Pemuda dengan kontur wajah yang teramat tampan itu seketika langsung berubah seperti bocah lima tahun ketika dia menangis tersedu-sedu di hadapan sang Raja. Bahunya naik turun serta ingusnya yang meler membuat tampilannya makin mengerikan saja.Sang Raja dan para menteri pun tampak melongo. Beberapa pelayan yang tersebar di berbagai tempat yang turut melihat itu sedang berusaha mati-matian menahan tawa. XiangYang ada di sana pun memasang raut yang sulit dideskripsikan seolah-olah ia ingin mengatakan, Apa-apaan dia? Pangeran macam apa dia itu?
Sementara dibelakangnya, Zhen JiuYa—sudah membentuk urat di keningnya, kesal. Setelah dia menggertakkan giginya beberapa kali, dia pun ikut berlutut di sebelahnya kakaknya yang sedari tadi tak terlihat ingin mengucapkan apapun, maka dari itu dia berniat ingin mengambil alih tugas kakaknya untuk menjelaskan semuanya.
"Maafkan atas kelancangan kami, Yang Mulia. Kami disini dengan begitu rendah diri ingin meminta bantuan Anda," ucap Zhen JiuYa sambil meletakkan satu tangannya di atas kepalan tangan yang tertutup sembari menunduk sopan.
Menyadari pemuda yang lain yang berbicara, Raja mengalihkan perhatiannya kepada pemuda tersebut. "Ah, ya. Silakan kalian duduk dan minumlah dulu." ujar lelaki yang duduk di singgasana mempersilakan kedua tamunya duduk di bangku yang telah disediakan di sisi aula bersama para menteri untuk menikmati jamuan yang telah disediakan terlebih dahulu.
Kedua pemuda itu mengikuti arahan sang Raja dan kemudian mengambil tempat di dua kursi yang kosong yang posisinya tidak terlalu jauh dari singgasana.
Kedua kursi itu tepat bersebelahan. Zhen JiuYa memandang kakaknya yang masih terus diam menatap lantai. Tak terlihat akan memulai sesuatu atau apapun. Bahkan saat pelayan menuangkan anggur untuknya, ia tetap tak bergeming.
Dengan penuh kebijaksanaan, dia pun memulai pembicaraan, "Yang mulia, izinkan saya menjelaskan keadaan yang terjadi. Kerajaaan Zhen telah diserang oleh gerombolan hewan buas misterius. Kini seluruh kerajaan tinggal reruntuhan."
JiuYa berhenti sebentar seolah tenggorokannya tercekat oleh sesuatu. Pandangannya pun mulai turun menunduk.
"Dan ayah ... menjadi korban dalam insiden itu," ucapnya lirih menahan isak yang hampir meledak. Setetes bening pun mulai tampak di ujung matanya yang berkaca-kaca. Namun cepat-cepat ia mengusap tetesan itu sehingga tak sempat jatuh.
Mendengar penuturan itu, alis sang Raja tampak berkedut. Bola matanya memutar terlihat sedang memikirkan kata yang cocok untuk diutarakan. Jika dilihat-lihat, respon Raja Yin barusan ... terlihat agak terlalu santai. Entah dia merasa itu adalah lelucon yang tidak mungkin terjadi mengingat betapa luar biasanya kekuatan yang dimiliki oleh seorang Raja Zhen. Atau mungkin ... dia sudah mengetahui hal ini lebih dulu. Entahlah, semuanya masih tampak samar-samar.
Saat Raja Yin membuka mulutnya hendak mengatakan sesuatu, seorang menterinya yang duduk di seberang kedua pemuda itu tiba-tiba menyela, "Lucu sekali! Apa kalian berdua datang kemari hanya untuk menyampaikan lelucon bodoh semacam ini?! Bagaimana mungkin Raja Zhen yang selalu digembor-gemborkan merupakan titisan seorang Dewa itu bisa mati begitu mudahnya?"
Menteri lainnya ikutan menyahut, kali ini adalah seorang wanita dengan lekukan wajah yang tajam, matanya menandakan begitu banyak kekuatan yang tersimpan. "Ya! Lagipula kita semua tahu betul bagaimana sifat putra mahkota Zhen yang kekanakan itu, kalian ingat konferensi yang kita adakan di kerajaan Zhen tahun lalu? Bukankah saat itu dia dengan beraninya masuk ke aula istana dan menuduh menteri Zi Chong-lah yang mencuri saber perak harta berharga kerajaan mereka?"
Setelah diingatkan tentang kejadian itu, banyak dari para menteri yang mulai mengeluarkan suara mereka.
"Benar juga! Yang memalukannya lagi, setelah menteri Zi Chong menerima penghinaan semacam itu, Raja Zhen bahkan tak berbuat apapun pada anaknya itu! Benar-benar seorang Ayah yang lembek."
"Dia terlalu memanjakan putra-putranya semenjak istrinya meninggal dunia."
"Aku benar-benar bersyukur tidak bekerja dibawahnya. Walau dia kuat, namun sepertinya dia bukan seorang yang bisa diandalkan."
Dua orang pemuda yang sedari tadi mendengar penghinaan terhadap ayahnya itu mengepalkan kedua tangan mereka erat. Sampai-sampai urat mencuat dari setiap pembuluh darah di tangannya. Bisa-bisanya mereka mengatakan hal buruk seperti itu pada Ayah mereka yang bahkan sudah mati. Sungguh orang-orang yang tak punya hati.
Semua orang di ruangan itu seolah sama saja. Suasana aula istana menjadi gaduh oleh lontaran cacian yang ditujukan kepada ayah kedua tamu dari Kerajaan Zhen yang kini hadir di tengah-tengah mereka. Barangkali mereka tak memikirkan apa yang tengah dirasakan oleh Pangeran Zhen bersaudara saat ini.
Tepat di seberang mereka, menteri wanita itu melirik ke arah menteri Zi Chong yang pertama kali berbicara tadi. Menteri Zi Chong pun membalas lirikan itu dengan tatapan yang tampak menyimpan sebuah makna. Pertemuan kontak pandang terjadi antara dirinya dan menteri wanita itu sebelum mereka menyunggingkan senyum secara bersamaan.
Menteri wanita itu bernama Ling He, dia adalah salah satu orang yang paling dipercaya oleh Raja kerajaan Yin sekaligus orang yang benar-benar dihormati di kerajaan itu. Dia dilahirkan dan dibesarkan di istana, Ayahnya dulunya hanyalah pejabat rendahan sedangkan Ibunya hanya tukang kebun istana. Berkat kecerdasan yang dimilikinya, dia akhirnya mendapatkan kepercayaan Raja sehingga mendapatkan posisi seperti sekarang ini.
Dari sudut lain, Ling He mungkin tak sadar bahwa sepasang mata tengah menatapnya tajam dengan tatapan menyelidik. Pemilik netra yang sama sekali tidak membuka paruhnya untuk menghina Raja Zhen seperti yang lainnya itu sepertinya mengendus sesuatu yang amis antara Ling He dan Zi Chong.
Keributan semakin menjadi-jadi, Raja Yin berdeham keras. Seketika semua suara pun menjadi sunyi senyap.
"Kalian tidak pantas untuk mengatakan hal semacam itu, darimana kalian bisa tahu kalau yang dikatakan para pangeran ini adalah kebohongan? Jangan sembarangan mengambil kesimpulan, mereka bukan remaja labil lagi."
Mendengar Raja Yin yang menegur dengan tegas, para menteri itu tertunduk malu, sedangkan Zi Chong dan Ling He memutar bola mata mereka dengan malas.
"Para pangeran Zhen, aku akan mengirim beberapa pasukan untuk pergi ke kerajaan kalian untuk memastikan keadaan, sementara itu, kalian tetaplah tinggal di sini sampai aku mendapatkan kesimpulan tindakan apa yang harus kita lakukan selanjutnya. Kalian adalah anak-anak dari Raja Zhen yang merupakan sahabatku sejak lama, jadi tinggallah disini dan anggap saja seperti rumah kalian sendiri."
Zhen Xuan hendak berdiri dari duduknya, namun seketika pundaknya ditahan oleh sebuah tangan yang kokoh. Adiknya, Zhen JiuYa menatap kakaknya dengan tatapan sendu, matanya berkedip lemah sekali mengisyaratkan agar 'Gege-nya' itu berhenti dan patuh saja.
Zhen Xuan mengerti, dia menghela napas dengan berat sembari memperbaiki posisi duduknya lagi.
°°°
"Bisa-bisanya para menteri bodoh itu mengatakan hal seperti itu tentang ayah!! Bisa-bisanya mereka tak mempercayai ucapan kita! Apa mereka pikir aku pernah bercanda?! Kalau saja aku membawa pedang suci milik ayah, aku pasti sudah menebas lidah mereka satu-persatu!"
Zhen Xuan terus mengoceh dan mengumpat tepat di sebelah telinga Zhen JiuYa. Keduanya kini tengah berjalan-jalan di lorong istana menuju kamar yang telah disediakan oleh Raja untuk mereka.
Zhen JiuYa mengomentari ucapan kakaknya dalam hati, Andai saja aku bisa menampilkan rekaman kehidupan sehari-harimu yang penuh dengan candaan receh tak berguna ...
Tiba-tiba Zhen JiuYa tersadar saat mendengar ucapan kakaknya yang terakhir. Benar, pedang suci ayahnya yang bernama 'ShangYu' itu entah dimana kini berada.
Terakhir kali yang bersama ayahnya adalah Zhen Xuan, jadinya ia pun menolehkan kepalanya kesamping hendak bertanya pada kakaknya itu ketika sebuah suara kecapi yang merdu seketika menarik perhatian mereka berdua.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
PUTRA MAHKOTA BOBROK
FantasyHISTORICAL CHINESE FICTION Zhen Xuan dan adiknya Zhen JiuYa adalah kedua pangeran dari Kerajaan Zhen yang telah dihancurkan oleh segerombolan serigala misterius. Keduanya pun pergi melarikan diri untuk meminta bantuan pada kerajaan sekutu mereka, Ke...