2. Kak Devan baik

12 6 10
                                    

"Dan pada akhirnya semua akan membenci dan dibenci"
__________________________________

Enjoy:)

Aku meletakkan tas ke meja belajarku, jika kalian mengira setelah ini aku rebahan oh tentu tidak. Aku bukan perempuan yang malas mengganti pakaian sekolah setelah pulang, malah aku selalu mengganti denga baju yang pendek.

Setelah aku membersihkan badan baru aku tidur di tempat tidur yang mirip singgahsana raja. Aku melihat ke luar jendela ternyata hujan sangat cocok jika aku menikmati mie dengan segelas es teh. Mau panas atau mau dingin es teh harus menjadi pendamping di setiap makanan.Aku memilih untuk membuat mie dan es teh di dapur.

***

"Bi, mie instan masih kan bi?" Tanyaku pada pembantu yang sedang menggoreng telur.

"Iya masih kok, di lemari atas neng."
"Mau bibi buatkan?" Tawarnya.

"Enggak makasih bi, Hana bisa sendiri."

"Neng Hana kok muka nya kayak gitu, bibi ambil obat dulu."

Bibi segera berlari mencari kotak P3K tapi dia urungkan ketika aku mencegahnya.

"Hana nggak apa-apa bi, nanti lukanya kering sendiri kok."

"Beneran?" Kata bibi memastikan.

"Iya bi." Ujarku dengan senyuman agar bibi percaya.

Setelah membuat mie dan temannya, aku segera menuju kamar dan berjalan ke arah balkon. Di sana di sediakan meja dan kursi untuk bersantai, sedangkan di luar masih gerimis. Nikmat tuhan mana yang kau dustakan.

Aku menatap kearah langit mendung, sedikit angin menerpa wajah dan rambutku. Aku terkekeh ketika mengenang masa laluku yang kelam. Huh.. sudahlah aku tak ingin membahas masa laluku.

"Sshh." Aku meringis kesakitan ketika luka di ujung bibirku mengenai kuah mie. Segera aku meminum es teh yang di letakkan di meja bulat.

Tapi sebuah tangan menghentikan gerakanku, seolah berkata 'jangan minum dulu' mungkin itu hanya perasaanku. Aku menatap ke belakang, sesosok pria muda berdiri dengan tatapan tajam, dada bidang, dan sedikit aura kewibawaannya.

Kak Devan membawa kotak P3K dan duduk di sampingku. Oh iya, kak Devan juga jarang berbicara semua pelayan dan bawahannya kak Devan takut padanya bahkan orang yang berpapasan pun langsung kicep. Tapi tidak denganku, kak Devan hanya manusia biasa.

Tangannya terulur mengusap sudut bibirku dengan kapas yang di tuang alkohol di sana.

"Jangan bikin khawatir." Ucapnya yang membuatku terheran.

Langka sekali kejadian ini, biasanya dia tidak peduli apa lagi ada orang yang meminta tolong kepadanya dia abaikan.

"Hana udah bilang nggakpapa ke semua orang, berarti mereka nggak perlu sekhawatir itu sama Hana. Kalau Hana bilang nggakpapa pasti Hana beneran nggakpapa." Kataku dengan penuh senyuman dan suara yang lembut. Ini bukan menjaga image tapi ini benar-benar sifatku.

"Jangan bohong."
"Kamu kira saya dengan mudahnya di bohongi sama bocah ingusan kayak kamu?"

"Kak Devan nggak perlu peduli sama Hana nanti kakak malah tambah repot." Kataku sambil memalingkan wajah, agar Kak Devan berhenti mengobatiku.

"Saya hanya menjalankan tugas sebagai seorang kakak."

Kemudian dia pergi denga kotak P3K yang dia bawa. Aku menyunggingkan senyum yang manis, tak percaya apa yang dia lakukan sekarang. Itu manis.

Kak Devan nggak jahat tapi waktu memaksanya untuk mengeraskan hatinya. Aku iri dengan kak Devan yang selalu menjadi mahkota keluarga dan orang-orang bergantung padanya.

***

Aku terbangun dari tidurku, melihat jam bulat yang tertempel di dinding. Jam menunjukkan pukul 00.00, segera aku keluar dari kamar karena aku merasa haus.

Tapi saat aku berjalan menuruni anak tangga, aku terkejut bukan main karena papa menampar mama dengan keras. Apa yang terjadi dengan mereka, aku bersembunyi di balik tangga tersebut.

Plak..

Suara tamparan itu mendominasi ruangan yang sepi.

"Aku ingin bercerai denganmu." Kata sang kepala keluarga setelah menampar istrinya.

"Tapi, kenapa kau seenaknya berkata seperti itu."

"KARENA KAU AKU BENCI APA ITU YANG NAMANYA CINTA DAN KASIH SAYANG, KAU MENGHIANATIKU, KAU MEMBUATKU MUAK."

"A-apa? Apa kau mengira laki-laki tadi selingkuhan ku?"

"YA BENAR, DAN ITU MEMANG BENAR SELINGKUHANMU."

Suara keras dari papa membangunkan Kak Devan dari tidurnya. Dia melihatku bersembunyi di balik tangga dengan tubuhku bergetar. Dia menghampiriku dan berdiri di sampingku, mungkin dia mau ikut menguping.

"Bukan, dia hanya temanku. Percayalah padaku sayang." Mama berujar lembut, mama sama persis sepertiku.

"AKU TIDAK PERCAYA ITU, SEKARANG KAU PERGI DARI SINI, DAN TINGGALKAN ANAK ANAK DISINI."

"Tidak, aku tidak mau. Apa kau tidak memikirkan perasaan anak kita nanti."

"CK, PERSETAN DENGAN PERASAAN."
"Jika salah satu dari mereka mengikuti mu maka dia akan makan apa nanti?huh?"

"SEGERA PERGI DARI SINI WANITA MURAHAN."

Papa menyentak mama dan menyeretnya keluar, segera mungkin aku berlari dengan air mata yang bercucuran.

"MAMA!" Teriak ku kencang dan berhamburan ke pelukan Mama.

"Mama kayaknya nggak di butuhin lagi disini, kamu jaga diri baik-baik ya Hana. Mama bakal selalu ada di hati Hana begitupun sebaliknya." Kata Mama dengan suara yang sangat lembut dan penuh dengan kesedihan.

"Hana ikut Mama aja ya?" Tanyaku yang masih sesenggukan.

"Kamu disini aja, disini enak. Kalau kamu sama Mama nggak enak. Hana disini aja ya."
"Nurut sama Papa dan Kak Devan."

Kemudian Mama melepas pelukan kami dengan kasar. Mama pergi setelah menatap Kak Devan dan Papa. Mama berlari keluar, aku berusaha mengejarnya tapi kak Devan malah menahanku.

"PAPA JAHAT!" Kataku kepada Papa dan pergi menuju kamar, tidak lupa juga menugunci pintu.

___________________________________

I'M IN SKIZOPHRENIA || Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang