Friends

7 1 0
                                    

Chelsea masih memeluk Jona, tangisannya yang semakin lirih. Chelsea berbisik, "Katakan padaku mengapa, kamu begitu jauh, mengapa? Apa kamu tidak lagi bisa melihatku di matamu?"

Chelsea menahan sesak, mengesampingkan rasa malunya. Jona memejamkan matanya sejenak kemudian membuka, seakan dunianya runtuh untuk kedua kalinya.

Jona melepas pelan tangan Chelsea yang memeluknya erat. Pergi begitu saja tanpa rasa iba bahkan menoleh pun tidak. Chelsea tidak menyerah dengan tangis yang masih berderai, dia masih sanggup mengejar Jona.

Pesanan yang mereka pesan pun tak tersentuh, sebelum pergi Jona meletakkan bill di atas meja. Masih dengan keangkuhannya, sebelum Jona membuka pintu mobil Chelsea lebih dulu menutup pintu.

"Please, beri aku kesempatan, aku tau kamu pasti disuruh dia untuk putus sama aku biar dia bisa sama kamu kan?" ucap Chelsea marah, dia yakin gadis masa lalu Jona-lah yang menyuruhnya untuk berpisah.

"Cukup Jona perpisahan ini lebih menyakitiku. Aku tak mampu melangkah jika kamu tak di sini." Chelsea memohon bahkan bersimpuh di depan Jona, merendahkan dirinya.

"Bukan Shita yang menyuruh, tapi gue sendiri yang memutuskannya. Kamu tau kan kalau sejak awal apa tujuanku," jawab Jona tanpa rasa bersalah.

Jona menuntun Chelsea untuk berdiri, memberikan selembar uang berwarna merah untuk membayar taksi yang baru saja dia pesankan. Jona membuka pintu dan meninggalkan Chelsea berdiri sendiri di trotoar.

"Cintai aku lagi Jona kembalilah pada dekapanku," bisik Chelsea yang mengusap air matanya bertepatan taksi itu berhenti di depannya. Chelsea menaikinya, "Jalan, Pak."

****

Kepergian pasangan sejoli yang membuat semua orang berbisik-bisik  telah menganggu salah satu pengunjung. Di meja yang berbeda di lantai dua, segerombolan remaja menjadi saksi bisu seseorang yang pernah menjadi masa lalunya.

"Itukan Chelsea," tunjuk Dave melihat keluar dari balik kaca di lantai dua.

Tidak hanya Ronald yang melihat tetapi Alex, Rio, Andro dan Hendra juga menjadi penonton seperti para pengunjung lainnya.

" Gue ke sana dulu, kasihan Chelsea." Alex berdiri dari duduknya hendak menghampiri Chelsea yang berada di pinggir trotoar terlihat jelas pundaknya yang naik turun.

"Bukan urusan lo, jangan ikut campur." Ronald menahan pundak Alex mencegahnya untuk tidak ikut campur.

"Lex, jangan macam-macam ntar lo di sihir jadi kodok baru tau rasa," ledek Andro yang membuat Alex menautkan kedua alisnya.

"Lo lupa kalau jadian sama nenek sihir, Bella adiknya Ronald," tambah Hendra mengingatkan.

Alex kembali duduk, dia hampir lupa kalau sebulan yang lalu dia sudah memiliki pacar yang super cerewet dan manja. Bella adik kesayangan Ronald, setelah move on dari Shita. Bella mengatakan bahwa dia sudah lama menyukainya.

Ronald yang mendengar celoteh teman-temannya hanya tersenyum, bagaimana bisa adiknya disebut nenek sihir.

"Gimana udah ingat kalau lo jadian sama Bella," tanya Dave yang diangguki Alex.

"Lo pilih mau jadi kodok atau batu?" tanya Hendra memastikan Alex memilih salah satu apabila Bella murka.

"Gue pilih jadi pacar kesayangan saja daripada jadi kodok atau batu kayak malin kundang," jawab Alex akhirnya sambil menyesap sedikit kopi pahit di depannya.

Mereka pun tertawa telah berhasil membuat Alex mati kutu, mereka kembali utuh setelah pecah menjadi dua.

"Gimana kabar Shita, gue dengar kalian pacaran?" tanya Alex menatap Ronald yang sibuk dengan ponselnya.

"Sudah mendingan," jawab Ronald singkat.

"Gue kangen sama sepupu cantik gue," ucap Rio menerawang, dia lama tak berkunjung ke rumah sepupunya.

"Kapan-kapan mampir kalau udah beres semua," pesan Ronald yang disetujui teman-temannya.

Ada rasa rindu yang terpendam, Shita gadis satu-satunya yang menyatukan mereka berenam menjadi utuh kembali. Persahabatan itu tidak akan pecah untuk kedua kalinya, mereka telah berjanji untuk berjuang bersama.

Kesempatan Kedua (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang