepada Levi saat ini meski waktunya tidak tepat
"Levi aku....aku mencintaimu!"

Mata Levi yang biasanya bersorot sendu kini membulat mendengar perkataan Erwin. Tenggorokanya terasa tercekat dan lidahnya kelu tak bisa mengucapkan sepatah kata pun.

Erwin memegang kedua bahu Levi dan memandang wajahnya "Levi aku mencintaimu bahkan sejak sebelum kita bertemu di Kota bawah tanah. Aku selalu mengamatimu jauh sebelum aku memintamu untuk bergabung dengan Korps Survey..."

"Apa....Apa-apaan ini semua?" Ucap Levi dengan suara gemetar

"Levi jika kau tak memiliki siapapun, aku pun juga tak memiliki siapapun di dunia ini. Kita bisa saling memiliki, membangun hidup bersama dan menciptakan dunia kita sendiri" Lanjut Erwin

Levi pun berdiri, kakinya bergetar dan mundur beberapa langkah menjauhi Erwin
"Omong kosong macam apa ini?"

"Levi ini semua bukan omong kosong, aku bersungguh-sungguh." Ucap Erwin dengan tatapan mata memohon

Levi bisa melihat dari raut wajah dan Sorot mata Erwin jika apa yang keluar dari mulutya adalah sebuah kebenaran yag dipenuhi dengan ketulusan.
Namun Levi masih tidak dapat mencerna situasi dan tidak tahu apa yang harus dilakukan, sebab semuanya terasa terlalu mendadak.

"Erwin, keluarlah dari sini!" Desis Levi

"Le-Levi....."

Levi memijit pelipisnya "Keluarlah! Tinggalkan aku sendiri!"

Erwin menghela nafasnya dan menatap Levi dengan sorot mata yang dipenuhi kesedihan "Baiklah, namun kumohon makanlah...."

Erwin berbali dan segera meinggalkan kamar Levi, namun sebelum ia membuka pintu ia kembali berbalik menatap Levi "jika kau butuh sesuatu, panggilah aku"

Setelahnya Erwin pun keluar dari dalam kamar Levi, menutup pintu dan benar-benar meninggalkan Levi sendiri.

Begitu Erwin benar-benar menghilang dari hadapanya, Lutut Levi melemas.
Ia merasa kakinya tak mampu lagi menahan beban tubuhnya sehingga ia pun jatuh berlutut diatas lantai kayu.

Levi meremas dadanya, memekik dan menangis didalam kamarnya.
Ia merasakan gejolak yang bercampur didalam hatinya.
Antara kesedihanya setelah ditinggal kedua sahabatnya, dan kebimbangan terhadap perasaanya sendiri kepada Erwin.

Ketika Erwin mengungkapkan perasaanya, Levi tak memungkiri bahwa ia merasakan sepercik kebahagiaan membuncah didalam hatinya.
Namun ia sendiri tak tahu harus berbuat apa.

Disisi lain ia mengutuki dirinya yang begitu bodoh dengan mencampakkan perasaan Erwin begitu saja.
Sebab ia merasakan sakit saat melihat kepergian Erwin, ia takut jika Erwin benar-benar pergi dari hidupnya.

Levi benar-benar dalam kondisi yang sangat kalut dengan badai yang mengamuk di dalam hatinya.
Sepanjang malam ia hanya Menangis, meringkuk di dalam kamarnya yang berselimutkan sepi








-=TO BE CONTINUE=-

Take You Home | Erwin x Levi FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang