Hari ini umurku genap 17 tahun. Selama beberapa tahun ini ayah dan ibuku melatihku agar bisa bertahan hingga ke tahap awal Shinsekai.
Tolong jangan tanya bagaimana latihannya. Banyangkan lah latihan Luffy, Zoro, dan Sanji digabung menjadi satu dan dikali 50.
Tentu saat pertama kali berlatih, aku langsung tepar bahkan sakit selama seminggu penuh. Tapi lama kelamaan aku sudah mulai terbiasa dengan kekuatan yang kudapat.
Kini selain bisa menggunakan kekuatan dari Dewi hidup-mati, aku juga bisa menggunakan Kebunshoku no Haki dan Bososhoku no Haki. Setidaknya aku bisa melapisi seluruh tubuhku dengan Boshosoku tingkat menengah (yang kayak Luffy lawan Big Mom itu loh) sedangkan Kebunshoku milikku bisa memprediksi sedikit masa depan.
Sayangnya aku tidak punya Hoshosoku Haki. Padahal ku kira diriku seistimewa itu.
Hiks. Sedikit kecewa juga sih.
Tapi itu tidak masalah. Bagiku bisa memiliki keluarga dengan kaidah sayang sebesar ini sudah merupakan anugrah yang tidak bisa ditukar dengan seisi dunia sekalipun.
Kini aku sudah berdiri di atas perahu yang disiapkan orangtuaku.
Aku menatap mereka sekali lagi.
Ibu memelukku erat seolah tidak mau melepaskanku.
"Berhati-hatilah." Ucap ibu dengan suara pelan.
"Iya." Jawabku.
"Jangan menganggu yang lemah."
"Iya."
"Berbuat baiklah."
"Iya."
"Jaga kesehatan dan pola makanmu. Jangan banyak begadang. Jangan memaksakan diri jika tidak bisa. Semua punya waktunya masing-masing."
Aku menahan diri agar tidak menangis. "Iya." Jawabku serak.
Ibu masih belum melepaskan pelukannya. Dia tampak amat enggan berpisah denganku.
Ayah yang melihat perilaku ibu pun menghela napas dan menepuk bahunya.
"Sudah waktunya YN berangkat, Aquila." Katanya.
Kendati suaranya biasa saja tapi aku bisa melihat bajunya seidkit bergetar. Ayah pasti juga menahan diri untuk tidak menangis.
"Sebentar lagi saja. Satu menit saja." Pinta ibu yang masih setia memelukku.
Akhirnya kami mengalah. Kami membiarkan ibu tetap memelukku selama semenit sebelum akhirnya melepaskanku.
Ayah memberikan sebuah gelang. "Ini benda buatanku. Disini aku sudah memindahkan sebagian jiwa buah iblis ku jadi kau bisa memasukkan apapun ke dalam sini tanpa ada batasan. Di dalamnya sudah ada kompas, peta East Blue dan Grand Line, Log Pose untuk di Grand Line dan Shinsekai, ensiklopedia buah iblis, kebutuhan pribadi untuk satu bulan, persediaan pangan untuk dua bulan, beberapa lembar pakaian baru, Vivre Card-ku, Vivre Card Marco, Den Den Mushi milikmu dan uang sejumlah 100 juta Berry." Jelasnya.
Aku menerima gelang itu dan memakainya. "Arigatou, Ayah."
"Hati-hati dengan kakek Sengoku. Jika bisa, jangan sampai menarik perhatiannya. Jauhi dia." Pesan Ayah.
Aku mengangguk serius.
Kami saling diam sebelum ayah tiba-tiba memelukku. Hanya sebentar tapi begitu hangat.
"Jaga dirimu baik-baik. Jika kau kesulitan, hubungi kami." Ucapnya.
Aku mengangguk.
Ayah dan ibu lalu keluar dari kapal dan melepaskan tali yang menjadi penghubung. Perlahan kapal yang bisa muat hingga 4 orang senang sebuah kamar kabin sederhana mulai menjauhi daratan.
Aku melambaikan tangan. "Aku pergi dulu! Jaga kesehatan kalian, Ayah, ibu!" Teriakku.
"Ya!" Balas mereka keras.
Lantas perahu kecilku berjalan semakin menjauh.
****
Author POV.
Aquila dan Zein melihat kapal kecil yang dinaiki YN semakin menjauh.
Tatapan Aquila berubah sendu tapi Zein memegang bahunya.
"Putri kita sudah dewasa." Kata Zein.
"Eum." Balas Aquila.
Zein lalu menatap ke langit. Kumohon, agar jangan sampai bertemu dengan kakekmu itu, YN.
Ingatannya lalu berputar saat dirinya mengatakan bahwa dia hendak melamar Aquila pada ayahnya itu.
"Apa yang ada di pikiranmu, Zein?! Menikahi penjahat?! Kau mencoreng nama keadilan!" Teriak Sengoku.
Beruntung hanya ada mereka berdua di dimensi milik Zein itu.
Zein menatap ayahnya serius. "Aku tidak peduli, Ayah. Aku akan mengundurkan diri dari marine dan menikah dengan Aquila." Tegasnya sebelum mengeluarkan keduanya dari ruang miliknya.
Zein lalu beranjak pergi tapi sebelum dia membuka pintu, Sengoku berteriak.
"Sekali saja kau tinggalkan markas ini, kau bukan lagi anakku! Dan aku juga tidak akan membiarkan anakmu hidup damai, Zein! Camkan itu baik-baik!" Teriak Sengoku.
Zein diam, hatinya sedikit goyah namun dia sudah memutuskan untuk pergi. Dia memutuskan untuk memilih mengikuti kata hatinya.
Hari itu, markas besar Marinefroad gempar karena Zein mengundurkan diri dari posisi Admiral yang baru sebulan disandangnya. Dan lebih heboh lagi saat mendengar kabar bahwa Zein terang-terangan melamar Aquila yang sudah dianggap sebagai putri oleh Shirohige.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Piece: Reincarnation of Another World
FantasyAku adalah anak normal yang dibenci oleh semua orang di bumi. Orang tuaku bilang tugasku hanya lahir agar mereka mendapatkan hak waris dari kakek dan nenek jadi seharusnya aku sudah mati. Guru-guru bilang aku merepotkan karena tidak ada yang bisa ak...