Chapter 16

5.7K 497 39
                                    

Saat aku hampir sampai di kost ku, tak jauh dari pandangan ku terlihat seseorang yang memakai pakaian serba hitam, menggunakan masker dan topi menaruh sebuket bunga di depan pintu kost ku. Dan saat aku memanggilnya entah kenapa dia lari dengan terburu buru masuk ke mobilnya dan berlalu pergi, aku yang kurang cepat pun akhirnya tidak bisa mengetahui siapa orang tersebut.

Sebenarnya aku sudah muak seminggu ini selalu mendapat kiriman, bermacam macam barang dan makanan sudah ku terima, tapi barang barang yang ia berikan hanya beberapa yang aku buka karena penasaran, dan sisanya sama sekali tidak ku sentuh. Aku pasti akan mengembalikan barang barang tersebut setelah aku mengetahui orangnya, aku tidak bisa menerima begitu saja barang dari orang yang sama sekali tidak aku ketahui, aku merasa diintai dan membuatku sangat tidak nyaman akan hal itu.

Aku mengambil buket bunga tersebut, dan ada secarik kertas disana, dan saat aku ingin membacanya ternyata hanya ada gambar senyum di sana, sangat aneh.

Pada akhirnya aku tidak mengambil buket bunga tersebut dan meletakkan nya kembali di teras rumah, walaupun jika ada seseorang yang mengambil itu tidak masalah bagiku karena aku tidak membutuhkannya.

Jam menunjukkan pukul 8 malam dan aku baru menyelesaikan mandi ku, disaat aku mendudukan diri ku di kasur handphone yang ada di tempat tidur berdering nyaring.

"hallo Mel?" ucap ku pertama.

"hallo Dik, aku bisa minta bantuan kamu lagi gak?" ucap Melly.

"minta bantuan apa Mel?" tanya ku bingung.

"ada berkas penting yang tertinggal di kantor Pa Janu, dan Pa Janu mau nganterin tapi aku ngerasa gak enak jadi aku bilang buat aku aja yang ngambil. Tapi masalahnya sekarang aku lagi di rumah sakit nemenin suami ku, penyakitnya lagi kambuh dan gak mau di tinggal, kamu bisa bantu kan Dik?" ucap Melly panjang lebar.

"iya bisa, semoga suami kamu cepet sembuh ya" ucap ku dengan pasrah menyiyakan.

"iya, makasih banyak Dika"

"iya sama sama" setelahnya aku memutuskan sambungan telpon.

Kenapa seperti Tuhan merencanakan aku untuk terus bertemu Janu padahal sangat ingin ku hindari, tapi mau bagaimana lagi aku harus menghadapi kenyataan.

Setelah berpakaian aku segera menaiki angkot menuju kantor Janu, beberapa menit berlalu akhirnya aku sampai dan segera masuk. Terlihat hanya beberapa orang yang masih di kantor karena mungkin mereka sedang lembur. Tanpa terasa kaki ku melangkah kini aku telah di depan pintu masuk ruangan milik Janu, aku mengetuk pintunya pelan dan terdengar suara dari dalam yang begitu ku kenal untuk menyuruh masuk.

Aku masuk dengan gugup karena Janu tak berhenti menatap ku sedari aku masuk ke dalam ruangannya.

"s-saya kesini untuk mengambil berkas Melly yang tertinggal" ucap ku dengan gugup.

"kan udah aku bilang, kamu gak usah formal gitu ke aku" ucap nya dan terlihat senyum tipis dari bibir nya yang membuat ku seperti tersihir, mematung seperti orang bodoh karena melihat senyuman yang begitu aku suka sejak dulu. Tak menyangka senyuman itu akan keluar bukannya tatapan tajam yang ia lontarkan kepada ku seperti beberapa hari yang lalu.

"iya m-maaf" balas ku setelah tersadar. "dimana dokumennya?" sambung ku. Aku ingin segera pergi dari sini, aku tidak ingin jatuh kepada senyuman itu lagi.

"kenapa buru buru, ayo duduk dulu" ucapnya dan menepuk sofa di sebelahnya untuk mengisyaratkan aku untuk duduk. Seperti disihir aku manut dan duduk di sebelahnya dan tetap memberi jarak kurang lebih dua jengkal. Aku tidak ingin terlalu dekat karena aku tidak ingin dia mendengar jantung ku yang heboh, tak bisa ku pungkiri aku masih berdebar jika di dekatnya bahkan dari dulu sampai sekarang.

"minum dulu" ucapnya sambil menyodorkan kopi yang sudah tersedia sedari tadi.

"iya" dengan canggung aku menyeruput kopi sambil terus berpikir bagaimana cara agar aku bisa pergi dari sini dengan cepat.

"kamu gak berubah ya?" ucapnya tiba tiba di tengah keheningan yang kentara.

"eh? Ah iya" balas ku seadanya sambil menjilat bibir bawah ku karena merasa gugup.

"udah dua tahun kita gak ketemu dan sekarang pun kamu masih manis" ujarnya sambil menyingkirkan poni ku yang lumayan panjang dengan tangannya. Aku blank, pikiran ku tiba tiba berhenti oleh perkataan yang ia ucap kan barusan dan juga dengan sentuhannya yang membuat tubuh ku membeku.

Setelah kembali tersadar aku melihat berkas yang Melly maksud di atas meja dan segera mengambilnya.

"a-aku permisi pulang" ucap ku dengan terburu buru dan tiba tiba ku rasakan tangan ku yang di genggam erat, menahan ku untuk membuka pintu.

"biar ku antar" ucapnya sambil menatap tepat ke mata ku saat kita berdiri berhadapan.

"g-gak usah, aku bisa naik ang-"

"gausah ngebantah" ucapnya. Sifat tidak suka dibantahnya keluar dan membuat ku menurut seperti dulu, entah kenapa sampai saat ini pun aku tak bisa membantah, menuruti apa yang dia mau seperti dulu. Menjadikan diriku seperti orang bodoh seperti dulu.

Tangannya sedari tadi hingga parkiran tak terlepas menggengam tangan ku, aku tak tau apakah ia tak menyadarinya atau tidak? Dan entah terkena sihir apa aku terlalu takut untuk mengatakan kepada Janu untuk melepaskan genggaman tangannya dan berakhir pasrah dengan jantung ku yang berdegup kencang. Tak bisa ku pungkiri, setelah usaha ku bertahun tahun untuk move on aku masih memiliki rasa untuknya, tapi aku tak mengharapkan kami bersama, aku tak ingin menjadi orang bodoh seperti dulu, dengan lantang mengatakan cinta dan dicampakan, lebih baik aku memendam seakan aku sudah tak memiliki rasa apapun. Aku hanya ingin kembali berteman.

Setelah sampai di mobilnya Janu membukakan pintu mobil untuk ku, aku segera masuk dan diikuti olehnya. Aku begitu bingung dengan sikapnya sekarang, kenapa ia tak menjauhi ku dan merasa jijik seperti dulu? Sikapnya sekarang benar benar membuat hati ku bimbang.

Di tengah perjalanan ia memberhentikan mobilnya untuk membeli bakso dan setelah selesai ia kembali masuk ke mobil dan melanjutkan perjalanan. Setelah beberapa menit akhirnya kami sampai di depan kost ku.

"makasih udah nganterin" ujar ku dan keluar dari mobilnya, tapi entah kenapa Janu juga ikut turun dari mobilnya sambil memegang bakso yang tadi ia beli yang membuat ku bingung.

"ayo makan bareng" ujarnya dengan tersenyum tipis.

"tapi-" aku menghela napas pelan, entah kenapa hati ku tak bisa menolak saat melihat senyumannya dan aku begitu payah karena malah mengangguk setelahnya.

Aku membuka pintu kost ku dan mempersilahkan Janu untuk masuk, matanya nampak melihat ke sana kemari menelusuri seisi kost ku.

Aku berjalan menuju dapur untuk mengambil alat makan, saat aku menuju ke meja makan terlihat Janu yang sudah duduk di salah satu kursi. Dan kami melalui makan malam tanpa berbicara satu pun, membuat ku merasa canggung setengah mati. Dan untung nya ia tak berlama lama dan pamit pulang.

Aku mengantarkannya ke depan kost ku karena merasa tak enak jika aku hanya diam di dalam kost. Saat telah di luar kost ia membalikkan badannya ke arah ku yang membuat ku menatap bingung ke arah nya.

"aku pulang" ucapnya dan tiba tiba tangannya menepuk kepala ku pelan dan menjalar mengelus pipi ku. Aku yang mendapatkan perlakuan seperti ini darinya hanya bisa berdiri mematung, pikiran ku kosong, dan jantung ku berdetak dengan kencangnya. Sampai mobilnya berlalu pergi aku masih saja mematung, meremas kuat jantung ku yang berdetak kencang dan mencoba mencerna apa yang telah terjadi.

*****

Seperti biasa jangan lupa kasih vote dan komennya. Ayo guys sampein 1K vote nya biar aku makin semangat ngetiknya😊❤❤

See you in the next chap!👋👋

It's Love! [BxB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang