bagian lima

4.5K 495 6
                                    

Bagi Arlan, lari pagi sudah menjadi suatu hal yang wajib dilakukan saat Minggu tiba semenjak ia merantau ke Jakarta. Setelah Senin sampai Jum'at disibukkan dengan kuliah, Sabtu biasa Arlan gunakan sebagai waktu bebas tanpa ada kegiatan berat. Dan Minggu, adalah waktu untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan.

Kebetulan sekali di dekat kosnya terdapat sebuah lapangan luas khusus untuk berolahraga yang sering digunakan oleh mahasiswa dan juga warga sekitar. Arlan jadi tidak perlu jauh-jauh mencari tempat.

Biasanya Arlan lari pagi bersama beberapa teman yang satu kos dengannya. Namun, kali ini Arlan hanya sendiri karena mereka tengah kembali ke kota asal mereka. Terkadang Rezka yang menginap di kos Arlan pun turut mengikuti apa yang temannya itu lakukan setiap Minggu pagi.

Kini Arlan sudah berada di lapangan tersebut lengkap dengan setelan untuk berolahraga: Kaus putih polos yang dibalut dengan jaket abu-abu, celana training panjang, serta sepatu olahraga favoritnya. Laki-laki itu menarik kedua lengan jaketnya sampai siku sebelum melakukan pemanasan singkat. Setelahnya, Arlan pun mulai berlari mengelilingi lapangan dengan kecepatan sedang.

Lapangan ini semakin ramai saja saat Arlan sudah mencapai tiga putaran. Ada yang lari pagi seperti dirinya, ada yang bersepeda, dan bahkan sekumpulan ibu-ibu dengan pakaian yang seragam sudah bersiap melakulan senam di salah satu sisi lapangan. Tinggal menunggu waktu saja sampai lagu remix yang sudah bosan Arlan dengar akan menemani lari paginya seperti biasa.

Pandangan Arlan kemudian beralih ke depan. Tak jauh darinya, tampak seorang perempuan yang tengah melakukan aktivitas sama dengannya. Rambut berkucir kuda yang berayun-ayun mengikuti pergerakan sang empunya sangat menarik perhatian Arlan. Hingga pandangan Arlan jatuh ke bawah, tepat pada tali sepatu di kaki kirinya yang terurai dan dibiarkan begitu saja.

Arlan mendecak. Apakah perempuan itu sama sekali tidak menyadarinya atau ia sengaja membiarkannya?

Mempercepat lari, Arlan berusaha untuk menyejajarkan dirinya dengan perempuan itu sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan. "Hey, tali sepatu lo lepas," ujar Arlan yang memang bermaksud untuk memberitahunya.

Tapi, nihil. Perempuan itu terus berlari tanpa memberi respons. Mendengar pun sepertinya tidak. Dan saat itulah Arlan menyadari kebodohannya. Rupanya earphone menyumpal kedua telinga perempuan itu. Wajar saja jika ia tidak mendengar, apalagi para ibu-ibu itu sudah memulai senam.

Arlan pun menepuk bahu perempuan itu dua kali, hingga pada akhirnya ia menoleh. Melihat wajahnya sontak membuat Arlan terkejut, begitu pula dengan perempuan yang berlari di sebelahnya.

"Elo--eh ehh!" Perempuan itu tak mampu menyelesaikan kalimatnya karena apa yang Arlan takutkan benar-benar terjadi. Ia pasti akan tersungkur di atas paving block jika saja Arlan yang kini menahan kedua bahunya tidak ada di sana.

"Hampir aja lo celaka yang kedua kalinya, tau nggak lo?"

Oliv benar-benar tidak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan Arlan di tempat favoritnya untuk melakukan lari pagi hari ini. Dan lagi untuk yang kedua kali, Arlan telah menolongnya. Ah, tapi untuk hari ini, lebih tepatnya Arlan sudah mencegah kesialan yang akan terjadi pada Oliv.

Sejujurnya Oliv merasa malu. Ia pasti tampak bodoh di mata Arlan sekarang. Bagaimana bisa Oliv tidak menyadari bahwa tali sepatunya terlepas? Bodoh sekali!

Oliv menggigit bibir bawahnya. Ia sama sekali tak berani bertatapan dengan Arlan yang kini duduk berselonjor di sebelahnya. Entah karena Oliv atau apa, tapi Arlan benar-benar menyudahi kegiatannya begitu saja saat Oliv memutuskan untuk duduk di pinggir lapangan.

"Lo suka lari pagi di sini?"

Suara Arlan membuat Oliv tergeming sesaat, hingga ia menyadari bahwa Arlan benar-benar bertanya padanya. "Iya, tapi cuma hari Minggu aja," jawab Oliv seadanya. Ia bahkan tidak menatap lawan bicaranya.

"Gue juga. Tapi kok gue nggak pernah liat lo?"

"Hm?" Oliv tampak berpikir sejenak. Ia bermaksud untuk menoleh sekilas, tapi rupanya Arlan tengah memperhatikannya juga. Sudah terlanjur, Oliv jadi tidak bisa membuang pandangannya sekarang. "Mungkin karena sebelumnya kita nggak saling kenal? Bisa aja lo atau gue pernah ngeliat satu sama lain, tapi karena nggak kenal, jadinya biasa aja."

"Biasa aja gimana?"

Dia banyak nanya juga, ya, batin Oliv. "Ya biasa aja, nggak sampe diinget-inget kalo gue pernah liat lo atau sebaliknya. Jadi, ya udah, cuma selewat aja gitu."

"Hmm." Arlan manggut-manggut, sebelum ia mengajukan pertanyaan lain. "Tapi, emangnya sekarang gue sama lo udah saling kenal?"

Betul juga. Memangnya kapan mereka berkenalan? Keduanya hanya mengetahui nama masing-masing karena Rezka dan juga Keisha. Jadi, secara resmi memang belum, 'kan?

"Anggap aja udah," balas Oliv yang tidak mau memperpanjang masalah itu, karena saat ini ada yang lebih penting untuk dibahas. Perempuan itu menarik napas sejenak sebelum berkata, "Arlan, tadinya gue tuh berencana mau nemuin lo di kampus besok. Tapi berhubung kebetulan ketemu lo di sini, jadi gue mau ngomong sekarang aja."

Arlan mengerutkan dahi, bingung. "Ngomong apa?"

"Itu, gue minta maaf soal kemaren, dan makasih udah bawa gue ke puskesmas, udah nganterin pulang juga." Oliv menjeda sejenak untuk melihat reaksi Arlan. Tetapi laki-laki itu tampaknya menunggu kelanjutan kalimat dari Oliv. "Habisnya lo yang pertama kali gue liat sih, ya gue ngiranya kan lo lagi bertanggung jawab karena udah bikin gue pingsan gitu."

Setelah menuntaskan ucapannya, Oliv memperhatikan Arlan yang tidak menampilkan ekspresi apa pun. Tapi kemudian laki-laki itu melihat ke depan dan membuang napasnya, tampak berpikir sejenak. Lalu ia kembali menoleh pada Oliv dengan senyum tipis yang tercetak di wajahnya.

"Dimaafin."

Oliv menatap Arlan tak percaya.

Semudah itu?

Jadi, buat apa Oliv pusing-pusing memikirkan cara untuk menyampaikan maaf serta rasa terima kasihnya pada Arlan sejak kemarin jika akhirnya hanya berakhir seperti ini?

Oliv mengembuskan napas panjang.

Baiklah, setidaknya Oliv bisa lebih tenang sekarang.

(18 april 2021)

Hey, Olivia! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang