"Na, barang-barang udah di bawa?" Dimitrio terlihat menutup resleting jaketnya.
"Udah!" Edna menepuk ranselnya yang penuh.
Mereka hanya membawa satu tas, nanti akan dibawa bergantian. Isinya alat tempur untuk path guide. Pasak, tali tambang, palu, trekking pole, sarung tangan, baju ganti, survival kit (pict), dan tidak lupa makan+minum.
"Ayo!" Kemudian Edna menaiki motor Dimitrio dengan cepat.
Keduanya berkendara cukup cepat, jalanan lengang karena jalur yang mereka tempuh merupakan jalan pintas. Satu jam perjalanan mereka tempuh untuk sampai ke tempat pertama. Jalan bebatuan mereka lewati setelah memarkirkan sepeda, menitipkannya pada penduduk setempat.
"Udah pernah ke sini belum, Na?" Edna menggeleng.
"Belum. Ini emangnya ke mana?" Walaupun cukup dekat dengan kantor cabang FromUs, Edna belum sekalipun datang ke tempatnya patroli ini.
"Ini nanti ke spot paralayang, Na. Kita cek jalan ke sananya, lumayan susah juga jalannya." Edna mengangguk mengerti.
"Pernah ada kejadian gitu nggak?" Edna membuka suara setelah mereka lama berjalan.
Seperti kata Dimitrio, jalanan cukup terjal. Beberapa kayu untuk pegangan sudah dipasang di beberapa tempat. Hanya saja saat pengecekan tadi, ada kayu yang mulai goyah, sehingga mereka harus memperbaikinya.
"Waktu itu sempat mendarat di tempat yang salah. Soalnya cuacanya tiba-tiba kurang mendukung." Dimitrio menjawab dengan tenang.
Mereka berdua berhenti sejenak. Mengambil napas, menurut Dimitrio, tempat yang mereka tuju sudah hampir dekat. Edna melihat ke sekelilingnya. Hutan ini masih hijau, walaupun di beberapa bagian terlihat lahan kosong. Entah itu karena sengaja ditebang untuk tempat istirahat atau apa.
"Capek nggak?" Dimitrio kembali menggendong ransel ke pundaknya.
Benar, setelah memperbaikinya kayu untuk pegangan tadi, Dimitrio yang membawa tas mereka.
"Capek. Tapi aman kok, hampir sampai kan?" Dimitrio mengangguk.
Kemudian keduanya kembali berjalan. Beberapa kali Edna hampir kehilangan keseimbangan, karena ternyata ada celah di beberapa bagian tanah. Mereka tidak benar-benar tertutup, seperti ada celah lebar yang memisahkan, semacam retakan. Biasanya terletak di jalan sempit yang kanan kirinya berupa jurang. Inilah alasan kenapa saat patroli mereka tidak boleh sendiri, kata Dimitrio.
"Ini bahaya banget nggak sih jalannya? Kalau misal kepeleset bakal langsung terjun ke jurang." Edna langsung menyuarakan pendapatnya setelah berhasil melewati jalan sempit itu.
"Iya, tapi jalannya emang cuma ini buat ke sana. Cara paling aman emang cuma harus hati-hati. Kita biasanya juga pakai prosedur kalau ke sini, kita jelasin gimana jalannya. Kalau mereka sanggup ya jalan. Namanya juga olahraga ekstrim, ya me gitu." Dimitrio menjelaskan sambil terus berjalan, beberapa kali menoleh ke belakang—memastikan Edna tidak tertinggal.
"Tapi nggak pernah ada korban yang jatuh ke jurang kan?" Edna kembali bertanya.
"Belum, dan semoga nggak akan pernah." Edna mengangguk.
Setelah itu, beberapa menit kemudian mereka sampai di spot para wisatawan atau orang-orang setempat melakukan olahraga paralayang.
"Liat rumah di situ nggak, Na?" Edna melihat ke arah rumah yang ditunjuk Dimitrio.
Tidak jauh dari mereka, ada rumah sederhana. Sedikit berjalan ke atas. "Itu yang jaga di sini, suami istri. Nanti ikut ke situ ya habis lihat-lihat. Kenalan." Edna mengangguk mengerti.
⟨ e-note⟩
Published: 11/06/21
Hehe, hai! It's Edam!
Ini beneran cuma patroli isinya, semoga nggak ngebosenin ya! :')
Buat yang suka iseng naik gunung, hati-hati ya awas kepleset, kadang di beberapa gunung emang ada yang kanan-kiri jurang gitu.Next chapter bakal ada sesuatu...hehe...

KAMU SEDANG MEMBACA
Northern Stairs
AdventureEdna terbiasa tertekan dan ditekan. Baginya, segala sesuatu harus sudah direncanakan. Kalaupun gagal, hal tersebut tidak akan melenceng jauh. Awalnya begitu. Kemudian Edna bertanya-tanya. Selama ini, yang ia rencanakan-pada akhirnya untuk apa? Apa i...