9

9 0 0
                                    

Sudah hampir dua minggu Arga tidak berbincang dengan Giva. Semenjak pengakuan rasa khawatirnya terhadap Giva, semua menjadi lebih canggung.

Ketika bertemu pun, rasanya canggung sekali untuk sekedar menegur Giva. Yang bisa Arga lakukan hanyalah melempar senyum dan membiarkan Giva berlalu melewatinya.

Contohnya seperti sekarang. Arga hanya bisa memperhatikan Giva dari jauh lagi tanpa berani untuk menghampiri. Sebenarnya bisa saja tapi Arga terlalu malu dan takut akan menjadi canggung nantinya.

Terlihat di ujung sana, Giva sedang berbincang dengan pria paruh baya yang Arga ketahui sebagai pembimbing teknis karya tulisnya.

Wajah Giva terlihat lelah sekali ketika tatapannya tertuju pada lembar-lembar kertas yang sedang dikoreksi. Setelah beberapa menit berbincang, Giva kembali menerima lembaran karya tulisnya sebelum pergi meninggalkan meja piket.

Lagi. Arga hanya bisa melihat punggung Giva menjauh tanpa berani untuk menghampiri.

☁️☁️☁️

"Coretan kalian sebanyak ini nggak sih?" Giva menyodorkan lembaran karya tulisnya ke depan Shana dan Ranin ketika sampai di kelas. "Nggak ngerti banget gue sama Pak Deden. Banyak banget yang dicoret punya gue."

"Kata Bian sih, Pak Deden emang ribet, Gi, kalo jadi teknis." Sahut Shana sambil melihat lembaran milik Giva.

Ranin menyodorkan sekotak susu ultra full cream yang tadi Giva titip. "Udah terima aja. Nggak akan kerasa kok. Sebentar lagi juga udah selesai ini karya tulis." Timpal Ranin dengan santai.

Giva mendesah pelan sembari merapihkan kertas-kertasnya. Benar kata Ranin. Mau mengeluh seperti apapun tidak akan merubah pembimbing teknis untuk karya tulisnya saat ini. Giva hanya bisa mengikuti dengan baik sampai hari ujian tiba.

"Gi," Shana menunjukan ponselnya yang sudah menampilkan notification dari Instagram milik Giva. Ada beberapa pesan dari Arga yang dikirim satu menit yang lalu. "Sorry ya gue lupa log out waktu lo numpang buka ig di hp gue."

Giva mengangguk. "Gapapa santai," sahutnya kemudian mengambil ponsel yang daritadi tersimpan di laci meja. Penasaran dengan isi pesan yang baru saja dikirim oleh Arga.

argadelmora: gi, bisa ketemu ngga bentar?

argadelmora: di taman belakang

argadelmora: ada yang mau gue omongin

argadelmora: please, give me your time

Giva melihat jam di ponselnya sembari menimbang apakah ia harus menemui Arga atau tidak di sisa waktu istirahatnya yang hanya 15 menit lagi. Namun, jika tidak ditemui, ia akan dihantui rasa penasaran saat belajar dengan apa yang Arga mau bicarakan.

Beberapa detik berlalu sampai akhirnya Giva beranjak dari duduknya, meninggalkan kelas untuk menemui Arga di taman belakang sekolah.

Setelah melewati koridor dan kantin yang masin ramai, Giva sampai dan melihat Arga yang juga sedang melihat ke arahnya. Entah kenapa, tiba-tiba saja jantungnya berpacu lebih cepat ketika matanya bertemu dengan mata milik Arga.

Giva teringat bahwa ia sudah tidak berinteraksi dengan laki-laki yang sekarang berada di hadapannya selama hampir dua minggu. Setelah pengakuan di hari itu, Giva masih belum mengerti apa yang Arga maksud.

Rasanya canggung sekali berdiri berhadapan dengan Arga sekarang.

"Hai," Arga lebih dulu membuka suaranya. "Ganggu ya gue?"

"Nggak kok." Sahut Giva berusaha sesantai mungkin. "Ada apa?"

Arga terdiam beberapa detik. Memikirkan kembali hal yang akan disampaikan pada Giva.

"Gue suka Gi, sama lo. Gue nggak bisa lagi pura-pura karena gue rasa dua tahun kemarin udah cukup."

Giva cukup terkejut dengan pengakuan Arga yang begitu tiba-tiba. "Ga, wait, are you kidding me?"

"Nggak ada yang bercanda disini, Gi. Setelah gue pikir-pikir emang harusnya gue ngomong aja sama lo. Gue nggak tau gue akan dapet apa setelah pengakuan ini, tapi seenggaknya lo tau apa yang gue rasain. Gue--"

"Ga, udah ya." Hal seperti ini sama sekali tidak pernah terbayang dalam benak Giva. Setelah semua yang pernah terjadi antara dirinya dan Rian, Giva seolah membangun tembok besar dan tidak mengizinkan siapapun untuk meruntuhkannya begitu saja.

☁️☁️☁️

Arga menatap nanar ke arah Giva yang sekarang hanya bisa mengalihkan pandangan dari dirinya. Semua ketakutan yang ia takuti benar terjadi. Giva memang tidak akan mudah menerima semua pengakuannya begitu saja. Namun, Arga juga tidak menyesal telah mengungkapkan semuanya secepat ini.

Setelah berpikir dan berdiskusi cukup dalam dengan Galen soal kecanggungan yang tengah terjadi antara dirinya dan Giva, Arga memutuskan untuk menemui Giva dan membicarakan semua tentang yang ia rasakan pada perempuan itu. Arga sudah memikirkan resiko yang akan ia dapat setelah ini. Ia sama sekali tidak menyesal karena sebagian dalam dirinya merasa puas karena telah berkata jujur.

"Gi, say something please. Jangan diem aja."

Giva menatap Arga. "Gue nggak tau harus ngomong apa, Ga." Suaranya  bergetar saat berbicara. "Gue tau ini lebay banget tapi gue bener-bener nggak tau harus apa, gue nggak tau kenapa dengan denger cowok ngomong kalo dia have a feeling for me bisa ngebuat gue setakut ini."

"Giva--"

"Karena gue pernah percaya sama orang. Tapi disaat gue udah memberi semua kepercayaan gue, orang itu jutru hancurin semua kepercayaan yang udah gue kasih."

"Gi--"

"Terus sekarang gue harus ngapain, Ga? Lo berharap gue ngapain? Lo berharap gue ngomong apa?" Setetes air mata berhasil lolos melewati pipi Giva. "I'm afraid, Ga." Lirihnya.

Arga memutus jarak diantara mereka sebelum menarik Giva begitu saja ke dalam pelukannya. Sakit sekali rasanya melihat Giva mengutarakan ketakutannya diiringi dengan air mata.

Dalam hati Arga bergumam, "sedalam itu ya, Gi, rasa sayang lo ke Rian?"

Arga menempelkan dagunya diatas kepala Giva. Ia memejamkan matanya sembari menarik napas dan menghembuskannya dengan pelan. 

"I know it's not easy, Giva." Gumam Arga. "Tapi tolong kasih gue kesempatan buat buktiin semuanya kalo gue nggak sama kayak orang yang lo bilang itu." Arga melepas pelukan mereka. Namun, tangannya tetap berada di pundak Giva. Ia menatap dalam mata perempuan di hadapannya sebelum dengan yakin berkata, "and i won't break your trust."

"Sorry, Arga." Giva menundukan kepalanya. "I can't."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

our story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang