six

121 31 2
                                    

"Hari ini gue mau ketemu sama Salma!"

Wendy tertawa senang melihat Wafiq yang terlihat begitu gembira karena hari ini adalah hari ketika cowok itu akhirnya kembali bertemu dengan pacarnya yang selama ini berada di luar negeri. Seharian ini Wafiq terus mengoceh soal betapa excited-nya laki-laki itu tentang pertemuan pertamanya dengan Salma setelah hampir enam bulan lamanya tak bertemu.

"Nanti jadi makan di kafe depan kampus, kan? Sekalian lihat gue live stage juga." Kata Wendy, mengingatkan Wafiq pada rencana awal mereka bertiga.

Wafiq menganggukkan kepalanya. "Iya, iyaa. Salma juga gak sabar pingin ketemu sama lo, Wen. Malah dari kemarin yang dia sebut nama lo mulu, deh." Gerutu Wafiq, menunjukkan Wendy kolom chatnya dengan Salma semalam.

"Well, i have a very strong charm, Fiq. Gue gak bisa nyalahin Salma, sih."

Wafiq menyikut lengan Wendy yang tertawa puas. "Dih, ngaco."

Wendy terkekeh, balik menyenggol lengan Wafiq yang berjalan beriringan dengannya menuju kelas mereka selanjutnya. Hari ini jadwal mereka berbarengan meskipun kelas mereka berbeda.

Semenjak sebulan yang lalu ketika Wendy kabur ke menara, Wafiq menjadi lebih protektif pada perempuan itu. Wafiq juga selalu menyempatkan diri untuk berada di dekat Wendy kapanpun mereka berdua ada di tempat yang sama.

Termasuk ketika Wendy berada di tempat yang sama dengan Jae.

Wafiq pasti langsung pasang mode siaga setelah tahu kalo peringatannya itu sia-sia karena Wendy udah duluan naksir Jae.

Dan perempuan itu sekarang tengah berusaha untuk melupakan perasaannya.

"Nanti anak-anak Day6 juga ke sana nggak, Fiq? Katanya si Dikta mau main ke sana nanti malem."

Wafiq mengendikkan bahunya. "Kurang tahu, sih. Gak ada yang bilang lagi selain Dikta." Cowok itu menyipitkan matanya, "Kenapa? Mau nyari bang Jae, lagi?"

Wendy mendecakkan lidahnya. "Ih, enggak... gue udah move on tau, is. Ngeselin banget." Gerutu Wendy, memukul lengan Wafiq dengan buku paket tebalnya.

Cowok itu mengaduh kesakitan. "Gila, Wen. Ini buku beratnya sama kayak dosa-dosa gue, tau! Sakit!"

Wendy menjulurkan lidahnya, mengabaikan protes dari Wafiq.

"Tapi, akhir-akhir ini kehidupan lo kayaknya tenang banget, ya, Wen." Kata Wafiq setelah berhenti mengusap-usap lengannya.

"Hmm? Kok bisa?"

Wafiq menunjuk hape Wendy yang berada di tangan perempuan itu. "Dua minggu ini hape lo kayaknya udah jarang nerima telpon dari orang tua lo. Yah, emang karena nilai lo juga stabil-stabil aja, sih."

Wendy mengangguk-anggukkan kepalanya. "Well... i supposed so. Tapi gue takut, janga-jangan ini cuma calm before the storms gitu, Fiq..." balas Wendy pelan. Pikirannya melayang ke ucapan orang tuanya yang sepertinya serius tentang memindahkan perempuan itu kalau dia kepergok bermain musik lagi.

"Lagian kenapa, sih, kok orang tua lo benci banget sama musik? Padahal hobi dan pekerjaan sambilan lo gak ganggu akademik juga."

Wendy hanya mengulas senyum pada pertanyaan Wafiq.

"Gak tau, lah."

[]

Wendy berseru dan berlari kecil menuju Salma yang berdiri di samping Wafiq dan bergegas memeluk teman masa kecilnya itu erat. Wendy melirik ke arah Wafiq yang tersenyum lebar melihat keduanya saling berpelukan.

for your happy endingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang