Bertemu dengan teman Tania.

9 2 23
                                    

"Lama banget, ngapain dulu sih di kamar?" tanya ibu ketika ketiga putrinya baru tiba di ruang makan. "makanan udah siap dari tadi. Untung belum ibu sajiin di piring, nanti bisa keburu dingin nasinya nungguin kalian."

Tania meringis. "Hehehe, maaf ya, bu. Tadi nungguin kak Rigel ganti dulu."

"Tania belum mandi?"

"Belum, bu."

"Kok jorok? Sana mandi dulu baru makan."

"Ibuuuu, Tania habis ini mau pergi sama Faye. Kalau ibu suruh mandi dulu nanti yang ada lama dan jadi kesiangan kita perginya. Nanti aja ya Tania mandinya?"

Ibu menoleh dengan dahi yang mengernyit. "Emang kalian mau pergi kemana?" tanyanya sembari hendak mengambilkan nasi untuk ketiga putrinya.

"Aku aja, bu." ucap Rigel sembari mengambil alih apa yang sudah menjadi tugas Ibu.

"Au tuh. Faye sendiri aja nggak tau mau kemana, mana mendadak banget lagi ngomongnya."

"Ssst! Udah nggak usah protes, gue yakin lo bakal suka ntar!" seru Tania, membuat Faye memberikan tatapan aneh padanya.

"Sini sini," ucap ibu sembari mengayunkan tangan. "mau kemana sih sebenernya?" tanya beliau ketika Tania sudah jongkok di samping kursinya.

"Tania kasih clue aja ya, bu..." bisik Tania sembari sedikit berdiri dan mendekatkan wajahnya ke arah telinga ibu. "Tania mau ke starbucks, nemuin Faye sama cowok ganteng!"

"Kale?"

"Ya Kale emang ganteng, sih... Tapi ini beda, ada yang ganteng juga, tapi nggak melebihi Kale di mata Tania." jelasnya. "udah lah pokoknya izinin aja ya, bu? Lagian kita nggak aneh-aneh kok. Faye aman, 'kan ada Tania! Boleh, 'kan?"

Ibu menghela napas. Ya mau bagaimana lagi, keinginan anak bungsunya itu tidak dapat ditolak. "Iya deh boleh, tapi janji jangan aneh-aneh."

"Iya, ibu. Janji nggak bakal aneh-aneh." ucap Tania setelah menautkan jari kelingking ibu dengan miliknya.

"Yaudah, sekarang makan dulu. Jangan lama-lama ya perginya, ibu mau pergi juga soalnya."

"Siap!" seru Tania lalu mulai menyantap makanannya dengan lahap.


"Orangnya belum sampai juga?" tanya Faye dengan wajah ditekuk.

Bukannya apa, pasalnya mereka sudah menunggu dari sepuluh menit yang lalu. Iya, baru sepuluh menit. Memang dasar Faye saja yang tak sabaran.

Tania diam saja, tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan saudaranya. Fokusnya justru tertuju pada ponsel yang sedari tadi berada di genggamannya.

Seperti biasa, kali ini-pun si kembar memakai outfit yang berbeda, sangat berbanding terbalik.

Faye memakai celana jeans hitam dan kaus tanpa lengan berwarna abu lalu dipadukan dengan outer pendek berwarna putih tulang yang telah didesain Rigel sebelumnya. Desainnya berupa beberapa sobekan dan coretan abstrak berwarna hitam.

Sementara Tania memilih memakai dress simple dengan kombinasi warna hitam dan merah muda.


Lalu beberapa menit kemudian,

"Ey, udah nunggu dari lama, ya? Maaf, ya." ucap seseorang yang sedari tadi mereka tunggu kehadirannya.

Hilal. Dengan outfit kasual seperti biasanya.

"Bagus, sadar diri dia." sahut Faye, membuat Tania memberikan tatapan tajam padanya.

"Nggak kok, kak. Kita juga barusan sampai, sih. Jadi santai aja," jawab Tania sembari tersenyum simpul.

Faye mendecih, lalu beralih meminum kopinya beberapa tegukan, tak ingin lanjut memperhatikan Tania yang tiba-tiba berubah menjadi seseorang yang sok pengertian.

Barusan sampai gimana? Gue bahkan udah hampir lumutan nungguin dia, batin Faye


"Hari ini rencananya mau ngapain, Tania?" tanya Hilal, membuat Faye yang sedari tadi memalingkan wajahnya itu menatap tajam ke arah si cantik dengan balutan dress merah muda.

"Bentar, jadi ini lo belum nentuin mau ngapainnya? Anjir tau gini gue nggak usah ikut. Buang-buang waktu tau nggak." ketusnya.

Tania membuka mulut, hendak menjawab pertanyaan dari Faye, namun tidak jadi karena Hilal telah mengambil alih tugasnya.

"Kita ke gramedia dulu aja, ya? Kakak lagi butuh bacaan buat refrensi tugas kakak. Nanti setelah dari gramedia, terserah kamu mau ke mana." ucap Hilal sembari menatap Tania, membuat yang lebih muda mengangguk mengiyakan.

"Kakak nggak mau pesan minum dulu?" tanya Tania ketika melihat Hilal yang kini berdiri dan merapikan celana bahannya.

Hilal menggeleng. "Nggak usah, nanti beli air putih aja. Lagi nggak pengen kopi." jawabnya.

Tania mengangguk kecil sembari ikut berdiri dan merapikan dressnya. Diikuti dengan Faye yang melakukan hal serupa.

Tania banyak bertanya tentang ini dan itu pada Hilal selama mereka menuju gramedia. Berbeda dengan Faye yang justru sibuk dengan ponselnya, membalas pesan yang biasanya tak ia balas karena ia rasa tak penting itu.



Sesampainya di gramedia, Tania langsung berlari kecil ke arah rak buku yang di atasnya bertuliskan Fiksi Ilmiah, meninggalkan Hilal dan Faye yang mendadak menjadi canggung.

"Lo," panggil Hilal.

Faye mendecih tak suka. "Gue punya nama."

"Gue nggak tau nama lo."

"Nggak perlu tau juga, sih." jawab Faye cuek.

Hilal menghela napas samar. "Jangan terlalu kasar sama Tania,"

"Ada yang lebih penting lagi?"

"Nggak ada yang namanya buang-buang waktu if you spend time with someone you loved. Selagi masih ada waktu yang tersisa, nikmati aja. Kita nggak tau besok— atau bahkan satu jam kedepan apa kita masih diberi kesempatan untuk mengukir kisah indah yang nantinya kita sebut sebagai kenangan. Time is money, emang benar. Tapi bukan seperti itu cara mengaplikasikannya."

"Pembahasannya jadi kemana-mana, tapi oke deh. Bener juga omongan lo."

Hilal tersenyum, menampakkan lesung pipinya yang membuatnya terlihat dua kali lipat lebih tampan. Dan membuat gadis yang berada di sampingnya tanpa sadar ikut tersenyum.

"Sering-sering senyum, ya. Wajah lo jadi enak dilihat kalau gini." reflek Hilal, membuat si gadis tiba-tiba mengubah air muka menjadi kembali datar.

"Lo... udah dapet buku buat refrensi tugas?"

"Belum, 'kan dari tadi ngobrol sama lo."

"Oh, yaudah. Gue duluan, mau nyari buku buat refrensi tugas juga." ucap Faye lalu berjalan cepat tanpa arah, meninggalkan Hilal yang tengah mengerutkan alisnya bingung.

"Tapi, Faye,"

Yang namanya disebut kini berhenti berjalan. Dihembuskannya napas pelan-pelan guna menormalkan detak jantungnya, lalu menoleh. "Apa?"

"Lo anak hukum, 'kan? Rak bukunya ada di sana." ucap Hilal sembari menunjuk rak buku yang berada jauh di belakang Faye.

"Oh, iya... Tapi gue emang mau baca buku ini dulu kok." jawab Faye sembari mengambil asal buku yang pertama kali ditangkap oleh netranya. "Buku— Buku Minta Dibanting ini. Iya." lanjutnya, lalu menghela napas lega setelah melihat respon Hilal yang hanya mengangguk dan tersenyum, sebelum akhirnya pergi ke rak yang berisikan buku yang ia butuhkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

the betelgeuseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang