Prolog

2.3K 253 84
                                    

Selamat datang di cerita baru Ai. Oh, tenang. Ai gak bermaksud menelantarkan Fairy Tail dan ini bukan bagian cerita lanjutan Fairy Tail.

Aku buat cerita ini cuman buat hiburan semata kok karena lagi candu Ama anime ini. So, kalau kalian menikmati, jangan lupa komen dan like. Karena komenan kalian adalah penyemangat penulis.

Happy Reading.

Cerita ini dibuat untuk hiburan semata.

One Piece milik Eichiro Oda.

Hari yang kelewat biasa bagiku. Aku sarapan di ruang tamu, karena orangtuaku jijik melihat diriku yang tidak seperti mereka.

Omong-omong, kita belum perkenalan, ya? Namaku YN. Aku siswi SMA kelas 11 IPS. Seperti di deskripsi, aku sangat dibawah standar.

Badan kelewat gemuk, wajah penuh jerawat, tubuh penuh bekas luka dan otak yang dibawah standar. Ah, satu lagi. Aku punya bekas luka bakar yang memenuhi separuh wajahku.

Tapi aku punya dua kelebihan yang setidaknya bisa aku banggakan. Yaitu aku pandai menulis dan bermain anggar. Bukuku selalu laris dan aku selalu menjuarai kompetisi anggar. Tapi kata mereka semua, itu bukan hal yang besar yang bisa dibanggakan.

Hari ini aku ada latihan anggar jadi aku berniat bolos. Peduli amat dengan hukuman. Toh, aku sudah terbiasa.

Langkah kakiku riang dan semakin cepat saat aku semakin dekat dengan tempat amggarku. Bisa aku bayangkan wajah guru pembimbingku yang selalu ceria menyambutku dan mendengarkan keluh kesah ku itu.

Semakin dekat dengan tempat anggar, entah kenapa perasaanku semakin tidak enak.

Langkah kaki aku percepat, menerobos kerumunan tanpa peduli  caci maki yang  mereka lontarkan hingga pada akhirnya aku terpaku di tempat.

Dojo sederhana yang dalam tahap renovasi itu kini sudah tidak meninggalkan bentuknya. Abu hitam dan bekas kayu terbakar adalah saksi bisu bahwa tempat ini telah hancur.

Pikiranku sontak melayang pada guru pembimbingku yang tinggal di dalam Dojo.

Refleks aku menarik seragam seorang petugas medis.

Dengan suara tercekat, aku bertanya. "Apakah. Apakah anda menemukan seorang pria tua dengan kimono putih di dalam?"

Petugas medis itu mengangguk. "Apa kamu keluarganya?" Tanyanya.

Aku buru-buru mengangguk dan berharap semua baik-baik saja. "Iya, dimana beliau sekarang?"

Sorot sesal terpancar di kedua mata itu.

Tenggorokan ku kian mengering. Tidak, aku tahu betul arti sorot itu karena dulu pun aku pernah melihatnya.

Tanpa mengatakan apapun, petugas itu menuntunku menuju sebuah ambulans. Disana sudah ada sebuah keranda pasien yang ditutupi kain.

Dengan tangan bergetar aku membuka kain penutup itu.

Itu sungguh dia. Guru pembimbing ku yang murah senyum dan ramah. Dia kini terbujur kaku dengan seulas senyum tipis yang menjadi khasnya.

Aku tak bisa berkata-kata. Seluruh tubuhku terasa kaku, seluruh syaraf ku terasa membeku, udara terasa begitu tipis untuk bisa dipasok oleh paru-paru, pikiranku mendadak lumpuh tapi mau se-schock apapun diriku, tak satupun air mata yang menetes.

Aku tidak bisa menangis, tidak bahkan meskipun mataku perih karena ingin mengeluarkan air mata. Tapi aku tidak bisa menangis, aku tidak boleh menangis, karena aku sudah berjanji tidak akan menangis tidak peduli apapun situasinya.

One Piece: Reincarnation of Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang