1

32 5 0
                                    

Giva menghela napas lega ketika kerangka karya tulisnya telah berhasil di acc oleh guru pembimbing. Setelah kemarin mendapat penolakan judul, sekarang akhirnya ia bisa bernapas lega. Ya walaupun ini baru awal, tapi setidaknya Giva sudah memiliki judul yang bisa ia kembangkan. Tinggal ia cari saja materinya di berbagai jurnal-jurnal.

Di SMA Giva, memang sudah menjadi kebiasaan dari tahun ke tahun bagi kelas 12 untuk membuat karya tulis yang isinya paling sedikit 5 bab. Pembuatan karya tulis ini adalah syarat untuk bisa mengikuti ujian sekolah, ujian nasional, serta melatih kita ketika nanti berada di dunia perkuliahan.

Setelah karya tulis selesai dalam waktu yang sudah ditentukan oleh pihak sekolah, semua murid akan mempresentasikan hasil kerja mereka di depan guru pembimbing sesuai dengan mata pelajarannya masing-masing.

Kebetulan, Giva kedapatan mata pelajaran Kimia. Mata pelajaran yang sama sekali tidak ia minati walau statusnya adalah anak IPA. Padahal waktu mengundi, Giva berharap sekali bisa kedapatan Biologi.

"Judul kan udah di acc nih, Gi, bisa kali besok ikutan nonton futsal di 15?" Ranin sepertinya masih belum menyerah. Sejak kemarin, perempuan itu terus saja membujuk Giva agar temannya ini mau ikutan menonton pertandingan futsal antar sekolah.

Dan untuk yang kesekian kali, Giva akan menjawab dengan kalimat, "nggak ah."

Shana dan Ranin sama-sama menatap Giva dengan jengkel. Mereka ini memang team mageran. Tapi sepertinya kemageran Giva ini adalah yang paling tidak bisa ketolong. Jangankan untuk menonton futsal, diajak hangout bertiga aja kadang harus punya ekstra kesabaran untuk membujuknya.

"Yaela, Gi, sekali ini aja. Apa nggak bosen lo, tiap sabtu minggu di rumah doang?" Shana ikut membujuk.

"Anak kelasan kita ada yang maen, Gi. Yang cewenya juga pada janjian mau nonton."

"Ya .., bagus dong? Jadinya nggak mengurangi keramean cuma karna gue nggak ikut." Ucap Giva dengan santai.

"Ck, nggak enak tau! Kumpul jarang ikut, diajak nonton futsal juga masih susah. Plis deh, Gi, pikirin. Kita udah kelas duabelas, kapan lagi coba kaya begini?"

Giva diam mendengar rentenan ucapan Ranin. Sembari menyeruput es jeruknya, ia menimbang-nimbang lagi permintaan kedua temannya ini. Masalahnya, ikut menonton pertandingan futsal atau semacamnya itu bukan dirinya banget. Menurut Giva, itu sangat membosankan di tambah berisik mendengar orang-orang yang berteriak untuk memberi semangat kepada team sekolahnya masing-masing. Makanya Giva sangat menghindari ajakan-ajakan semacam ini. Kecuali kalau nonton pensi yang mengundang sederetan musisi-musisi. Itu sih nggak akan ditolak.

"Gi, lo nggak mau ikut bukan karna takut ada dia, kan?"

"Bukan, bukan. Gue beneran mager," jawab Giva meyakinkan bahwa tidak ada alasan lain.

"Sekali aja, yuk. Nggak enak tau sama anak kelasan. Mereka nanyain mulu kita bertiga ikut apa nggak."

Giva menghela napas. "Oke-oke. Gue ikut." Kalau sudah seperti ini, ia tidak bisa menolak. Terpaksa ia harus merelakan hari sabtunya untuk menonton team futsal sekolahnya.

☁☁☁

Keramaian kantin untuk hari ini di dominasi oleh pembahasan tentang futsal sekolah yang akan mengikuti pertandingan hari sabtu nanti.

Arga, laki-laki itu menyeruput es teh manisnya sembari memperhatikan Adnan selaku kapten team mereka yang sedang membahas segala keperluan yang di siapkan.

"Baju semuanya udah oke, kan? Yang kelas sepuluh juga udah dapet semua?" Tanya Adnan yang langsung mendapat respon anggukan dari teman-temannya.

"Bagus. Terus, buat kelas sepuluh sebelas, jangan ada yang buat masalah di hari H."

"Oh iya, kata Bang Fadli, nanti pulang sekolah kita latihan lagi." Ucap Arga. "Di lapangan kemaren dan jangan ada yang telat."

"Oke, siap!"

"Yaudah kalo gitu," Adnan menutup pembicaraan. "Gue minta kerja samanya sama lo semua. Sampe ketemu nanti di latihan."

Setelah itu, anak-anak futsal yang lain pamit untuk kembali ke aktivitasnya masing-masing. Tersisa Arga, Adnan, Galen, Amet dan juga Risan yang tetap duduk untuk lanjut mengisi perut masing-masing. Di sela-sela itu, mereka berbincang tentang supporter yang akan datang menonton di hari sabtu nanti.

"Itu mah gampang deh," kata Amet seraya memakan gorengannya. "Bebasin aja yang mau dateng."

"Kan ada duit masuknya, Met. Emang pada mau?" Tanya Risan.

"Mau, lah. Biasanya juga pada mau."

"Ya cowoknya doang. Masa nggak ada ceweknya?"

"Ada. Tenang aje. Cewek-cewek kelasan gue pada mau dateng katanya." Sahut Adnan membuat Arga yang sedang fokus pada nasinya langsung menoleh.

Kelas Adnan kan, kelas Giva juga.

"Cepet amat, Ga, denger cewek IPA 1 mau ikut," celetuk Galen. "Giva ikut, Nan?" tanyanya kemudian.

"Kayanya. Shana Ranin ikut soalnya. Tau sendiri mereka dempet mulu."

"Widih, semangat mainnya dong nih." Galen meledek dengan mata tertuju ke Arga.

"Kenapa emangnya kalo Giva ikut?" Tanya Risan penasaran.

"Arga kan lagi mau deketin Giva. Ya nggak, Ga?"

Arga berdecak. "Tai. Berlebihan lo."

"Lah, kan emang bener?"

"Giva banget nih seleranya?" Gumam Adnan sambil terkekeh. "Boleh lah."

Benar-benar emang si Galen. Kalau udah seperti ini, habis lah sudah Arga kena olok-olokan temannya. Belum lagi nanti jika ketemu dengan Giva. Mau di taruh dimana mukanya?

.

.

.

segini dulu deh ya, biar bisa liat pada suka apa nggak hehe.

btw, giva arga punya ig loh. follow yuk di :
@qianaagiva
@argadelmora

thank you yang udah baca dan ngasih vote. i really appreciate it. <3

our story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang