Wangsadinata : Arjuna

214 28 6
                                    

Handarto Arjuna, nama yang diberikan oleh orang tua gue, dengan harapan, kelak anak laki-laki satu-satunya ini dapat mengemban makna di balik nama tersebut. Bersinar, menciptakan suatu hal yang dapat memberikan banyak manfaat bagi orang lain. Lalu menjadi tangguh, layaknya Arjuna dalam tokoh pewayangan Jawa.

Tapi nama Wangsadinata yang menyertainya membuat hidup gue berjalan seperti kutukan.

Jika diperbolehkan untuk memilih gue harus lahir dari keluarga siapa, gue jelas tidak akan memilih untuk lahir di keluarga ini. Wangsadinata, sebenarnya artinya biasa saja kalau dicari di mesin generator nama buatan Google. Tapi akan berbeda ceritanya ketika sudah hidup bersama nama itu, dan beban yang dilahirkan bersamanya.

"Lo abis ini mau ikut perusahaan yang mana, Jun?"

Perusahaan yang mana, my ass. Seperti yang gue bilang, menjadi Wangsadinata adalah kutukan untuk gue. Terutama keluarga gue, bapak dan ibu gue, kakak perempuan gue, dan seorang Handarto Arjuna.

Menjadi Wangsadinata akan lebih mudah jika punya FMCG industry seperti keluarga Mas Yoga, atau perusahaan entertainment seperti keluarga Bang Hanung yang berafiliasi dengan sepupu-sepupu gue lainnya, enggak usah muluk-muluk—dikasih startup marketing agency semacam punya keluarga Jordane aja gue udah sujud syukur kayaknya.

Tapi ya ini gue.

Gue bukan Bang Bobby atau Bang Vano yang tau mau jadi apa walaupun keluarga kami enggak punya perusahaan rintisan seperti Wangsadinata lain. Terlalu jauh, harusnya gue membandingkan diri sendiri dengan Yeslin—kakak perempuan gue. Bahkan sekedar hobby aja gue harus iri sama Yeslin yang suka melang-lang buana ke pelosok negeri bahkan luar negeri, mana dibayarin lagi sama perusahaan travel. Miris banget emang, padahal gue ganteng.

Jadi, pertanyaan yang seharusnya ditanyain Lingga kemarin waktu wisuda-an tuh bukan perusahaan mana, tapi, "Mau ngapain gue abis ini?", "Ini ijazah di tangan mau gue bawa ke mana?"

S.Psi udah duduk manis di belakang nama Wangsadinata, kalau gue mau KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme di sini maksudnya, bukan Kuliah Kerja Nyata. Kalau itu lain cerita gue ketemu Aubrey dulu) bisa aja gue tinggal pilih mau ikutan di perusahaan saudara gue yang mana. Tapi bukannya itu tandanya gue bakal cuma jadi dogmatis selamanya? Lalu apa esensi awal bapak gue memberikan nama Handarto yang diikuti oleh Arjuna setelahnya jika mengembannya aja gue enggak bisa.

"Jun, yang di Surabaya lho butuh HR. Kamu ndak mau tah?"

Bukan satu-dua kali Mas Yoga atau Chandra mencoba 'melamar' gue untuk perusahaan yang mereka sendiri enggak mau terlibat di dalamnya. Lucu ya, dua orang itu? Jelas-jelas FMCG segede dosa Jordane memonopoli pasar Indonesia, bisa-bisanya yang satu milih buka resto, satu lagi malah jadi sutradara film indie yang nyaris dikutuk jadi ikan pari gara-gara—oke gue enggak boleh cerita soal ini.

Iri lagi-lagi menyenggol ego gue sebagai seorang Wangsadinata sekaligus sebagai anak laki-laki yang baru saja lulus kuliah. Gue merasa dibebani sebuah tanggung jawab yang besar, both, dengan nama yang gue sandang dan dengan fakta bahwa gue anak laki-laki. Di saat Wangsadinata lain dengan segala privilege mereka makan dengan piring dan sendok emas, mereka masih lebih memilih jalan mereka sendiri berdasarkan apa yang mereka suka. Lah gue? Jangankan milih mau jadi apa, nerusin perusahaan aja kagak punya.

Orang tua gue sebenarnya enggak memberikan peer pressure apapun untuk gue segera berpenghasilan, tapi yah, gue enggak mau jadi anak durhaka pengangguran minta uang jajan mulu padahal udah sarjana. Jangan tanya bapak gue kerja apa, beliau mah pinter jadi bisa di BUMN yang gajinya hampir sama kayak gaji Bang Jerard di Virginia.

Nah, kan! Meskipun keluarga Bang Jerard dan Bang Bobby itu enggak punya perusahaan rintisan juga, tapi at least mereka tau mereka mau jadi apa dan berusaha ngejar mimpi mereka sejak kecil. Gue mah apa? Bisa keterima di universitas dan duduk di kursi kuliahan aja udah syukur, bodo amat sama jurusan, yang penting gue kuliah dulu. Syukur-syukur 'kan pas KKN pulang dapet pacar (jangan bilang Aubrey soal ini, entar dia marah).

Jadi gimana? Gue mau ngapain habis ini? Clearly, gue enggak mau KKN ikut perusahaan siapa pun dulu, gue pengen nyoba kemampuan gue sendiri. Ya seenggaknya itu yang gue pikirin sebelum gue ngeliat transkrip SKPI di belakang ijazah yang mengenaskan—seminar, webinar, kuliah tamu, lomba futsal, lomba paduan suara, lomba karate, magang wajib. Halah ... Linkedin aja nolak kayaknya kalau gue mau bikin akun.

Gini nih akibatnya kalau jadi anak yang dimanja dari kecil. Apa-apa disediain, kemana-mana dianterin, mau belajar mandiri barang sedikit aja dikhawatirin sampai ibu meriang. Gimana gue bisa berkembang, orang selama kuliah gue cuman jadi mahasiswa kupu-kupu alias kuliah-pulang—kuliah-pulang. Enggak pernah bisa menjadi mandiri, gue ngerasa enggak berguna dilahirin jadi manusia. Apalagi dilahirin di tengah keluarga Wangsadinata.

HAH—susah banget sih jadi Handarto Arjuna Wangsadinata! Tukeran nasib yok!



//-//


Ini adalah teaser dari sepenggal Wangsadinata yang lain. Jangan kira istirahat update Hey Jordane terus aku enggak ngapa-ngapain heheh. I've been working on another side stories of Wangsadinata boys—currently antrean yang sudah siap meluncur ada Hanung, Chandra, Bobby, dan Arjuna. Hmm ... let's see siapa yang bakalan keluar duluan setelah Jordane beres sama risalah hatinya, wkwkwkwk.

Anyway, see you in another story!

Love you all,
M.

THE WANGSADINATAS (WINKON - Alternative Universe)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang