BAGIAN 3 : Putri Ai Rui Memainkan Guzheng

13 6 5
                                    

Irama syahdu tercipta dari petikan senar Guzheng yang dimainkan oleh gadis muda itu. Nada-nadanya begitu jernih nan lembut seolah menghipnotis orang yang mendengarnya. Tidak mungkin nada-nada itu dimainkan oleh seseorang yang masih amatir.

(Guzheng = Alat musik khas China yang berbentuk seperti kecapi.)

Sementara itu, seorang wanita muda lainnya tengah duduk di sebelah gadis yang bermain musik. Senyum tercetak di wajah tegasnya saat kedua matanya terpejam. Ia seolah terbawa ke alam bawah sadarnya kala mendengarkan lantunan damai itu walaupun sejatinya ia masih sadar dengan alam nyata si sekitarnya.

"Ada ribut apa di pertemuan tadi?" tanya gadis yang bermain guzheng sambil tetap fokus pada permainannya.

Gadis itu tak lain adalah Putri Ai RuiZhan yang masih berumur 16 tahun, putri tunggal Raja Ai QingYue. Sejak kecil ia tertarik untuk belajar bermain guzheng sehingga pada usianya yang masih terbilang belia ini sudah mahir memetik senar guzheng dan menghasilkan nada-nada halus nan mendamaikan.

Sementara yang duduk di sebelah sang putri adalah Sun XianYang yang telah Putri Ai anggap sebagai kakak sendiri. Putri Ai biasa mencurhatkan apa yang ada di pikirannya kepada XianYang. Gadis ksatria itu juga yang mengajari sedikit keahlian berpedang dan strategi perang kepada sang putri.

"Hanya urusan politik," XianYang menjawab. "Baru saja kedua pangeran negeri Zhen datang berkunjung, meminta bantuan raja untuk membantu menangani masalah di negerinya."

Mendengar penjelasan XianYang, Putri Ai tertarik pada satu hal. "Pangeran Negeri Zhen? Aku penasaran. Aku ingin bertemu mereka," curhat sang putri. "Sun Chan-Jiejie, Apakah aku bisa bertemu mereka?"

Mendapat pertanyaan itu, XianYang tersenyum. "Beruntungnya, mereka akan menginap di istana malam ini, Tuan Putri."

Sang putri ikut tersenyum. Ia kemudian bertitah dengan lembut, "Sudah berapa kali aku katakan, jangan panggil aku Tuan Putri! Panggil aku Ai-Meimei!"

Mendapat perintah manja itu, XianYang hanya tertawa kecil.

Putri Ai memang tak pernah lepas dari sifat lembut dan polosnya seperti seorang gadis kecil. Aku tidak ingin kepolosan gadis kecil itu hilang. Aku ingin melindunginya. (batin XianYang)

°°°

Sementara itu, Zhen Xuan di lorong menghentikan langkahnya sembari menutup matanya sejenak untuk menikmati alunan merdu dari musik itu.

Berbeda dengan Zhen JiuYa yang justru hanya melipat kedua tangannya sambil terus berjalan. Menyadari kakaknya yang tiba-tiba menghentikan langkah dia berbalik dan mencela, "Apa yang hebat dari suara itu? Terdengar biasa saja bagiku."

"Kau itu bodoh dan akan selalu bodoh soal musik! Apa kau tidak bisa membedakan mana yang biasa-biasa saja dan mana yang dimainkan oleh profesional?" cibir Zhen Xuan menyindir kekurangan adiknya.

"Zhen Xuan!!" teriak JiuYa marah. Dia tahu kalau dia memang selalu payah dalam hal musik, tapi kenapa lelaki minus akhlak ini harus menyinggungnya saat ini?!

Keduanya terus berdebat tepat di depan pintu ruangan alunan musik yang merdu itu berasal.

Mendengar adiknya yang begitu tidak sopan memanggilnya dengan namanya, Zhen Xuan balas teriak, "Beraninya kau memanggil namaku! Minta maaf pada Gege sekarang!!"

"Minta maaf? Hmph!! Kau pikir siapa —"

Tiba-tiba pintu terbuka, menampilkan sosok garang seorang gadis yang tak asing bagi mereka. Matanya yang lentik menatap tajam kedua pemuda itu penuh amarah.

"Bisakah kalian berdua diam? Putri Ai tidak bisa berkonsentrasi bila kalian berisik di sini. Kalau mau berisik, sebaiknya kalian berisik bersama penjual saus tiram di pasar!" tegas gadis itu.

Bersamaan dengan itu pula, kedua pangeran negeri Zhen menyadari bahwa musik indah yang tadi terlantun kini telah berhenti.

Mengabaikan kemarahan dari gadis itu, Zhen Xuan malah bertanya polos, "Saus tiram itu apa? Aku hanya tau saus tomat."

Zhen JiuYa memutar bola matanya, merasa muak. Dia pun melangkah maju beberapa langkah hingga membelakangi kakaknya. Menunduk pada gadis itu sembari meletakkan tangannya pada kepalan tangan yang lain, berujar, "Mohon sampaikan permohonan maaf kami pada putri Ai, Nona XianYang. Kami akan pergi, permisi."

Sun XianYang melipat kedua tangannya di depan dada. "Oh baiklah, yang muda ini tampaknya lebih terlihat bijak dibanding yang tua," ujarnya sedikit menyindir.

Bola mata Zhen Xuan tampak melotot mendengarnya. Ia hendak membalas sebelum merasakan tangan Zhen JiuYa yang mencengkeram lengannya kuat dan memaksanya pergi.

Gadis itu terkekeh sebentar kemudian menutup pintu dan kembali ke tempat duduknya di samping Putri Ai.

"Baiklah, Tuan Putri, maksudku Ai-Meimei, kau bisa melanjutkan lagumu," tutur XianYang kepada gadis muda di sebelahnya.

"Terima kasih, Sun Chan-Jiejie." Putri Ai tersenyum manis sebelum jemari lentiknya kembali memetik senar, menghasilkan melodi yang begitu indah, mampu membuat siapa saja terhipnotis ketika mendengarnya.

"Eung ... Sun Chan-Jiejie." Putri Ai menghentikan permainan guzhengnya tiba-tiba. Menatap seorang gadis yang sudah ia anggap sebagai kakak itu ragu-ragu.

"Ngomong-ngomong, siapa tadi yang berani membuat keributan di depan kediamanku? Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya," ujarnya pelan.

Teringat akan perkataan Putri Ai sebelumnya, Sun XianYang tersenyum saat sang putri menanyakan hal tersebut. "Mereka adalah dua pangeran dari negeri Zhen," jawab si gadis ksatria.

"Jangan heran, karakteristik mereka berdua memang bertolak belakang sehingga tak mungkin dipungkiri mereka sering mempertengkarkan masalah kecil," sambungnya menjelaskan.

Putri Ai menghentikan permainan guzhennya dan melirik ke arah Sun XianYang sejenak seolah ada yang membuatnya terkejut, namun ia tak terlihat seperti orang terkejut sebab sifatnya yang tenang. Hanya sebentar sebelum ia kembali melanjutkan musiknya.

"Ah, Sun Chan-Jiejie, mengapa tidak memberitahuku? Bukankah aku sudah bilang, aku ingin bertemu dengan mereka?" ujarnya memelas dengan jemarinya yang masih terus menari-nari di atas senar Guzheng.

Sun XianYang hanya terkekeh kecil saat sang putri mengutarakan keluhannya. Ia menikmati irama yang tercipta dari petikan jemari terampil gadis di sampingnya itu.

"Tentu ada kesempatan lain yang lebih bagus untuk kalian bertemu daripada waktu yang canggung seperti ini," jawab XianYang kemudian.

Bersambung

PUTRA MAHKOTA BOBROKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang