11; Sisi Kelam

34 3 0
                                    

♫︎Gajah - Tulus
recommendation for this chapt

Ruangan ini tak terasa sempit. Nuansa warna putih dan krem membuat hadirnya kesan minimalis. Beberapa storage rotan berukuran kecil tertata rapi di samping sebuah lemari kayu berpintu dua. Di sudut kamar, terdapat pot tanaman putih ke abu abuan-berdiri seimbang menopang tumbuhan palsu berdaun hijau muda. Bagian lain hanya ditemukan ranjang besi serta meja belajar yang mengarah ke jendela balkon.

"Gila..Aesthatic banget kamar lu" komentar Aarav sambil mengamati rupa kamar itu. Ia terkagum kagum merasakan kebersihan yang terasa di setiap pigmen lantai. Tak sama sekali terasa berdebu dan kumuh. Aroma segar pewangi ruangan yang tergantung di ujung rel gorden aluminium menyengat hidung.

"Eh yang bersihin ni kamar siape?" tanya Aarav heran.

"Aku" singkat Reyga.

"Rajin kali..Gua kalo begini kamarnya bisa betah di rumah berabad abad keknya" ujarnya.

"Kamarmu kotor?"

"Ngga juga sih..Lebih ke berantakan aja"

Reyga menyandarkan tulang tubuhnya ke dinding. Aarav pun ikut ikutan bersandar di sampingnya. Ia menghela nafas panjang. Aarav menolehkan kepalanya ke arah Reyga.

"Apa yang mau lu ceritain supaya kita kenal lebih dekat, Rey?" anak itu mengeluarkan suaranya untuk memulai pembicaraan. Reyga membulatkan kedua matanya. Ia membalas pandangan Aarav dengan lirikan sendu.

Selepas ia menghirup nafas dalam dalam, lantas menggerakkan mulutnya hendak mengatakan kalimat panjang.

"Sebentar, kita baru kenal 1 minggu ini, mengapa kamu langsung ingin mengenalku lebih jauh?"

Reyga curang. Ia malah membuat Aarav tercenung untuk menjawab pertanyaannya. Kini, giliran teman barunya itu yang menghela nafas panjang.

"Hemm..gatau deh gua. Waktu pertama kali kita les biola itu, gua udah pengen jadiin lu temen. Makanya gua ambil kursi di sebelah lu. Lagian lu tau sendiri kan? Gua itu anaknya extrovert, lebih suka bergaul dan punya banyak temen. Tapi satu kekurangannya, gua ngedeketin orang kayak sok sok deket gitu, jadinya malah bikin orang risih" kesah Aarav, lalu tersenyum.

Reyga menggulung bibirnya sembari manggut manggut. Sebetulnya, seluruh tubuh itu sudah membeku. "Teman", susunan huruf abjad yang selalu Aarav keluarkan dari pita suaranya, membuat seorang anak ini ingin meremat hatinya. Mungkin terdengar berlebihan untuk kalian, tapi tidak untuk sosok manusia yang tak pernah didampingi oleh makhluk bergelar teman.

Gundah rasanya jika melihat orang lain yang mampu bersenda gurau menikmati perjuangan menuntut ilmu bersama sahabatnya. Itu sebabnya Reyga tak pernah merasa terenyuh saat acara perpisahan berlangsung.

"Jujur saja, aku juga merasa risih waktu kamu bertingkah konyol di bus. Tapi rasa riang mengusir kekesalan itu" kata Reyga.

"Maksud lu apaan?" Aarav tak pernah mengerti maksud dari omongan anak itu.

"Aku senang kamu mau berteman dengan ku" garis senyuman menghiasi wajahnya yang manis. Sedangkan si Aarav, ia terkekeh geli mendengar ujaran Reyga.

"Lebay bang" Tiada kuasanya untuk menyembunyikan gigi gigi depannya itu.

"Kamu yang kegeeran.."

Tawa Aarav makin menjadi jadi ketika Reyga menuturkan perkataannya. Hampir saja badannya tertunggang ke depan. Hingga akhirnya ia tersedak, tak sanggup menghentikan batuknya. Reyga hanya bisa menggelengkan kepalanya seraya menepuk pelan punggung Aarav-membantu mendiamkan batuk temannya itu.

PANDATYAWhere stories live. Discover now