Part 4

537 64 2
                                        

Selama apapun Kyungsoo menunggu keluarganya tidak akan kembali. Kenyataan bahwa kini ia hidup sendiri dengan Suho yang membencinya cukup membuatbatinnya tersiksa. Harus berapa lama lagi ia menanti kebahagiaan hadir dalam hidupnya? Terkadang Kyungsoo iri dengan teman-temannya yang asik menceritakan tentang keluarganya. Entah keharmonisan keluarga atau liburan bersama. Kyungsoo juga ingin tapi ia tidak bisa mendapatkannya.

Kini Kyungsoo sudah beranjak remaja. Ia tumbuh menjadi remaja yang kuat. Bisa bertahan sejauh ini saja sudah hebat. Mandiri tanpa keluarga yang selalu ada disisinya. Suho mulai sering berada di rumah meskipun tidak pernah menganggap dirinya ada.

“Appa,” panggil Kyungsoo. Ia ingin berdiskusi dengan ayahnya terkait akan melanjutkan sekolah menengah atas dimana.
Seperti biasa, Suho tidak akan membalas perkataan Kyungsoo.

“Besok hari kelulusanku. Bisakah Appa menemaniku?” pinta Kyungsoo takut-takut.

“Tidak.” Kyungsoo sudah menduganya, tapi apa salahnya berharap meskipun akhirnya berujung kecewa. Suho menghentikan acara membaca koran. Ia menatap tajam ke arah Kyungsoo yang menunduk takut.

“Kau mendapat beasiswa kan?” tanya Suho. Kyungsoo mendongak lantas mengangguk ragu.

“Bagus. Pertahankan itu. Karena kau sudah diterima di sekolah elit, raih nilai yang sempurna,” titah Suho sesaat sebelum pergi meninggalkan Kyungsoo. Padahal Kyungsoo ingin berdiskusi karena ia tak ingin mengambil beasiswa itu. Kyungsoo hanya ingin bersekolah di sekolah biasa, tapi sepertinya ayahnya tidak akan setuju. Ia masih beruntung karena Suho masih mau menampung dan membiayainya, mungkin ia harus menuruti permintaan Suho tadi. Meskipun ia tidak yakin.

**

Saat hari kelulusan tiba, Kyungsoo hanya bisa menatap iri teman-teman yang datang bersama sanak keluarga. Ia duduk menyendiri di sudut ruangan. Susah payah menahan tangis karena sang ayah tak kunjung datang.

“Hey,” sapaan seseorang membuat Kyungsoo yang sedari tadi menunduk perlahan mengangkat kepalanya.

“Kenapa disini? Ayo bergabung bersama teman-temanmu. Samchon dengar kau mendapat predikat lulusan terbaik?” Minseok mengulurkan tangannya. Kyungsoo menghela nafas pelan dan mencoba untuk tersenyum. Setidaknya ia harus membiarkan dirinya bahagia bukan?

Kyungsoo berulang kali menatap pintu aula. Ia masih berharap ayahnya datang dan memberikan ucapan selamat. Minseok yang menyadari gelagat Kyungsoo memegang tangan remaja mungil itu.

“Appamu sedang rapat jadi ia tidak bisa datang. Tersenyumlah,” ucap Minseok. Ia merutuki dirinya karena terus membohongi Kyungsoo jika ayahnya sibuk. Padahal Suho tidak sesibuk itu, sudah ada anak buahnya yang mengurus perusahaan.

“Paman bangga padamu. Kau sudah melakukan yang terbaik,” imbuh Minseok sambil mendekap tubuh Kyungsoo.

**

Sepulang sekolah Kyungsoo mendapati mobil ayahnya terparkir di depan rumah. Ia mengernyit bingung karena tadi Minseok bilang ayahnya itu sedang rapat. Tak mau ambil pusing, anak itu segera masuk sembari membawa ijazah yang nyaris mendapat nilai sempurna.

“Appa,” panggil Kyungsoo. Suho menoleh dan menatap datar putranya. Kebencian itu tetap ada dan entah kapan akan sirna.

“Ini.” Suho melemparkan sebuah black card ke arah Kyungsoo.

“Terserah mau kau gunakan untuk apa kartu itu. Aku tidak peduli, tapi ku harap kau sadar diri. Jangan sampai mempermalukanku. Kau hanya pengganti karena kakakmu belum kembali,” ucap Suho lantas bangkit. Ia menatap sinis ke arah Minseok yang tadi mengekori Kyungsoo dan berhenti tepat di belakang Kyungsoo.

Rintik Sendu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang