07 : Hampa

289 49 5
                                    

"Aku tak pernah mau dan tak ingin membayangkan bagaimana hidupku tanpamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku tak pernah mau dan tak ingin membayangkan bagaimana hidupku tanpamu."









Tiga minggu kemudian.




Minho menatap jendela, membiarkan angin panas siang ini menyentuh lembut wajah tampannya. Suasana bising kelas siang itu sangat dominan menghiasi lamunannya. Namun ada kurang. Tak ada lagi teriakan menggelegar Jisung yang masuk ke itu indra pendengarnya. Biasanya kelas akan berisik karena ocehan pemuda itu.

"M-minho,"

Minho tetap diam pada posisinya. Bukannya ia tak dengar, hanya saja ia malas. Setiap hari Lily akan menghampirinya dan meminta maaf. Sudah cukup baginya mendengar suara itu.

"Sudah kubilang aku memaafkanmu."

Minho menoleh, menatap Lily yang juga menatapnya takut. Apa gadis itu benar-benar mengira dirinya marah? Oh ayolah, saat itu Minho hanya sedang emosi, dan merasa semua karena kesalahan Lily. Jika gadis itu tak mengajak Jisung ke pesta mungkin perkelahian di malam itu tidak akan terjadi.

Ada banyak yang bilang jika Bangchan menghajar Jisung karena rasa cemburu. Bahkan sekarang Bangchan sering datang ke kelas untuk sekedar mendatangi Lily. Meskipun gadis itu terus menghindar.

"Tapi ini semua salahku."

"Lalu? Apa yang harus aku lakukan agar kau berhenti meminta maaf dan menyesali kesalahanmu? Lagipula semuanya tidak akan kembali seperti semula."

Ucapan Minho membuat Lily semakin ketakutan. Memang benar, apa yang harus di lakukannya? Bahkan semuanya sudah terlambat.

"Sudahlah, kembali ke bangku mu. Aku tidak marah padamu, berhentilah meminta maaf. Jisung pun sudah memaafkanmu sepertinya. Kau tau sendiri dia orang yang seperti apa bukan?"

Minho menidurkan kepalanya di atas lengannya. Menatap kembali jendela kelas yang lebih menarik baginya di bandingkan berbaur dengan teman-temannya.

"Tapi Min-"

"LILY!"

Suara teriakan Bangchan yang tiba-tiba masuk membuat suasana ricuh di dalam kelas sedikit mereda. Minho yang tau siapa pemilik suara itu dengan cepat menggerakan tangannya membuat kode agar Lily pergi dari bangkunya.

***

Minho memberikan uangnya pada si kakek penjual bunga. Tersenyum cerah saat kakek itu mengelus rambutnya. "Apa bunga itu untuk kekasihmu?"

Minho menggeleng cepat. "Bukan kek, ini untuk sahabatku. Ku harap dia suka." Minho mencium bunga tersebut.

"Wah, dia sangat beruntung memiliki sahabat baik sepertimu."

Minho mengangguk. "Tapi aku lebih beruntung karena memilikinya."

Si kakek hanya tersenyum manis mendengar ucapan lembut Minho.

[✔︎] Tentang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang