Ganendra Pov
"Motornya mana?" Aku menoleh ke belakang dimana dokter cantik yang sudah aku rindukan selama tiga hari ini berdiri. Aku menatap wajahnya yang terlihat sangat lelah.
"Di bawa Serda Adit tadi siang." Jawabku.
"Terus kita jalan kaki?" Aku mengangguk, aku tersenyum entah kenapa aku sangat suka saat dia menyebut 'kita' rasanya seperti sudah ada sesuatu di antara aku dan dia.
"Kalau dokter mau gendong saya juga boleh, ayo naik." Kataku.
"Ogah." Jawabnya sambil jalan mendahuluiku, aku tersenyum melihat tingkahnya.
Aku berjalan mengikutinya dari belakang, memandang tubuhnya yang berjalan di bawah sinar rembulan, dia gadis yang cantik, jika sedang diam dia sangat manis sekali tapi jika sudah galak singa betina saja kalah galaknya.
Langkahku terhenti saat melihat dia juga berhenti dan berbalik menghampiriku.
"Kenapa?" Tanyaku penasaran, karena dia seperti ketakutan. Tanpa aku duga dokter cantikku langsung menggenggam tanganku membuat aku makin penasaran.
"Ada suara aneh dan ada yang gerak - gerak disana." Katanya sambil menunjuk ke arah semak, aku menariknya ke belakang tubuhku dengan pelan aku berjalan mendekati semak yang dia tunjuk.
"Kita lari saja, gimana kalau itu binatang buas." Bisiknya padaku.
"Tenang bu dokter ada saya nggak usah takut." Kataku menenangkan, padahal aku juga was - was khawatir itu binatang buas karena di sini masih sering ada binatang buas masuk perkampungan tapi jiwa prajuritku mengatakan harus berani melihat apa yang menjadi sumber ketakutan dokter cantikku.
Aku berjalan makin dekat dan...
Meooongg meoooong
Aku bernafas lega ternyata kucing, aku lirik dokter cantik yang masih menggenggam tanganku dia juga nampak sangat lega saat tahu itu hanya kucing, aku tersenyum melihat wajah ketakutannya dia sangat menggemaskan.
"Apa lihat - lihat?" Tanyanya membuatku makin mendekatinya dan dia berjalan mundur tapi tangannya masih menggenggam tanganku.
"Bu dokter nggak kangen sama saya?" Jujur dari tadi aku ingin sekali menanyakan hal ini.
"Nggak tuh, saya malah senang karena bisa hidup dengan damai saat Danton pergi." Jawabnya dengan jutek, khas seorang Alvina Putri.
Aku tersenyum, "Padahal saya kangen loh sama bu dokter." Kataku makin dekat dengannya dan dia kembali melangkah mundur.
"Ngapain sih, jangan macam - macam ya." Katanya lagi.
"Satu macam saja belum terlaksana gimana mau macam - macam." Jawabku.
Memang benar 'kan, satu macam saja untuk jadi suaminya belum terlaksana bagaimana aku bisa berbuat macam - macam, gini juga aku masih punya iman walau kadang sering goyah saat berada di dekat dokter cantikku ini.
"Pulang sekarang, saya sudah lelah Danton, badan juga sudah lengket nggak enak banget." Katanya, entah kenapa aku merasa nada bicaranya terdengar sangat manja di telingaku membuat desiran di hatiku makin kian terasa.
Aku tersenyum lalu melepaskan genggaman tangannya, "Ayo, jangan bu dokter yang genggam tangan saya dan membuat saya nyaman tapi biarkan saya yang memberi keyamanan untuk bu dokter." Aku meletakan tanganku di bahunya, aku merangkulnya membawanya berjalan di sampingku.
"Begini 'kan bu dokter lebih nyaman dan aman pastinya, kita seperti sepasang kekasih yang sedang kencan." Kataku tersenyum meliriknya yang ternyata sedang menatapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvina Kaulah Takdir Cintaku
Romance"dokter Alvina." Langkah Vina terhenti menatap Danton tampan yang sangat suka menggodanya itu. "Ya." Jawab Vina ketus seperti biasa. "Boleh saya tanya sesuatu?" "Apa." Jawab Vina yang saat ini menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan matanya m...