Papa berangkat lagi?

29 5 22
                                    

"Besok papa mau berangkat, lho." celetuk istri dari astronot ternama sekaligus ibu dari ketiga anak tersebut. "udah pada tau?"

Mereka— Rigel, Faye, dan Titania sontak menggeleng bersama. Dari raut wajahnya nampak jelas kebingungan yang ada, meminta agar sang ibu melanjutkan pernyataannya dengan lebih detail. Namun, naas. Ibunya justru melanjutkan kegiatannya dengan sepotong roti dan selai rasa cokelat yang berada di tangan kanannya.

Si bungsu mengerucut, kerutan di dahinya terlihat semakin dalam, tanda tak terima dengan kabar yang baru saja didengar.

"Kok papa berangkat lagi? Cepet banget lagi. Papa nggak usah kerja, ya? Kita 'kan udah punya semuanya. Tania males kalau ditinggal terus kayak gini. Baru aja kemarin pulang, eh besoknya kerja lagi. Kerja aja terus sekalian, nggak usah pulang, nggak usah ketemu sama Tania!"

"Tania," sahut Rigel mengingatkan.

Papa tersenyum. "Maaf ya, Tania. Sebenarnya papa juga nggak mau berangkat lagi secepat ini. Tapi, ya mau bagaimana lagi? Teman kerja papa yang harusnya berangkat minggu ini lagi berhalangan, jadi terpaksa deh papa yang menggantikan. Dan juga, papa sudah lihat jadwal kuliah kalian, bulan ini nggak ada libur panjang, 'kan? Percuma dong papa ada di rumah tapi kalian sibuk kuliah."

"Tania bisa bolos kalau papa mau." jawab Tania, sukses membuat Faye yang berada di sampingnya reflek memukul lengan saudara kembarnya.

"Ngadi-ngadi aja lo. Masa anak FK mau bolos?!"

"Ya emang kenapa? Yang boleh bolos cuma anak FH gitu?" sinis Tania.

"Udah udah," lerai ibu. "besok pada masuk siang, 'kan? Ikut antar papa ke bandara, ya." ucapnya sembari memberikan roti terakhir pada si bungsu.

Tania mengangguk. Faye diam saja. Rigel menghela napas, lalu berkata. "Iya, sih besok masuk siang... tapi, ini beneran secepat ini? Papa baru aja pulang, lho..."

Tania mengangguk kukuh. Mulutnya yang masih terisi penuh dengan roti itu berusaha menyahut. "Apa nggak bisa minggu depan aja?" tanyanya, ingin bernegosiasi dengan papa.

Papa menggeleng dengan bibir yang melengkung ke bawah.

"Mmm, kalau lusanya lusa lagi. Bisa?"

"Enggak bisa,"

"Kalau lusa?"

"Tetap nggak bisa, sayang. Papa harus berangkat secepatnya. Dan menurut papa, hari esok adalah pilihan yang paling tepat. Kita masih bisa menikmati hari ini bersama-sama, 'kan?"

Tania meletakkan pisau dan garpunya di atas piring kecil bekas sarapan kali ini. Roti dari ibu sudah dihabiskan tadi. Ia menghela napas berat sembari menyandarkan punggung di kursi makan. Merasa sedikit kecewa.

"Lagian, nawar mulu ke papa. Dikira lagi beli sayur kali ah." celetuk Faye.

Jika dalam situasi biasa, Tania akan menekuk wajahnya dan membalas perkataan Faye dengan emosi yang berapi-api. Namun, kali ini ia hanya terdiam dengan pandangan yang entah mengarah kemana.

"Tania ke kamar dulu." ucapnya sembari meninggalkan ruang makan.

Kepergian Tania membuat sarapan kali ini menjadi sedikit berantakan. Faye ikut meninggalkan ruang makan, papa dan ibu saling bertatapan, dan Rigel yang mau tidak mau harus keluar dari keadaan seperti ini.

"Papa, ibu," panggil Rigel. "aku nyamperin Tania dulu, ya." pamitnya, lalu beranjak menuju kamar Tania.



Rigel menghela napas setelah tiba di depan kamar Tania. Seperti dugaan, kamarnya dikunci. Tania selalu seperti ini jika tak enak hati.

the betelgeuseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang