Rahasia Di Balik Kematian Vero

7 1 0
                                    

"Jangan pernah terlambat untuk menjalani apa yang ingin kau lakukan sekarang. Karena suatu hari nanti, apa yang kau lakukan itulah yang akan kau dapatkan”

Jona berjalan menghampiri seorang gadis yang sedang duduk bersandar menatap kolam ikan di belakang rumahnya. Jona membawa sebuket bunga krisan ungu yang di belinya saat dalam berjalanan.

"Sendiri saja," tanya Jona yang langsung duduk di sebelahnya.

"Kak Jona ... ngagetin aja. Aku kira siapa?" sahut Shita terkejut.

"Kamu kira siapa? Ronald ..." tanya Jona menoleh ke arah Shita.

"Bukan ..." balas Shita terjeda.

"Terus siapa?" tanya Jona lagi, kalau bukan Ronald siapa lagi.

"Aku kira anak tuyul nyari emaknya," ledek Shita yang membuat Jona menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Jona memakai setelan jas yang membuatnya semakin menawan dipadukan dengan menyerahkan bunga yang di bawanya, seperti seseorang yang sedang kasmaran. Kalau saja sejak dulu Jona bersikap baik, mungkin Shita tidak akan berpaling darinya. Shita sempat kagum dengan penampilan Jona saat ini.

Berita tentang Ceo baru di perusahaan papanya langsung sampai di telinga Shita, " Selamat Mas CEO, selamat atas kenaikan jabatan menjadi CEO termuda dan paling tampan."

Jona tersenyum tanpa menunggu izin, Jona langsung memeluk Shita erat. Menyalurkan semua rasa yang terpendam selama ini, "Terima kasih, tanpamu apalah aku sekarang."

Shita sempat terkejut dengan perlakuan Jona barusan, otaknya tidak bisa berpikir jernih. Shita pun langsung melepas peluk kan Jona, dia tidak mau hanyut dalam perasaan semu.

Jona menghela napas, dia telah di tolak untuk kedua kalinya. Dia tidak peduli tujuannya harus terkabul, "Tetaplah di sisiku, aku baik-baik saja jika seperti ini. Kata-kata yang biasa  kamu ucapkan kepadaku itu akan dengan cepatnya menjadi sebuah dinding. Bahkan rasa kesepian akan berubah menjadi sesuatu yang bisa kau lihat."

"Kak, apakah kamu masih belum menyadari sesuatu?" tanya Shita mengalihkan pembicaraan.

"Sesuatu ...." Jona mengernyit bingung.

Sesuatu apa yang belum disadari sampai Shita harus mengingatkannya.

"Apa yang terjadi sama aku sama seperti yang terjadi pada Vero." Shita mengingatkan akan masa lalu tentang rahasia kematian sahabatnya.

"Bedanya Vero menyembunyikan kondisinya yang kritis sedangkan aku masih sempat tertolong. Kalau seandainya tidak ada Ronald yang mendonorkan darah, aku  mungkin sudah tidak ada disini," lanjut Shita menahan sesak bagai sembilu menancap di jantungnya.

"Saat itu aku sudah menyerah, menyerah untuk hidup." Bulir air mata Shita menetes begitu saja.

Jona menatap kosong ke depan, hatinya kembali sakit. Pengorbanan dan kematian sahabatnya tanpa tidak disadari akhirnya terungkap. Shita harus mengatakan semua itu, agar Jona bangun dari mimpinya. Shita tidak bisa jadi milik Jona seutuhnya.

Shita menoleh ke arah Jona yang masih menatap ke depan, "Jadi, bisa kan kalau Kak Jona tetap pada batasan kakak? Karena aku tidak mau semua yang aku lakukan menjadi sia-sia."

Peringatan Shita seperti bom waktu yang setiap saat bisa meledak.

Kesempatan Kedua (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang