15; Ancam

50 4 4
                                    

Bagaimana kabar hari ini?

***

Pria berambut klimis itu kian menundukkan kepalanya, dan menyembunyikan wajah dari hadapan pemuda SMA yang masih duduk terpelongo disisi kanan nya. Reyga yang masih ragu untuk mengulang pertanyaannya lagi, kini hanya kembali terdiam.

Kalimat terakhir yang terlontar dari mulutnya seakan begitu menohok sebab ekpresi Pak Satpam yang tak kunjung bisa ia mengerti. Tatapan pria itu sangat aneh. Seperti bercampur aduk dengan kegelisahan, muram, ketakutan dan penyesalan.

Bibir kedua pihak yang tertutup rapat dalam waktu sejenak, ternyata mengundang sedikit hawa kecanggungan yang mulai menemani sela-sela perbincangan itu. Hingga akhirnya, Reyga memutuskan untuk menepuk pelan ujung pundak Pak Satpam.

Petugas penjaga sekolah itu pun menaikkan dagu nya, lalu mengarahkan pandangan kedua matanya ke jalanan. Pak Satpam menghela nafas panjang dan berat, diiringi dengan berdeham kecil.

"Maaf ya nak. Bapak mohon maaf sekali," ujarnya dengan nada rendah lembut.

"Bapak tidak bisa membantu kamu, Rey. Sebenarnya, saat kamu berjalan di koridor bersama bu Rantri, saya ikut mengekori kalian. Bahkan saya mengetahui semua omongan kalian berdua waktu di kantor."

Suara Pak Satpam mulai terdengar jelas. Bola matanya terus berputar kearah yang berbeda, tak bisa menatap wajah Reyga dengan waktu yang lama. Rasa bersalah terukir jelas di mimik muka pria itu.

"Erga dan dua temannya itu memasukkan dompet Bu Rantri ke dalam tas kamu. Begini, bapak di suruh Bu Elni untuk mengantarkan sesuatu di kelas sebelah kalian. Jadi, ya saya pasti melewati dan lihat lihat keadaan sekitar lorong koridor kelas 12. Waktu itu, kelas kalian kos-"

"Iya, kelas itu kosong pak. Kami sedang mengikuti pelajaran olahraga," potong Reyga tiba tiba. Ia sedikit mengejutkan Pak Satpam itu. Pak Satpam ter-'oh' kecil dan menangguk. Lalu berdeham pelan untuk melanjutkan kalimatnya kembali.

"Sebenernya, saya ga curiga sama sekali awalnya. Karena mungkin aja mereka sedang mencari sesuatu dengan membuka satu per satu loker. Saya lihat mereka dari jendela sambil nunduk-nunduk, takut mereka tahu kalau saya sedang memata matai mereka. Yang buat saya bingung, siswa yang lain mana? Kok cuma mereka aja yang ada di kelas. Saya mau nanya mereka, tapi

saya tetap memutuskan untuk diam di tempat. Udah mulai curiga, saat Fathur berjalan mendekati meja guru, lalu membuka tas Bu Rantri. Saya bingung, dong. Kok mereka membuka tas guru?

Erga sama Galang berdiri di depan satu loker yang terbuka, kemudian saya lihat si Fathur memasukkan tangannya dalam satu loker itu. Tapi, bapak ndak tahu pasti itu loker nya kamu apa ndak."

Pak Satpam menghentikan gerak lidahnya. Reyga mengerinyitkan dahi dan menghela nafas berat. Pandangannya sudah mengarah ke arah tanah. Ia menggulum bibirnya dengan kuat, lantas merendahkan bahunya.

"Sudah bisa saya tebak pak. Bapak tertangkap basah oleh mereka kan? ," tanya Reyga yang ia ajukan pada sang Satpam. Mendengar pertanyaan itu, Pak Satpam hanya memberi respon mulut yang diam dan badan yang sedikit membeku.

"Iya, nak. Dan alasan mengapa bapak ndak beri tahu Bu Rantri...Saya yakin, kamu udah pasti bisa tebak apa yang mereka bilang ke saya." jawab pria itu dengan pasti, walau tadi masih sedikit tersendat dalam mengungkapkannya.

Reyga menarik garis bibirnya, membentuk senyuman tipis namun tulus.

"Saya tahu pak. Terimakasih banyak sudah memberi tahu ini. Saya juga tidak tahu kapan akan terbongkar kejadian yang sebenarnya. Besar maaf saya untuk bapak, sudah bikin bapak di ancam juga. Kunci saja kebenaran itu pak. Saya tidak ingin bapak menjadi tumbal nya,

PANDATYAWhere stories live. Discover now