Selamat bertugas, pa!

9 5 13
                                    

Setelah selesai mengobrol berdua dengan Tania, papa dan anak bungsunya itu pun kembali.

Papa melirik jam tangan yang dikenakan. "Lima belas menit lagi..." celetuknya, lalu beralih menatap anaknya satu persatu.

"Rigel, kayaknya papa nggak perlu kasih pesan banyak-banyak ke kamu. Karena papa yakin, kamu selalu dan akan selalu melakukan yang terbaik. Kamu adalah anak sulungnya papa dan ibu, kamu yang paling sering ditinggal papa kerja, dan yang paling lama menemani ibu dari dulu. Kamu juga yang paling mengenal adik-adikmu serta bagaimana cara menghadapi keduanya. Pesan papa untuk kamu, teruslah seperti ini. Jangan hilangkan sifat adil dan bijaksana dari dirimu. Dan juga, jangan lupa untuk memikirkan dirimu sendiri, jangan hanya memikirkan orang lain terus. Ya? Pikirkan dirimu juga." pesan papa sembari memegang pundak Rigel.

Jangan berpikiran hal buruk terlebih dahulu. Memberi pesan untuk ketiga anaknya ini sudah menjadi tradisi yang tak pernah ditinggalkan setiap kali papa hendak bekerja.

Papa tersenyum melihat Rigel yang tak kuasa menahan air matanya. "Kakak, besar kemungkinan papa nggak bisa hadir di wisuda kamu nanti. Papa minta maaf sebesar-besarnya. Maaf kalau papa belum bisa memberikan yang terbaik untuk kamu. Peluk dulu sini, Rigelnya papa."

Air mata Rigel semakin tumpah ketika berada di pelukan sang papa. Pelukan hangat yang kelak pasti ia rindukan.

"Kakak," panggil papa sembari mengusap lembut rambut Rigel. "papa boleh nggak minta tolong untuk yang terakhir kalinya?"

"Papa..... Papa jangan bilang kayak gini, papa boleh minta tolong ke aku setiap saat. Aku nggak pernah merasa keberatan, pa..." jawab Rigel dengan sesenggukan.

"Bukan begitu maksud papa, sayang. Papa bilang ini permintaan terakhir, ya karena setelah ini papa sudah nggak lagi bekerja. Papa mau istirahat, mau menghabiskan waktu untuk keluarga papa, untuk ibu, Rigel, Faye, dan Tania." jelas papa. Beliau menghela napas panjang sebelum melanjutkan ucapannya. "papa minta bantuan kamu untuk menjaga ibu dan adik-adikmu, ya? Tenang aja, papa juga ikut menjaga kok dari sana."

"Omongan papa dari tadi kok ambigu banget, sih?" protes Tania.

Papa tersenyum sembari melepas pelukannya dengan Rigel. "Makasih ya, kak, sudah menjadi anak papa dan ibu yang paling mengerti." ucapnya, lalu meminta Tania untuk mendekatinya.

"Titania, anaknya papa yang paling gemesin, nih. Yang dari dulu selalu minta papa buat ambil planet mars dan bawain ke rumah buat dijadiin lampu tidur karena sinar warna merahnya yang sangat cerah."

Tania terkekeh mendengarnya, papa pun sama.

"Sekarang Tania nggak bakal minta papa ambilin planet mars, deh. Sekarang Tania cuma minta agar papa pulang dengan selamat dan nggak ninggalin Tania lagi. Tania tadi denger lho kalau papa bilang setelah ini papa udah nggak kerja lagi. Jadi, Tania mohon banget agar ucapan itu ditepati."

"Ditepati nggak yaa?" goda papa. Sukses membuat bibir Tania mengerucut. "iya, sayang. Papa pasti tepati. Papa juga capek lah berpuluh-puluh tahun kerja terus, nggak ada istirahatnya." keluh papa.

Papa menghela napas. "Tadi papa sudah kasih banyaaak pesan ke Tania, 'kan? Papa harap Tania bisa melakukan itu semua. Tetap menjadi Tania yang baik hatinya, ya?" ucap papa sembari menangkup wajah Tania.

"Mata yang selalu fokus melihat kebaikan, mulut yang tak pernah mengucap keburukan, telinga yang dapat memilih untuk tak mendengarkan yang buruk, dan pikiran yang diciptakan hanya untuk diisi dengan yang baik-baik." monolog papa sembari mengusap setiap sisi dari wajah anak bungsunya.

"Kayaknya nanti papa bakal kangen sama bawelnya kamu. Ayo dong bawelin papa sekarang."

"....."

"Tania? Kok diam?"

the betelgeuseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang