two

155 31 6
                                    

Wendy memegang mikrofon dengan erat, meresapi perasaan tenang dan senang yang selalu membuncah setiap kali dirinya berhubungan dengan musik. Perasaan yang hingga saat ini belum bisa ia temukan setiap berangkat kuliah, meskipun sudah beberapa kali Wendy menata niat dan diri untuk ikhlas dengan kenyataan yang dimilikinya sekarang. Perempuan itu menghela napas dan menggelengkan kepala pelan, mencoba buat menghilangkan pikiran buruk di kepalanya.

You are about to sing and you must be happy.

"Kak Wen, oke?" tanya Dikta yang ternyata sedari tadi menunggu Wendy memberi aba-aba untuk mulai menggebuk drumnya.

Perempuan itu tergeragap. "Sori, sori! Oke, kok." Balasnya, mengacungkan jempol pada Dikta. Matanya sempat bersirobok dengan Wafiq yang tersenyum maklum, mengerti dengan baik apa yang tengah Wendy pikirkan saat ini.

Wendy menghela napas sekali lagi, sebelum menarik napas dan menyanyikan lirik pertama lagu kedua yang dinyanyikannya bareng Day6 hari ini.

[]

"Thank you, kak Sebastian."

Sebastian menganggukkan kepalanya sebelum kembali mengedarkan air mineral kepada anggota Day6 yang lainnya. Langit di luar sudah terlihat hitam kelam. Sudah sepuluh lagu mereka nyanyikan dan sekarang wajah Wendy sudah penuh dengan keringat. Wendy tersenyum melihat Dikta yang paling bersimbah keringat di antara mereka berenam.

Perempuan itu menyeringai pada Wafiq yang menyenggol kakinya. "Seneng, ya?" tanyanya begitu mendudukkan diri di sebelah Wendy.

Wendy mengangguk bersemangat. "Banget, Fiq. Makasih banyak, ya."

Wafiq mengendikkan bahunya. "Santai, lah. Anak-anak juga seneng bisa nyanyi bareng lo, Wen. Kapan-kapan bisa, lah, lo main ke sini lagi bareng kita."

"Ajak Sella juga gak papa, Wen!" sahut Abyan yang duduk tak jauh dari Wendy dan Wafiq. Dirinya tertawa menanggapi Abyan yang kelihatan pingin seriusin hubungan dia sama Sella lebih lanjut.

"Boleh, lah. Kapan-kapan, ya, Iyan." Balas Wendy yang disambut Abyan dengan berseru riang.

Wendy meringis ke arah Wafiq. "Temen-temen lo asik semua, ya, Fiq. Pantes lo betah main band mulu seharian."

Wafiq terkekeh. "Lo kan juga gitu, betah-betah aja main sama geng lo."

Wendy mengangguk-anggukkan kepala, bersyukur punya mereka berempat yang selalu siap back up dirinya kapanpun orang tuanya mulai rewel dan bawel.

"Orang tua lo masih..."

Wendy mendesah. "Masih, Fiq. Dan kayaknya bakal selalu masih." Dirinya tersenyum miris. Wafiq menepuk pundak Wendy dan memijitnya pelan.

"Gue harap, dengan adanya lo di sini gak bakal bikin masalah baru buat lo, ya, Wen. Meskipun kalo nantinya iya, gue siap jadi backing-an lo, kok. Calling aja, lah, kita."

Wafiq dan Wendy memang gak selalu sekelas, tapi mereka berdua deket karena sering ikut lomba berdua mewakili jurusan dan kampus.

"Fiq, lo nanti baliknya bareng gue lagi, kan?"

Obrolan Wendy dan Wafiq terhenti ketika tiba-tiba Jae mengajak Wafiq bicara. Wendy memutuskan untuk membuka hape karena tak ingin menguping obrolan mereka berdua.

Tapi keputusannya buat buka hape rupanya sebuah kesalahan, karena dirinya langsung disodori oleh notifikasi panggilan tak terjawab dari Mama. Wendy memutar bola mata malas dan kembali mengatur hapenya menjadi mode pesawat.

"Eh, apa?" tanya Wendy ketika merasakan lengannya disikut oleh Wafiq.

"Gue nanti boleh nebeng, gak? Tenang, gue yang bonceng, kok." Tanya Wafiq.

for your happy endingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang