Sebuah Penantian

4 1 0
                                    

“Semesta telah bergerak demi kita, tanpa meninggalkan suatu apa pun. Karena kebahagiaan kita telah direncanakan, karena kau mencintaiku dan aku mencintaimu.”

Sepasang mata nampak mengerjap kecil, pemandangan warna putih dan cahaya lampu yang menyilaukan. Cahaya itu cukup membuat matanya sulit untuk membuka lebar. Pemandangan putih itu terganggu dengan beberapa wajah orang yang tampak mencemaskannya.

"... Bang... Bang Jona," panggil Dimas samar-samar terdengar jelas suaranya bercampur dengan tangisan.

"Ugh.." erangan kecil terdengar lemah.

Sepasang mata itu terbuka lebar mendapatkan wajah adiknya Dimas dan Dewinya yang menatap dengan mata berkaca-kaca.

"Di... Dimas? Shi ... Shita?" panggilnya yang membuat mereka terharu dan meneteskan air mata.

"Terima kasih Tuhan, Bang Jona masih akhirnya sadar." Dimas bersyukur abangnya telah melewati masa kritis.

Dimas dan Shita langsung memeluk bersamaan yang membuat dirinya berhasil mencapai puncak kesadarannya yang nampak kaget dengan perilaku mereka berdua.

"Kalian seperti anak kecil," ejek Robin yang membuat mereka berdua melepas pelukannya.

"Biarin daripada lo cuma menatap nanar," elak Dimas membela diri yang membuat Shita ikut menjulurkan lidah ke Robin.

Tidak hanya mereka berdua, Robin terlalu setia menunggu Jona sadar. Robin yang selalu mengajaknya berbicara saat Jona masih belum sadar. Menceritakan awal mereka bertemu dan sampai sekarang.

"Chelsea," panggil Jona lirih, mencarinya.

"Chelsea ...." balas Shita menggantung, bingung bagaimana menjelaskan pada Jona yang baru saja sadar.

Robin menimpali, "Chelsea baik-baik saja, pikirkan kesehatan lo dulu bos. Dokter akan segera kesini."

Jona hanya mengangguk membenarkan apa yang dikatakan Robin, dirinya harus pulih dahulu. Badannya terasa kaku, yang membuat dia merasakan lelah sekujur tubuh.

Setelah Dokter memeriksanya dan mengatakan bahwa keadaan Jona sudah mulai membaik. Saat Shita melihat pegerakan Jona yang  mencoba meregangkan tubuhnya, "Tiga hari Kak Jona tidak sadarkan diri, betah banget buat tidur."

"Tiga hari?" suara kaget Jona membuat Dimas terkekeh dan mengambil posisi berjongkok di samping kiri ranjang Jona, Dimas meraih remote kemudian menekannya. Memposisikan sisi bawah ranjang agar naik keatas.

Setelah Jona merasa nyaman dengan posisinya dia memberi kode untuk berhenti, " Terima kasih."

Dimas mengangguk dan berdiri dari jongkoknya. Jona memperhatikan Shita yang mulai salah tingkah, dia meminta penjelasan bagaimana keadaan Chelsea saat ini.

"Maaf. Papa marah besar, apa yang dilakukan Chelsea padamu. Beliau akan mengurus lewat hukum. Sekarang Chelsea sudah ditahan dan menunggu proses lebih lanjut," jelas Shita berterus terang.

Jona tampak berpikir, dia ingin menganjukan permintaan pada Om Surya. Dia juga berharap permintaannya di penuhi.

"Tunggu aku ... Chelsea..Kau adalah segalanya bagiku. Meski hari esok yang sulit tiba sekalipun, genggamlah tanganku," gumam Jona dalam hati.

Kesempatan Kedua (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang