bagian tiga belas

3K 417 11
                                    

Hari Minggu akhirnya tiba. Oliv sudah siap untuk lari pagi seperti yang selalu ia lakukan tiap minggunya. Bedanya, kali ini Oliv membawa paper bag berisi hamper sederhana yang sudah ia persiapkan sendiri sejak kemarin untuk diberikan pada Arlan.

Oliv masih ingat bahwa setiap Minggu Arlan juga selalu lari pagi di tempat yang sama dengannya. Dan semoga hari ini Oliv bisa sampai lebih dulu daripada Arlan.

Pukul setengah tujuh pagi, Oliv sudah tiba di lapangan khusus berolahraga favoritnya setelah melakukan perjalanan kurang lebih selama sepuluh menit menggunakan angkutan umum. Kemudin Oliv berjalan kaki sedikit untuk mencapai lapangan.

Seperti biasa, lapangan sudah mulai dipenuhi oleh warga sekitar dan beberapa mahasiswa yang tinggal di kos daerah sana. Seringkali Oliv menemukan wajah-wajah yang biasa ia temui di kampus, tetapi tidak pernah Oliv sapa karena memang tidak benar-benar mengenalnya. Sementara orang-orang yang Oliv kenal justru nyaris tak pernah terlihat di lapangan itu.

Kecuali Arlan.

Oliv menghirup napas dalam, merasakan oksigen di pagi hari yang masih segar itu memenuhi paru-paru, kemudian diembuskannya kembali melalui hidung. Rasanya ia ingin segera melakukan pemanasan sebelum memulai lari paginya. Namun, Oliv tidak bisa meninggalkan paper bag-nya begitu saja. Alhasil, Oliv memilih untuk duduk di bawah pohon sejenak sembari menunggu Arlan memunculkan batang hidungnya.

Oliv meletakkan paper bag di sebelah kakinya yang sedikit tertekuk, kemudian dikeluarkannya gawai dari saku jaket putih yang ia kenakan. Perempuan berkucir kuda itu tergeming sesaat ketika mengecek salah satu aplikasi perpesanan. Gue baru inget kalo gue atau Arlan nggak punya kontak satu sama lain, batinnya. Karena kalau Oliv memilikinya, ia pasti akan dengan mudah mengetahui keberadaan Arlan sekarang.

Yah, mungkin Oliv memang harus menunggu sebentar lagi. Ia sangat yakin Arlan juga akan datang pagi ini.

Menghela napas, Oliv memeriksa beberapa media sosial yang ia punya. Lalu ia kembali memperhatikan sekitar, di mana kondisi lapangan mulai terlihat lebih ramai. Pasti sebentar lagi Arlan akan datang, pikir Oliv dengan yakin. Dan seolah ucapannya didengar oleh semesta, Oliv melihat kemunculan Arlan yang tengah berlari santai melalui track khusus yang berada tak jauh di depannya.

Senyum Oliv mengembang lebar. Ia pun segera bingkas dan meraih paper bag. Dengan langkah cepat Oliv berusaha mendekati Arlan sebelum ia lewat terlalu jauh.

"Ar--"

Niatan Oliv untuk menyerukan nama laki-laki itu seketika urung kala melihat seorang perempuan sudah lebih dulu memanggilnya dari arah belakang. Mulanya Arlan tidak mendengar, sampai perempuan itu mempercepat larinya dan menepuk bahu Arlan. Laki-laki itu menoleh, tampak agak terkejut ketika melihat siapa yang tadi memanggilnya. Tak lama setelahnya, mereka berjalan berdampingan dan terlibat dalam sebuh percakapan.

Dan mereka terlihat cukup akrab.

Oliv mematung di tempatnya, merasa tak yakin jika ia tetap harus menghampiri Arlan atau tidak. Oliv tidak tahu siapa perempuan itu. Jika ia adalah pacar Arlan, Oliv tentu tidak mungkin memberikan hadiah secara terang-terangan di depannya. Tapi mengingat percakapannya semalam dengan Keisha, Oliv yakin bahwa Arlan masih single.

Lalu, apakah perempuan hanyalah teman Arlan, atau justru perempuan yang saat ini tengah didekati Arlan?

Oliv melirik paper bag berwarna abu-abu di tangannya. Mungkin nggak hari ini, ya?

"Bre, di mana lo?" tanya Rezka pada Arlan melalui voice call. "Gue udah muter-muterin lapangan nggak nemu-nemu lo dari tadi."

Hey, Olivia! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang