4. Hujan Adalah Teman

14 6 8
                                    

"Saya takut jika senyum itu adalah sebuah senyum kepalsuan"

______________________________________________

Enjoy:)

Aku masih berlari menjauh dari keramaian, sampai sesaat aku berhenti di sebuah halte yang sepi orang. Kelihatannya akan hujan juga, aku duduk disana dengan air mata yang masih mengalir. Sangat mengecewakan, apa mereka tidak melihat jika orang yang sedang mereka agung-agungkan sedang menggunakan topeng.

Bodoh, kata yang sangat pas menggambarkan mereka. Mereka terobsesi pangkat dan melupakan hati mereka, dan attitude sangat di tekankan disana.

Aku masih memaksakan kenyamanan ini, sendiri dan tidak ada tempat untuk bersandar. Meskipun aku sedang hancur walau ada Mama di sampingku aku tetap berpura-pura baik baik saja. Terkadang menahan sesak sendiri, menahan tangis sendiri.

Aku melihat ke atas menatap langit yang mulai menghitam, bertanda hujan yang deras akan datang. Angin sepoi-sepoi menerbangkan rambut pendekku, udara terasa dingin di luar sini. Aku melipat kedua tanganku dan menggosokkannya di bahu, beberapa kendaraan masih berlalu-lalang padahal daerah ini sepi.

Rintik hujan mulai berjatuhan dan angin mulai berhembus kencang membuat diriku tak ingin beranjak dari tempat ini. Tak henti-hentinya hujan jatuh menyebabkan genangan air di jalan yang sedikit berlubang.

Dadaku seakan sesak mengingat kejadian-kejadian yang tidak diinginkan, tak kuasa menahan ini semua. Aku ingin mati, kenapa tidak ada tempat bersandar.

Samar-samar aku melihat orang berlari kearah sini, segera aku mengusap air mata yang masih di pipi dengan kasar.

"Huh...huh...huh..." Napasnya tak beraturan karena berlari.

Dia mengusap-usapkan bajunya yang basah karena hujan. Kemudian laki-laki itu duduk disampingku seraya menghela nafas kasar.

"Dingin sekali." Gumamnya.

Dia menengok ke arahku, menelisik wajahku yang tertutup rambut.

"Siapa namamu?" Tanyanya sembari menjulurkan tangan tapi tidak ku gubris.

"Namaku Haechan." Katanya lagi.

Lagi-lagi aku hanya diam menatap kebawah melihat sepatu hitam bertaliku.

"Aku disini bukan di bawahmu."

Dia tidak meyerah ternyata.

"Apa pedulimu?" Tanyaku dingin.

"Aku ingin berteman denganmu." Sambutnya dengan hangat.

"Aku tidak membutuhkan teman." Kataku dengan seringaian di balik rambut hitam yang  legam.

"Apa kau tidak butuh tempat bersandar, apa kau tidak butuh tempat untuk berbagi cerita, apa kau tidak butuh seseorang yang ingi kau bagi senang dan sedih? Apa kau tak butuh semua itu?"

"Tidak dan tidak. Aku hanya butuh ketenangan dan hujan, mereka temanku yang tak pernah berbohong atau mengecewakan."

"Tapi kau juga butuh teman untuk mengobrol bukan? Jadi ayo berkenalan." Dia mengulurkan tangan yang tadi ia sempat turunkan.

"Baiklah, aku lelah berbicara denganmu. Namaku Hana." Aku masih tak bergeming dari posisiku saat ini.

"Sudah ku bilang aku ada di depanmu, bukan di bawahmu. Oh ayolah aku bukan tai yang ada di bawah sana."

Apa, di barusan menyamakan dirinya sendiri dengan tai?

Aku mendongakkan kepalaku, aku terkejut karena senyum merekah di wajahnya. Senyum itu terlihat manis di mataku.

"Nhaa kalau begini kan cantik." Katanya terkekeh kecil.

Aku mematung di buatnya, jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Aku segera menepis semua pikiran yang menghantui di otakku ini. Aku melihat semburat merah di pipinya.

"Semua orang tak pernah sempurna." Katanya sambil melihat ke depan.

Orang-orang berlalu-lalang menghindari derasnya hujan.

"Mereka terluka karena harapannya sendiri." Kataku melihat sepasang kekasih yang sedang bertengkar.

Bis yang berwarna biru itu datang dan berhenti tepat didepan halte. Aku menaiki bis dengan hati-hati agar tidak terpeleset.

"Aku duluan, sampai jumpa lagi." Kataku masih dingin kepadanya.

"Pasti kita akan bertemu lagi, lagi dan lagi. Meskipun di kehidupan berikutnya." Gumamnya yang tidak ku mengerti setiap kalimat yang ia ucapkan.

Aku duduk di bagian dekat jendela, aku melihatnya tersenyum ke arahku. Tanpa ku sadari aku juga tersenyum ke arahnya.

Bis mulai berjalan menjauhi halte tadi. Aku masih melihatnya berdiri dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana jeans nya.

Semakin bis menjauh dari halte semakin juga aku tak melihat orang tadi. Bayangannya masih di pikiranku tapi tiba-tiba dia menghilang dari halte. Mungkin aku hanya salah lihat, aku menyumpal kuping ku dengan earphone di saku.

Jangan lupa di luar masih hujan deras di tambah lagi dengan lagu yang tenang.

_____________________________________________


Update lagi😍😍

Gatel banget nih tangan pengen update terus😭

Tapi sadar kalo pembacanya sepi ☺

I'M IN SKIZOPHRENIA || Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang