"Jasmine."
Wendy menyodorkan tangannya, hendak mengajak perempuan yang menghampirinya itu berjabat tangan. Tapi, Jasmine justru menarik tangannya dan mendekapnya dalam pelukan. Wendy memelototkan matanya, terkejut.
"Sumpah, lagu lo bagus banget, Wen!" seru Jasmine, masih tidak melepaskan Wendy dari pelukannya. Mereka tengah berada di backstage setelah Day6 dan Wendy menyelesaikan penampilan mereka.
Wendy balas memeluk Jasmine. "Makasih, Jasmine. Kalo gak ada Day6, kayaknya lagu gue gak bakal sebagus itu." Balas Wendy. Dalam hati ia menambahkan,
Terutama, kalo gak ada Jae.
Jasmine melepaskan pelukannya dan menggenggam tangan Wendy erat. "But still, everyone can see the talent on you."
Wendy tersenyum. "Thank you, i guess?"
Jasmine balas mengulaskan senyumnya pada Wendy. "I think, he would be madly in love with you had i not been his girlfriend first, Wen." Kata Jasmine, berhasil membuat Wendy membelalakkan matanya. Jasmine terkekeh, selalu merasa senang melihat wajah ekspresif Wendy.
Wendy menggigit bibirnya. "Right, Jasmine, gue mau minta maaf kalo selama ini gue terlalu deket sama Jae. I did not mean anything but being friend with him..." bisik Wendy, tak mampu menatap ke arah Jasmine yang masih menyunggingkan senyumnya.
Jasmine menggelengkan kepalanya. "I know. I trust him, and i trust you too." Perempuan itu menggenggam tangan Wendy erat. "Gue harap lo selalu sukses dimana pun lo berada, Wen. You deserve to be happy."
Wendy kembali merasakan matanya berkaca-kaca. "You too, Jasmine."
Jasmine kembali tersenyum. Kepalanya mengendik ke suatu arah. "Anyway, kalo lo mau minjem Jae lagi, gak papa, kok. Asalkan jangan lupa dibalikin aja, hahaha."
Wendy mengerutkan keningnya, bingung.
"Gue tau, lo pasti pingin ngomong sesuatu sama dia, kan? Empat mata. Di tempat yang hanya kalian berdua yang tahu." Kata Jasmine lagi. "Well, go on then. Utarain apa yang pingin lo bilang ke Jae, since you are not going to be close with us like this in a week..."
Belum sempat Wendy membalas, Jasmine kembali memeluk Wendy dan melemparkan senyumnya sebelum berjalan ke arah Jae. Wendy mengikuti pergerakan Jasmine dan mengangkat alisnya bingung ketika Jae menatap ke arah Wendy.
Jasmine memberi isyarat pada Wendy untuk mendekat.
"Hai." Sapa Jae, begitu Wendy berada di dekatnya dan Jasmine sudah pergi dari tempatnya.
Wendy masih melihat punggung Jasmine yang menjauh. Ia kemudian menatap ke arah Jae. "Dia bilang apa aja?"
Jae mengendikkan bahunya. "You wanna talk to me?"
[]
"Tempat ini dulunya cuma gue yang tahu. Tapi sekarang, ngelihat lo yang duduk di sini, seems like this is now the place only we know." Wendy menatap lurus ke depan, menikmati pemandangan senja yang terlihat di hadapannya. Jae mendudukkan diri di sampingnya, dengan posisi yang sama dengan Wendy.
"You regret it?"
Wendy menggeleng mantap. "Not at all." Ia menolehkan kepalanya, menghadap Jae yang masih menatap ke depan. "It's nice to know that it's you who knows about this place, Jae." Kata Wendy, jujur dari dalam lubuk hatinya.
Masih tak menatap Wendy, Jae tersenyum tipis.
Wendy melanjutkan. "I think, gue harus berterima kasih sama banyak orang yang udah bantu gue bisa sampe di titik ini. Mostly, it's you whom i need to be thankful for. Makasih karena udah bantu banyak banget buat gue, Jae. I owe you a lot."
Jae mengangguk. "You are always welcome, Ndy. It's my pleasure."
Wendy tersenyum. "Ah, iya. Kok lo manggil gue 'Ndy', sih? Orang yang lain manggil gue 'Wen'. Cuma lo yang manggil gue kayak gitu."
"Hmmm, kenapa, ya?" Jae malah mengerutkan dahinya dan menggelengkan kepalanya. "Gak tau, tuh? Kayak udah kesetel otomatis aja, Ndy. And it's also nice to know that it's just me who calls you that way. Semacam panggilan istimewa, lah."
Wendy terkekeh. Perempuan itu menghela napasnya. "Selama dua puluh tahun gue di dunia ini, gue selalu membayangkan soal akhir yang bahagia. Whether itu akhir yang bahagia dalam kehidupan perkuliahan gue, hobi gue, pekerjaan gue nanti, atau kehidupan asmara gue."
Wendy menjeda kalimatnya, menata hatinya.
"Dan selama beberapa saat gue bareng sama lo, Jae, i always thought that you are my happy ending in my love story. But, of course it's not. Because i am not yours, right?"
Jae menghela napasnya.
Wendy menggelengkan kepalanya. "No, please don't be sorry. Patah hati bukan sesuatu yang harus dikasihani, Jae. We learn a lot from it, though."
Jae menoleh ke arah Wendy untuk pertama kalinya setelah lama menatap ke arah depan. Senyum manis terulas di bibirnya.
Wendy tersenyum lebar. "Gue suka sama lo, that's true. Gue mau lo putus sama Jasmine, no, that's not true. Kalian berdua emang match made in heaven dan semua orang tahu itu, Jae. Gue—well, let's just say gue pingin ngutarain perasaan gue sebelum akhirnya kita pisah until only God knows when."
Jae menepuk pundak Wendy. "Makasih, for being so brave."
Wendy manyun dan mengendikkan bahunya. "Bukan berarti gue gak patah hati, loh, ya. But still, i learn a lot from your relationship with her and with all my heart, i hope you two the best of luck in every single thing of your life."
Jae menganggukkan kepalanya. Tangannya menyodorkan soda yang tadi mereka beli di perjalanan menuju menara. Wendy menerima soda itu dan mengangkatnya ke udara.
Jae menyentuhkan kaleng sodanya ke kaleng soda milik Wendy.
"For your happy ending." Kata Jae pelan.
Wendy memejamkan matanya. "For your happy ending."
[]
@akujavier
❤️↗️
@akujavier good luck, dear @wendyyyshania. let your angelic voice be heard and soar higher.
KAMU SEDANG MEMBACA
for your happy ending
Fanfiction[inspired by the drama: The Hymn of Death] Wendy selalu ingin memuaskan hasrat bermain musiknya di tengah kesibukannya sebagai mahasiswi jurusan Hukum yang mendapat tekanan kuat dari orang tuanya. Ketika Wafiq mengajaknya mengikuti latihan rutin ba...